7

275 13 9
                                    

"Kalau lo nggak suka sama gue, seenggaknya hargai usaha gue. Buka sedikit mata lo, lihat gue! Lihat usaha gue buat dapetin hati lo! Lo nggak buta kan?" Beryl terkekeh sinis. "Mungkin mata lo nggak buta, tapi hati lo? Gue nggak paham!"

Beryl menghembuskan nafas kasar. Dia teringat wajah Luna yang terkejut mendengar kata-katanya tadi.

Kira-kira bagaimana perasaan Luna setelah mendengar ucapannya? Beryl memang sering meneriaki Luna dengan kata-kata kasar. Namun ekspresi gadis itu tadi– entah kenapa sekarang Beryl sedikit merasa bersalah karena pergi begitu saya.

Namanya juga sedang marah, jadi wajar saja kan?

Beryl mengacak rambutnya frustasi. Sebenarnya dia tidak takut jika Luna marah. Tapi, hanya merasa kesal dengan dirinya sendiri yang lengah karena berhasil mengeluarkan isi kepalanya. Seharusnya dia tidak boleh melakukan itu. Dia akan terlihat lemah di mata Luna nanti. Beryl tidak mau Luna mengasihaninya apalagi sampai memandangnya rendah.

Pasti setelah ini Luna akan mengejeknya habis-habisan.
Di tengah semrawut pikirannya, Beryl mendengar Luna tertawa cukup keras. Beryl memperhatikan Luna dari tempat duduknya. Luna terlihat biasa saja, bahkan dia bisa bercanda ria dengan teman satu geng-nya.

Apa-apaan! Kenapa hanya dirinya yang frustasi!

"Gue nggak butuh bantuan kalian. Gue bisa aja langsung narik nyawanya keluar dari raganya kalo gue mau," ucap Luna yang samar-samar terdengar oleh Beryl.

Beryl memegangi dadanya, dia meringis seolah merasakan sakit ketika memperhatikan gerakan tangan Luna yang seolah-olah akan menarik nyawanya. Luna terlihat bersemangat memperagakan itu.

Beryl menghembuskan nafas pasrah. Luna bisa tersenyum bahagia bersama temannya seolah tidak terpengaruh dengan apa yang dia ucapkan tadi. Baguslah, setidaknya asumsi buruknya berpeluang tidak menjadi kenyataan.

Ah, kenapa Beryl jadi sebal melihat Luna yang tersenyum seperti itu. Dia jadi semakin merasa kalah dalam permainannya semalam. Harusnya Beryl bisa lebih meyakinkan orang tuanya. Mungkin lain kali Beryl harus memikirkan siasat yang tepat untuk menaklukkan Luna.

Di tengah aksinya memperhatikan Luna, Luna menoleh ke arahnya dengan senyuman yang perlahan memudar menjadi tatapan datar. Mereka bertatapan cukup lama sebelum Luna mengalihkan pandangannya.

Beryl berdecih, tatapan Luna barusan seperti ejekan baginya. Awas saja nanti. Beryl akan membalas semua kekalahannya hari ini.

"Ryl, cewek lo tuh." Sagara– Ketua kelas, menyenggol lengan Beryl. Sagara duduk satu meja dengan Beryl.

Beryl mengalihkan perhatiannya ke arah pintu masuk, lalu menghela nafas malas, dia tidak sedang dalam mood yang baik untuk meladeni selingkuhannya.

Cie... Cie...

Teriak anak-anak menggoda mereka. Inara berjalan dengan malu-malu, dia membawa kotak bekal di pelukannya.

"Kak Beryl," sapa Inara dengan suaranya yang lembut. Beryl hanya tersenyum.

Tanpa diminta, Sagara pergi dari tempatnya. Memberikan ruang untuk Inara agar duduk berdua dengan Beryl.

Sagara duduk di kursi kosong di samping Luna.

"Liat tuh, couple ter-sweet abad ini," ucap Sagara, menunjuk Beryl dan Inara dengan dagunya. Luna diam saja, tidak memperhatikan Beryl sama sekali.

"Caca sama Thalia kemana?" tanya Luna pada Monica, mengalihkan pembicaraan.

"Biasa. Caca di kantin, kalau Lia di perpustakaan kayaknya."
Sagara berdiri dari duduknya.

"Mau kemana lo?" tanya Monica.

Calon Mantan || LOGIC (versi lama)☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang