28

88 4 0
                                    

"Non Luna,  sering-sering main ke sini. Bibi seneng ada temen ngobrol."

Luna hanya tersenyum melihat Bi Inah sekilas lalu melanjutkan kegiatannya lagi. 

Pagi ini moodnya sedang bagus, jadi Luna memutuskan untuk membantu Bi Inah membuat sarapan. 

Untuk beberapa hari ke depan, Luna memutuskan untuk tinggal di rumah Beryl. Dengan begitu semuanya akan menjadi mudah. 

"Luna, kenapa di dapur? Tunggu di meja makan aja, Nak," seru Ambarwati saat melihat Luna.

Luna menoleh lalu menggeleng. "Enggak, Tan. Luna mau bantu Bi Inah."

Ambarwati berjalan mendekati Luna yang sedang menyiapkan bumbu. "Mama merasa tersindir, deh, karena nggak pernah bantuin Inah di dapur," ucapnya dengan nada sedih yang dibuat-buat.

"Nyonya nggak cocok di dapur. Bukannya bantuin, malah ngerecokin," sinis Bi Inah.

Ambarwati tertawa. Dia jadi ingat terakhir kali menginjakkan kaki di dapur, dia hampir membakar seisi dapur. Semua orang panik, lebih panik lagi Bi Inah karena saat itu dia juga ada di dapur dan semua orang meninggalkannya untuk menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan Bi Inah seolah merelakannya mati terpanggang di tempat itu.

"Maaf, Inah. Waktu itu kita semua panik."

"Panik, sih, panik, Nya. Tapi jangan biarin Inah jadi tumbal dapur ini dong. Untung ada Den Beryl sama teman-temannya yang nyelametin Inah." Bi Inah sangat kesal jika membahas kejadian itu. Sekarang Bi Inah tahu betapa egoisnya kedua majikannya itu.

"Teman-temannya Beryl? Siapa?" Luna bertanya, merasa tertarik dengan pembicaraan itu. 

Teman-teman, berarti tidak hanya satu orang. Sedangkan yang Luna tahu, teman dekat Beryl hanya Dino dan Ansel. Anak kelas sebelah.

"Itu lho, temen geng motornya. Banyak waktu itu yang nolongin Inah dan bantu padamin api juga."

Luna mengangguk, mungkin saja mereka teman balap liar Beryl.

"Udah jangan dilanjut ceritanya. Nanti nggak kelar-kelar masaknya," sela Ambarwati agar pembicaraan mereka tidak melebar kemana-mana.

"Kamu tunggu di meja makan aja, biar Inah aja yang selesaiin." Ambarwati menarik Luna keluar dari dapur. Sebenarnya Luna keberatan karena masih ingin menyelesaikan masakannya. Tapi dia juga tidak enak jika menolak Ambarwati, apalagi wanita itu sudah menariknya keluar dari dapur sekarang.

Melihat ruang makan tidak ada orang, Luna memutuskan untuk kembali ke kamarnya untuk mandi.

Saat membuka pintu kamar, Luna dikejutkan dengan keberadaan Beryl. Aura kemarahan terlihat jelas di wajahnya. Kenapa dia?

Luna mengabaikan keberadaan Beryl, berjalan begitu saja menuju kamar mandi yang ada di kamar itu. Saat tangannya sudah memegang kenop, Luna melihat sekeliling kamarnya karena merasa ada yang aneh.

Benar saja, isi tasnya berserakan di lantai dekat ranjang tempat di hadapan Beryl.

"Kenapa? Kaget?" Beryl bersuara dengan nada datar.

"Apa-apaan, sih, lo?!" Luna menghampiri Beryl lalu berjongkok memasukkan kembali barangnya yang berserakan ke dalam tas. "Baru aja baikan, udah bikin masalah!"

"Yang bermasalah itu elo! Ngapain sebarin video itu segala!?" tanya Beryl hampir berteriak karena kesal. Bukannya mereka sudah sepakat untuk berdamai, tapi kenapa Luna malah mengkhianatinya.

Luna mendongak dengan kerutan di keningnya. "Video apa?"

"Jangan pura-pura bego deh!"

Luna berdiri, menyentakkan tasnya ke lantai, menatap Beryl dengan tajam. "Lo yang bego. Punya otak buat mikir, punya mulut buat ngomong yang bener! Gue nggak tau apa yang lo maksud!"

Calon Mantan || LOGIC (versi lama)☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang