15. Tanggung Jawab

2.4K 306 34
                                    

Gallen tertawa karena berhasil menjahili Sagara, "Ini gue yang hamil, tapi lo yang ribet. Gue bercanda, ya kali gue tinggalin."

Setidaknya ada harapan dari jawaban Gallen malam ini, biarkan mereka tidur untuk menyiapkan mental akan hari esok yang mungkin saja bisa lebih gila.

~•~

Hari berikutnya, di ruang makan yang biasa di isi oleh canda gurau dari tiga penghuni Cafe, kini berubah suram tatkala para penghuninya saling mendiamkan satu sama lain

Percakapan nyaris tidak keluar dari bilah bibir ketiga orang tersebut. Hanya ada suara decitan sendok dan garpu yang saling beradu di atas piring. Bahkan, cahaya matahari yang masuk melalui jendela tidak mampu mencairkan suasana dingin itu.

Terkadang satu diantara mereka kerap mencuri pandang pada dua orang lainnya karena tidak nyaman berada di situasi seperti ini. Sagara secara sengaja mengecapkan makanan dalam mulutnya dengan keras, mencari perhatian hingga Sajiwa menjadi risih.

"Saga, makan yang benar!" Seru Sajiwa dengan nada keras lebih keras dari suara mengunyah Sagara. Seketika itu, ia menundukkan kepala ketakutan, sadar bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk mengusik suasana hati Sajiwa.

Setelahnya, pria dewasa itu berdiri, meraih bekas piring kotor di atas meja, lalu pergi mencucinya di wastafel.

"Habis makan langsung siap-siap, Daniel bakal datang 5 menit lagi," ujar Sajiwa tegas. Lantas, keduanya tanpa ragu mematuhi instruksi yang diberikan darinya dengan cepat.

Dan benar saja, dalam waktu 5 menit, Daniel sudah berada di Cafe. Dari luar tampak mobil sedan merah sudah berjemur di bawah terik matahari, siap mengantar mereka ke rumah Wiratama.

Pergi dalam perasaan gundah, menemui seseorang berstatus tinggi, tidak pernah terpikirkan olehnya seumur hidup. Sajiwa beberapa kali menghela napas panjang di mobil, mencoba meredakan perasaan khawatir dalam dirinya.

Sejak awal Sajiwa cukup pesimis dengan hasil yang akan mereka dapatkan disana. Namun saat ini ia hanya memikirkan adiknya, ia akan menjadi garda terdepan untuk Gallen.

Sementara itu, Gallen sendiri tidak pernah mengalihkan pandangannya dari jendela. Pikirannya melayang jauh, menerka-nerka kemungkinan yang terjadi di masa depan.

Bohong jika Gallen tidak sayang pada anak yang ia kandung. Justru, ia sangat menyayanginya melebihi dirinya sendiri. Ia hanya ingin Hakham menerima anaknya dengan sepenuh hati.

Harapan agar anaknya dapat tumbuh bersama kasih sayang dari kedua orang tua adalah mimpi Gallen sedari dulu. Ia tidak mau anaknya tumbuh tanpa orang tua, sepertinya.

Lamunan panjang itu terhenti saat mobil milik Daniel sudah berhenti tepat didepan rumah Hakham. Sajiwa memarkirkan mobil sedan itu di luar. Satu-persatu dari mereka mulai turun dan berdampingan masuk menuju pekarangan rumah Wiratama.

Helaan napas keluar beriringan dengan langkah gelisah milik Gallen. Halaman luas itu seakan memberikan waktu untuknya menyiapkan diri, sebelum menghadapi apa pun yang menanti di balik pintu besar itu.

Sagara, yang memang memperhatikan tingkah tidak tenang Sang Papa, akhirnya mencoba meraih sebelah tangannya untuk di genggam. Ia berusaha menenangkan Gallen,

"Kita perjuangin bareng-bareng, ya." Ucap Sagara lembut namun penuh keyakinan.

Ucapan Sagara bukan semata-mata sebagai mantra penenang, tapi juga sebuah bentuk komitmen untuk berjuang bersama-sama.

Young Papa | Hajeongwoo ft Junghwan✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang