2 | Kisah Para Raja

50 7 1
                                    

Lembah Suci pertama kali ditemukan oleh Jaka Karsa dalam petualangannya mencari Arya Wijaya. Lembah ini dihimpit oleh dua tebing tinggi yang di bawahnya mengalir Bengawan Solo, sungai terpanjang dan punya lebar lebih dari satu kilometer, menghubungkan kota-kota besar kerajaan. Namun, di Lembah Suci ini lebarnya tak sampai satu kilometer, itu karena tempat ini masih dekat dengan hulu sungai. Lebar sungai akan signifikan saat di kota Menir, karena sungai Anak Bengawan Solo yang ikut mengaliri. Bengawan Solo seperti aliran darah yang menghidupi kerajaan. Lembah Suci adalah reruntuhan kota Dewa di masa lampau. Tempat yang sudah menjadi legenda.

Piramida besar yang menyatu dengan tebing adalah bangunan penting yang sudah menjadi markas serikat Pendekar Hitam. Reruntuhan yang sempat terbakar pada malam Serangan Makhluk Mistis itu sudah diperbaiki, meski hangus dan hancur di beberapa bagian tak lagi bisa dibenahi, tapi masih layak untuk menjadi tempat persembunyian.

Jaka Tarub memandang takjub sekeliling. Lantai tempatnya berdiri saat ini punya ketinggian puluhan meter dari permukaan sungai, tanaman rambat besar yang gosong menjalar dari dinding tebing ke pagar pembatas menjadi tumpuan guci yang ia pegang. Tempat yang selama ini dikira hanyalah dongeng semata adalah benar adanya. Ternyata dunia mempunyai banyak rahasia.

Dia memeluk guci itu, lalu mendadak raut wajahnya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Semua kejadian yang selama ini menimpanya membawanya ke titik ini, langkah pertama yang ia ambil untuk mencari keadilan dan kehidupan yang layak. Kematian Selir Kayla yang merupakan ibu kandungnya, ibu sambungnya yang tak mendapat kesetaraan hanya karena miskin, dirinya menjadi bahan olokan penduduk Desa Nalin, semua derita itu seharusnya tak ia alami. Semua penderitaan dan kehilangan itu melahirkan sosok yang baru, Arya Wijaya yang ambisius dan tegas.

"Paduka," Karsa datang dengan pakaian yang serba hitam. "Semuanya sudah siap," ucapnya.

Jaka Tarub mengangguk, ia menghirup napas dalam dan mulai menuruni tangga membawa guci abu jenazah Mbok Mila alias Dayang Sri. Langkahnya yang berat tapi stabil menuruni ratusan anak tangga, dadanya terasa perih merasakan kehilangan yang dalam. Baginya Mbok Mila sudah seperti seorang ibu baginya, kenangannya bahkan lebih banyak ketimbang Selir Kayla. Semuanya terasa gelap tanpa seorang ibu, satu-satunya harapan yang ia punya adalah merebut kembali tahtanya sebagai putra mahkota.

Matanya begitu sayu saat kakinya menuruni anak tangga terakhir. Di tepi sungai besar itu yang pasirnya berwarna kemerahan ada ratusan pendekar yang semuanya memakai pakaian serba hitam. Kerumunan itu membelah memberi jalan pada Jaka Tarub yang berjalan murung ke dermaga. Hening, mereka semua menunjukan duka terdalamnya untuk sang pangeran. Jaka Karsa berhenti dan membiarkan tuannya itu melanjutkannya di dermaga sendirian.

Pelukannya pada guci itu makin erat saat sampai di ujung dermaga. Matanya berkaca-kaca. Napasnya tak teratur.

Ini adalah permintaan Mbok Mila agar abunya ditabur di Bengawan Solo. Ingatan hari itu muncul dalam kepala Jaka Tarub, bagaimana ia membawa Mbok Mila ke kota Jalada dengan gerobak di tengah hujan, tak ada orang yang membantunya bahkan sahabatnya Panji, bahkan sang tabib mengusirnya karena tak punya uang.

"Balaskanlah dendammu, Paduka Pangeran." Itulah kalimat terakhir Mbok Mila. Berputar-putar dalam kepalanya.

Dia mengukuhkan ketegarannya dan mulai menuangkan abu jenazah itu ke sungai.

"Aku akan membalaskan dendamku dan mengembalikan semua nama baik orang-orang yang tak bersalah," gumam Jaka Tarub. Ia menuangkan abu itu hingga tak tersisa bersamaan dengan emosinya yang tak karuan.

Karsa mendekat dan memberikan canang, yaitu sebuah persembahan dengan wadah dari janur kuning yang berisi bunga tujuh warna. Jaka Tarub menghanyutkannya ke sungai, mengakhiri prosesi itu.

Jaka Tarub dan Legenda Gerhana (Buku 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang