19 | Permainan Cinta dan Tahta

23 4 0
                                    


Darah membanjiri istana, mayat bergelimpangan, dan jeritan memekik tajam. Dirinya berada di tengah-tengah medan perang. Tiba-tiba cahaya-cahaya dari langit turun seperti hujan meteor, cahaya itu adalah pasukan langit, ada yang bersayap, ada yang berselendang. Semuanya memakai baju zirah yang indah dengan senjata-senjata mereka yang magis. Pandya hanya terdiam melihatnya. Tiba-tiba tanah bergetar, menara-menara roboh, dan sebuah suara ledakan dahsyat menggema. Ia berbalik melihat gunung Lawu meletus mengeluarkan asap dan petir, dari awan panas itu muncullah enam ekor naga. Mereka mengamuk menghancurkan kota. Mendadak tanah yang dipijaknya ambles, ia terperosok. Gelap. Hening. Ia ada di lorong panjang yang merupakan jalan rahasia yang ia temukan. Lalu terdengar suara tangisan bayi, ia memperhatikan dengan seksama. Seseorang ada di ujung lorong.

Pandya berlari menghampiri, tapi orang yang membawa bayi itu malah berlari menjauh. Hingga ia sampai di ujung lorong dan orang itu sudah tak ada lagi. Kini ia tiba-tiba ada di tengah hutan di kaki gunung Lawu, ia mendongak, gunung besar itu tampak baik-baik saja. Aneh, sudah gelap dan purnama sangat cantik. Hutan itu sepi, hingga terdengar gemerisik di semak-semak. Ia menjadi waspada saat semak-semak itu bergoyang-goyang. Ia memegang gagang kerisnya dan perlahan mendekat. Tiba-tiba seekor rusa meloncat dari semak-semak itu, Pandya terjatuh kaget. Rusa itu sangat besar, bahkan melebihi tinggi sapi istana. Bulunya keemasan, begitu juga tanduk bercabangnya yang berkilau bak emas sungguhan. Itu adalah rusa sita, yang menjadi lambang kerajaannya.

Pandya bangkit, lalu terdengar lagi suara tangisan bayi dari rusa itu pergi. Buru-buru ia mendekat, menyibak ranting-ranting hingga akhirnya menemukannya. Orang itu memakai jubah bertudung berdiri membelakanginya. Perlahan Pandya mendekat. Mendadak orang itu berbalik, ia adalah Panji menggendong sesuatu dalam jubahnya.

Sedetik kemudian api yang entah dari mana melahap Panji, ia menjerit keras. Pandya mundur ketakutan, sekeliling sudah menjadi lautan api.

Pandya terbangun, napasnya memburu dan keringat dingin membasahi bajunya. Ternyata hanyalah mimpi. Mimpi yang mirip dengan mimpi waktu itu. Ia termenung mengatur emosinya. Apakah mimpi ini adalah penglihatan masa depan?

"Paduka, ini hamba, Panji Loka," ucap seseorang dari depan pintu.

Lalu masuklah Panji yang selalu membawa terompetnya. Dia sudah memakai pakaiannya, kini ia tambang selempangnya diganti rantai kecil. Statusnya sudah lebih tinggi dari sebelumnya. nasibnya di ibukota ternyata jauh lebih beruntung dari dugaannya, kini ia adalah Penasihat Putra Mahkota.

"Ada apa, Raden? Hamba mendengar Anda berteriak, apa Anda mengalami mimpi buruk lagi?"

Pandya menggeleng. "Aku ingin berlatih. Siapkan pakaianku," cetusnya.

"Ini masih sangat pagi, Raden Pandya. Selain itu Anda kemarin berlatih sampai malam, Prabu mencemaskan Anda. Kunjungilah beliau," ucap Panji lembut.

Pandya tak memedulikannya. Ia turun dari ranjang dan menuju lemari. "Cepat siapkan," pintanya lagi.

Tak punya pilihan, Panji menurut.

***

"Raden, Anda bilang mau latihan!" Panji mengomel, mengikuti Pandya ke istal kuda.

Pangeran itu tetap cuek. Ia memasang tali kekang ke kuda sembraninya. "Aku tak bilang mau latihan pedang," balasnya acuh tak acuh.

Pandya mendesah sebal. "Paduka... Anda tidak boleh meninggalkan istana."

"Bisakah kau berhenti mengomel? Kau seperti Kasim Dwi saja."

"Raden!"

Pandya menatap lekat, sebal juga lama-lama. Ia sangat tidak suka diperlakukan seperti anak kecil. "Sebaiknya kau yang latihan bela diri. Alih-alih membawa keris, kau malah membawa terompet," ucapnya yang kemudian lompat ke atas kuda coklat bersayap itu. "Jangan khawatir, aku tidak akan lama. Hiak!" tambahnya yang kemudian ia menghentakkan tali kekangnya dan sayap kuda itu pun mengembang, dengan cepat mengepak. Debu berterbangan, Panji segera menutupi wajahnya. Dan, Pandya pun terbang.

Jaka Tarub dan Legenda Gerhana (Buku 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang