34

68 6 0
                                    

Luna menggigit bibir dalamnya kuat-kuat, menahan diri agar tidak menangis.

Perdebatan antara dirinya dengan Beryl pagi ini membuat suasana hatinya menjadi buruk, ditambah lagi kedatangan Wedari yang membuatnya marah hingga ingin menangis dan memukul siapa saja yang dia lihat.

Bisa-bisanya wanita tidak tahu diri itu memintanya pulang dan berdamai dengan Inara.

Bukankah Wedari sangat egois?

Harusnya Wedari sama seperti dirinya, membenci Inara dan membuat gadis itu pergi jauh dari kehidupan mereka. Tapi apa yang dia lakukan? Wedari seperti lupa ingatan karena melupakan semua masalah yang ditimbulkan gadis itu.

Wedari adalah wanita mandiri yang kuat dan tangguh. Jadi tidak semestinya dia terlihat putus asa seperti itu.

"Arghh... Sialan!" teriak Luna, sambil menendang kursi halte berkali-kali hingga merasa puas. Semua orang memperhatikannya, memberi tatapan aneh dan beberapa orang menyingkir menjauh.

Luna duduk di kursi tunggu halte tanpa mempedulikan sekitar. Gadis itu memejamkan mata dengan kepala tertunduk, berusaha menetralkan nafasnya yang memburu karena amarah.

"Tidak perlu se-marah itu. Kadang, alur hidup memang tidak sesuai ekspektasi." Luna mendongak lalu menoleh, menyingkirkan untaian rambut yang menutupi wajahnya untuk melihat dengan jelas siapa yang berbicara di sampingnya.

Orang itu bersandar di dinding halte, bersidekap dada dan menatap lurus ke depan tanpa ekspresi.

Pagi ini adalah kali pertama Luna bertemu dengan orang itu, setelah memutuskan pergi dari apartemen.

Jujur, Luna sangat ingin bertemu dengannya, banyak pertanyaan yang harus dijawab.

Zaskia, dia berbalik menatap Luna sekilas. "Apapun yang ingin kamu tahu, mungkin ini kesempatan terakhir untuk menjawab sebelum semuanya berakhir," ucapnya tanpa melihat Luna.

Dahi Luna mengerut, tidak mengerti maksud Zaskia. "Kenapa Lo lakuin itu?" tanya Luna dengan tatapan penuh arti.

Zaskia menoleh, menatap Luna dengan sedikit tarikan di sudut bibirnya membentuk seringaian kecil yang sangat Luna sadari. "Apa?" tanya seolah tidak paham.

"Wanita itu. Kenapa lo lakuin itu?"

Zaskia terkekeh disertai gelengan kecil. Dia sudah menduga pertanyaan itu sebelumnya. "Jadi, dia sudah memberitahumu?" tanyanya dengan nada sinis.

"Lo sengaja bunuh dia dan menjadikan Beryl kambing hitam. Kenapa harus Beryl? Banyak orang lain di sana."

Zaskia tampak terkejut, dahinya mengerut dengan tatapan tidak terima. "Kambing hitam?!" pekiknya tidak habis pikir. "Kita melakukan itu bersama dengan persetujuan masing-masing!"

Apa apaan ini, kenapa seolah hanya dirinya yang bersalah sekarang!

Zaskia terkekeh tak percaya, kesal karena Beryl tidak jujur. "Bajingan sialan!" geramnya.

Luna membeku, menatap Zaskia tidak percaya. Mereka melakukan itu bersama? Jadi, bisa dibilang peristiwa itu adalah pembunuhan berencana?

Tidak mungkin!

Luna percaya pada Beryl, tidak mungkin Beryl membohonginya. Bisa saja itu hanya akal-akalan Zaskia karena rahasianya terbongkar. Bukankah sejak awal Zaskia menjadikan Beryl sebagai kambing hitam. Dasar licik!

"Kalau memang kalian bekerjasama, Beryl pasti kenal sama lo waktu kalian ketemu di apartemen. Dan kenyataannya dia masih tanya siapa nama lo." Luna tertawa meremehkan. Sangat percaya diri sekali jika Zaskia bisa menipunya dengan trik murahan seperti itu.

"Masih ingat saat kamu datang ke apartemenku malam itu?" Zaskia melihat Luna sekilas, lalu tatapannya beralih pada kendaraan yang berlalu lalang di hadapannya. "Kamu menangis dan menyalahkan gadis sialan itu saat kamu tahu dia adalah anak dari selingkuhan papa kamu. Dia tidak hanya merebut satu orang yang kamu sayang, bukankah begitu?"

Zaskia mengingat kembali malam saat tiba-tiba Luna datang ke apartemennya dengan penuh derai air mata. Luna terlihat sangat kacau dan menyedihkan. Gadis itu marah pada semua orang dan berakhir menyakiti dirinya sendiri. Jika saja saat itu tidak ada dirinya, pasti Luna sudah mati mengenaskan di dalam apartemen miliknya.

"Saat itu kamu berusaha memotong pergelangan tanganmu dengan pisau karena merasa Tuhan tidak adil. Masih ingat?"

Luna menelan ludahnya dan bergerak gelisah.

"Jika kamu bertanya kenapa aku melakukan itu. Maka jawabannya adalah karena aku sama seperti kamu. Bedanya, aku tidak sebodoh kamu." Zaskia kembali memperhatikan Luna yang sangat kentara sedang menahan kegelisahannya.

"Siska Meirin, wanita itu telah membuat wanita yang melahirkanku gila dan berakhir bunuh diri. Saat itu usiaku empat tahun, tetapi aku dapat mengingat dengan jelas saat ibuku memergoki wanita itu derdua di kamar bersama ayahku. Semenjak peristiwa itu dia mengalami depresi, hingga pada suatu hari aku menemukannya menggantung di langit-langit kamarnya, tepat saat usiaku lima tahun. Hari itu adalah hari ulang tahun ku," lanjutnya dengan suara paru, seperti menahan tangis.

"Dari cerita ini, seharusnya kamu paham kenapa aku membunuh wanita itu." Zaskia menegakkan tubuhnya dan merapikan bajunya yang masih terlihat rapi. "Suatu saat nanti kamu akan berterimakasih kepadaku karena aku telah melakukan tugasku dengan baik, walau ada sedikit kekacauan. Aku berjanji akan menyelesaikannya, menggunakan tanganku sendiri," pungkas Zaskia, berlalu meninggalkan Luna yang masih mematung dan mencerna semua perkataan Zaskia.

Dendam! Jadi, semua itu karena dendam?!

Siska Meirin berselingkuh dengan ayah Zaskia dan mengakibatkan Ibunya meninggal. Lalu Zaskia melenyapkan wanita itu beberapa bulan yang lalu. Itu alasan Zaskia?

Lalu, bagaimana dengan Beryl?

Mereka bekerjasama dalam pembunuhan Siska Meirin. Apa alasan Beryl melakukan itu? Apakah itu juga demi dirinya, seperti apa yang Beryl katakan tadi saat Luna meragukan Beryl karena telah memberi Inara harapan.

"Arghh..." Luna mengacak rambutnya frustasi. Skenario Tuhan pada hidupnya benar-benar membuatnya nyaris gila.

Tanpa Luna sadari, Beryl melihat interaksinya bersama Zaskia walau tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.

Sekarang Beryl merasa cemas, tangannya yang sedikit bergetar menepuk pundak Luna dengan pelan agar gadis itu tidak terkejut.

Luna menoleh, melihat Beryl tanpa ekspresi. "Udah bisa jelasin sekarang?" tanyanya.

Beryl meremas jari-jari tangannya yang saling bertaut. Keringat dingin mengucur di pelipisnya. Ini adalah mimpi buruk keduanya di hari itu. Apakah ini akhir dari hidupnya? Tidak! Beryl harus bangun sekarang.

Calon Mantan || LOGIC (versi lama)☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang