Remaja itu meninggalkan pemilik rumah setelah menyerahkan Tote bag berisi baju, ia segera melaju menuju Cafe. Ia masih harus mencerna kejadian tadi. Sungguh ia tidak mengerti, ia rasa jalan Hakham dan Gallen sangat mulus di masa ini, lantas kenapa masih bisa berakhir dengan perpisahan?
~•~19 Febuari 2004
Sore itu Hakham kembali pulang setelah Sagara mengusirnya dari Cafe. Hakham berjalan pelan memasuki kediaman Wiratama sesudah memarkirkan mobil sedannya di garasi.
Saat langkah kakinya menyapa lantai ruang keluarga terlihat pria paruh baya duduk seorang diri di sofa. Jemarinya masing-masing memegang sisi koran, sesekali memperbaiki kacamata yang merosot ke batang hidungnya.
Kedatangan Hakham dengan wajah babak belur serta bertelanjang dada membuat fokus pria itu teralihkan. Ia menyingkirkan kertas berisi ribuan kata itu pada meja di hadapannya.
"Hakham." Panggilan bernada datar itu berhasil membuat Hakham menghentikan langkahnya.
"Berapa kali Ayah harus bilang ke kamu untuk menjaga sikap saat diluar rumah?" Wiratama duduk dengan angkuh di sofa single kesayangannya.
Hakham berdecih pelan menanggapi pertanyaan yang selalu Ayahnya ucapkan setiap kali dirinya terluka.
Pria tua itu menyesap kopi hitam buatan sang istri sebelum kembali berucap, "belum ada seminggu kamu bermasalah disekolah, sekarang kamu sudah membuat masalah baru."
"Ingat Hakham kelakuan kamu itu berpengaruh sama pandangan masyarakat ke Ayah, kalo kamu masih saja berperilaku buruk bisa-bisa jabatan Ayah di cabut dari pemerintahan."
Lagi dan lagi, tidak henti-hentinya Ayah membicarakan jabatannya. Hakham sudah cukup muak dengan sikap sang Ayah yang semakin lama menjadi semakin egois dan hanya memikirkan pekerjaan.
"Yah, Hakham luka-luka sebagian ada yang memar dan itu jelas keliatan. Tapi Ayah sama sekali gak nanya keadaan Hakham?" Ia terkekeh sebelum melanjutkan ucapannya, "Urusin aja citra Ayah gak usah omelin Hakham! Hakham biar di urus Bunda aja"
"Jaga ucapanmu, Hakham!" Bentak Wiratama.
"Kamu ini susah sekali di atur. Besok kamu harus ada dirumah, ayah akan kenalkan kamu dengan seseorang. Dia memiliki minat bisnis seperti kamu, ayah rasa kalian akan cocok dan bisa belajar bisnis bersama."
Hakham mengacak-acak rambut frustasi sebelum benar-benar meninggalkan ruang keluarga. Ayahnya selalu saja bersikap menyebalkan. Keputusan Wiratama adalah keharusan yang tidak boleh dibantah bahkan istrinya pun tidak akan didengar jika berbeda pendapat.
~•~
Kini Hakham berada di kamar. Berdebat dengan Wiratama tadi sangat menguras tenaga dan emosi. Berbaring saja tidak akan menghilangkan rasa lelah ditambah badannya pegal karena berkelahi dengan Sagara.
Berbicara tentang Sagara, sejujurnya Hakham cukup kesal pada anak itu. Bisa di bayangkan betapa malunya diseret paksa di hadapan banyak orang tanpa mengenakan atasan. Sungguh, kalau saja badannya tidak pegal-pegal ia akan kembali menyerang remaja itu.
Di tengah lamunannya, tiba-tiba pintu kamar terbuka memperlihatkan seorang wanita paruh baya membawa nampan berisikan makanan. Tatapan teduh menyapa indra penglihatan Hakham membuat hatinya sedikit tenang.
"Nak, kamu gapapa? Aduh, wajah gantengnya gak keliatan dong kalo begini." Wanita itu segera menghampiri Hakham yang sekarang bersandar pada divan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Papa | Hajeongwoo ft Junghwan✓
FanfictionDi usianya yang baru genap 18 tahun, Sagara dihadapkan dengan fakta yang mengejutkan tentang kelahiran dan keluarganya. Mengetahui hal itu, membuat Sagara frustasi dan gelisah. Ia berharap bisa mengetahui kejadian di hari sebelum dirinya lahir. #Haj...