14. Jejak Mereka

6.2K 591 328
                                    

NEXT CHAPTER: 150 VOTES + 300 KOMENTAR EMOT 🖤
***

"Semangat? Kamu bisa melakukannya?" Cashel berujar dengan nada mengejek saat Cavan datang dengan Letta yang sedang tertidur di atas punggungnya.

Ketika melihat itu, alis Cashel menukik tajam, entah ia merasa kesal kepada Cavan yang menggagalkan fokusnya saat pertandingan tadi atau kepada Letta yang tampak nyenyak dalam gendongan Cavan, seperti tidak memiliki rasa was-was dalam dirinya sendiri.

Kemudian, suara debuman pintu loker yang tertutup keras menggema di udara. Cashel memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Cavan, lalu bersedekap dada dengan masih masang wajah kesal.

"Terima kasih semangatnya. Karena lu, gue tadi hampir kalah, Van," sindir Cashel, tersenyum miring. "Apa hadiah yang mesti gue kasih ke lu atas sorakan semangat lu tadi? Ciuman? Pelukan? Atau apa, hm?"

Cavan berdecak kesal sembari memutar bola matanya. Tangannya yang memapah kedua kaki Letta sesekali membetulkan tubuh Letta yang berada di atas punggungnya.

"Lu pikir gue juga mau semangatin lu? Ini semua karena permintaan dia. Bukan cuma lu yang kena getahnya, gue juga kena."

Cashel melirikkan matanya ke arah Letta yang masih terlelap.

"Lagi?" Cashel bertanya, seakan hal itu bukan hal baru baginya. Kemudian, pandangannya mengedar ke arah sekitar.

"Tidurin di sana aja," tunjuk Cashel ke arah bangku besi panjang di tengah ruang tempat penyimpanan loker. Cavan kemudian mengikuti perkataan Cashel.

"Udah enggak ada orang, kan?" Tanya Cavan memastikan dan Cashel menganggukkan kepalanya.

Seketika Cavan memberikan perintah. "Lu ke sini, duduk di belakangnya, bantu gue papah tubuhnya dari sana."

Menuruti kata Cavan, Cashel duduk di belakang Letta yang saat ini sedang dibantu papah oleh Cavan.

Setelah Cashel duduk, gantian Cashel yang memapah Letta dari belakang selagi Cavan membuka hoodie yang dikenakan oleh Letta.

"Ini bukannya hoodie lu?" Tanya Cashel saat Cavan berhasil melepaskan hoodie dari tubuh Letta.

Cashel terbiasa melihat hoodie itu dimana-mana, hoodie itu adalah jaket kesukaan Cavan yang gemar dipakainya.

"Iya, tadi kardigannya kena saus."

Mendengar itu, Cashel tersenyum tipis, "Udah jadi Kakak yang baik ya sekarang."

Cavan tidak terlalu memedulikan apa yang dikatakan oleh Cashel. Tangannya membuka satu per satu kancing seragam Letta.

"Lu tau, Van? Ini ngingetin gue sama proses belajar kita bertiga dua minggu kemarin. Iya, kan?"

.

.

.

Letta terbangun saat mendengar suara pintu terketuk yang tak jauh dari telinganya.

Saat itu, kedua mata Letta menyipit, memandangi langit-langit kamar. Dan tak lama pening langsung menghantam kepalanya.

Berapa lama ia tertidur? Pikir Letta dalam hati. Seingatnya terakhir kali dia tersadar adalah saat menonton pertandingan Cashel bersama Cavan, setelahnya dia tidak mengingat apa-apa lagi. Apakah dia tertidur setelah itu?

Saat Letta berusaha mencerna ingatannya lagi, tiba-tiba sekelebat ingatan tentang mimpinya berputar lagi dalam kepala.

Dalam mimpinya, Letta ingat ada sesuatu yang basah menyambut dan menyesap bibirnya, serta lidah yang bertaut dengan miliknya.

PLAYTHING: THE FILTHY SISTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang