Di Pastika semua orang sedang sibuk menyiapkan ritual Basuh Pusaka. Ruangan luas yang biasanya digunakan para gadis di Keputren bercengkrama, mulai dari membatik hingga makan, kini menjadi tempat berias. Semua gadis bangsawan dan para dayang memakai warna putih, begitu juga Anjani. Para dayang menata rambutnya, disanggul sederhana dengan tusuk konde perak sebagai penguncinya. Gaunnya putih bersih dengan selendang yang menjuntai dari bahu hingga menyapu lantai. Dia memakai perhiasan dari perak. Semuanya putih, mewakili kesucian.
"Ah, dia sangat cantik. Pantas saja Pangeran tergila-gila padanya," gumam gadis berdada besar yang duduk tak jauh dari Anjani.
"Raden Pandya memintanya untuk memimpin ritual karena dia suka padanya? Kukira Raden Pandya suka Citra," sahut gadis kurus.
"Pangeran hanya beramah tamah pada Citra karena dia membantunya setelah mengalahkan raksasa," timpal gadis berhidung pesek.
Anjani yang mendengar semua itu tak begitu mempedulikan. Ya, beginilah para gadis, saling bergosip. Dia mewajari hal itu dan juga sudah tahu betul sifat-sifat semua gadis bangsawan di ruangan ini.
"Nimas-nimas, saatnya keluar. Ritual akan dimulai sebentar lagi," cetus dayang senior.
Citra segera berdiri. Dia berbalik dan menghadap semua orang yang juga ikut berdiri. "Mari kita lakukan ritual suci ini dengan baik. Pangeran dan Prabu sangat mengandalkan kita."
"Ya, Nimas." Semua orang mengangguk kompak.
Lalu dia mengambil canang besar yaitu persembahan yang berisi bunga berbagai warna dan irisan daun pandan juga sedikit beras yang berwadahkan anyaman janur kuning dibentuk seperti bunga teratai. Setelah itu dia pun keluar diikuti semua gadis dan dayang.
Anjani siap memimpin ritual Basuh Pusaka ini.
***
Senja tampak cantik sore ini. Sumitra mengintip dari jendela besarnya, melongok ke bawah yang halamannya ramai dayang-dayang berseliweran mempersiapkan ritual. Harusnya ialah yang mengurus segalanya, tapi dia hanya bisa terkurung di sini bersama dayang-dayang yang menyalakan lampu minyak sambil menahan mual.
"Raden Pandya Wijaya!" seru pengawal yang menjaga pintu. Lalu masuklah pangeran muda itu.
"Ibunda..." Pandya yang sudah memakai pakaian putihnya menatap heran. "Kenapa belum belum bersiap?"
Sumitra duduk di kursi embuknya, sedikit mendesis saat kudis-kudisnya bergesekan dengan kain. "Aku tidak pantas. Rakyat membenciku. Kalau aku mengikuti ritual usahamu selama ini akan sia-sia, kau sudah sangat dicintai rakyat."
Pandya menatap kalut. Teringat omongan ayahnya yang telah menghamili wanita lain, yang jauh lebih muda dan lebih cantik dari ibunya. Kini ia sadar, bahkan jika kematian Selir Kayla adalah ulah ibunya, dia tak akan menyalahkannya. Sungguh ia merasa sangat kasihan. Inilah cinta dari seorang anak untuk ibunya.
"Ibunda harus ikut," pungkasnya. Lalu ia menoleh ke dayang-dayang yang menyalakan lampu. "Persiapkan Ratu dengan cepat," cetusnya yang kemudian pergi begitu saja.
***
Matahari akhirnya tenggelam sepenuhnya. Obor-obor menjadi penerangan. Drrmm... Pintu besar itu di buka. Anjani siap masuk ke aula. Semua abdi dan pejabat yang berbaris memakai pakaian putih dan menggenggam sebuah lilin, termasuk Radhityajaya dan Pandya yang ada di tahta. Anjani mengambil langkah pertamanya di susul semua gadis di keputren. Semut Ireng memandang bangga putrinya itu, begitu pula Pandya yang terpesona. Anjani dan para gadis itu berhenti tepat di depan singgasana.
Radhityajaya terbatuk-batuk, dia tampak kesakitan bahkan untuk berdiri. "Bulan selalu diibaratkan sebagai Dewi, karena itu ritual Satu Suro selalu dipimpin oleh wanita. Ini juga membuktikan bahwa kerajaan sangat menghargai para wanita yang menjadi semangat pria membangun negeri. Wanita adalah kekuatan sekaligus kelemahan pria. Dengan ini, aku titipkan pusaka-pusaka kerajaan padamu para gadis Jawa untuk mensucikannya kembali, karena kalianlah napas laki-laki. Uhuk uhuk uhuk..." Dia kembali terbatuk-batuk. Lalu kembali duduk di tahtanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaka Tarub dan Legenda Gerhana (Buku 2)
Historical FictionJaka Tarub alias Arya Wijaya yaitu pangeran yang terbuang, melakukan perjalanan ke timur demi menghimbun pasukan untuk merebut tahtanya kembali dari Pandya Wijaya, adik tirinya, dan membalaskan dendam ibunya. Dalam petualangannya ia dipertemukan kem...