07.

129 19 0
                                    

Setelah membersihkan diri di kamar mandi ruangan lain, Park Soobin naik ke atas untuk mengecek keadaan Sohyun. Dirinya masih dibuat tidak percaya akan tindakan Seola yang dengan mudahnya mengangkat tangan pada putri mereka.

Saat mencapai kamar Sohyun, wanita paruh baya itu melihat Sunghoon keluar dari ruangan yang sama, terlihat menutup pintu dengan hati-hati.

"Sudah harus kembali Sunghoon-ah?" Ucap Soobin memperhatikan penampilan Sunghoon, dengan jaket, topi, dan masker.

"Eoh bunda, kami ada evaluasi besok pagi, jadi harus kembali sekarang." Jawab Sunghoon setelah menutup pintu kamar Sohyun.

"Baiklah, jangan lupa membawa vitamin yang sudah bunda siapkan, sudah berpamitan dengan saudari mu?" Soobin kini terlihat membenarkan topi sang putra yang terlihat miring, sedikit kesulitan mengingat perbedaan tinggi antara dirinya dan Sunghoon.

Dengan kooperatif, Sunghoon sedikit membungkukkan badannya sehingga sang bunda tidak kesulitan. "Dia tertidur, aku akan menelponnya besok sebelum evaluasi ku dimulai."

Dirasa sudah semuanya, Sunghoon beranjak untuk turun ke bawah, tidak sampai dia mendengar sang bunda berkata, "Sunghoon-ah, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, kami akan menjadi orang pertama yang memberi mu selamat saat dirimu berhasil. Tapi perlu kau ingat, bahwa kami selalu mendukung mu saat kau lelah dan ingin beristirahat."

Langkah kakinya berhenti, dirinya mendengarkan dengan baik pesan sang bunda. Dibalikkan tubuh tegapnya dan berjalan kembali menuju Soobin. Direngkuhnya erat tubuh mungil sang bunda. Bahu tegap itu diberi tepukan pelan oleh Soobin. "Arasseo, aku akan mengingatnya," jawab Sunghoon.

"Berpamitan lah pada eomma mu, dia akan sedih jika putra kesayangannya tidak berpamitan dengannya." Minta Soobin kepada sang putra yang masih ada dalam dekapannya.

"Hmmm," balas Sunghoon dengan sedikit anggukan yang bisa Soobin rasakan. Dilepaskannya pelukan itu.

"Aku pergi, annyeong bunda." Pamit sang putra setelah mengecup singkat pipi Soobin. Tiga tahun berlalu, tapi dirinya akan tetap merasa kehilangan saat putranya berpamitan untuk kembali ke dorm milik agensi.

Seusai menghapus sedikit air mata di ujung mata dan menenangkan diri, Soobin memasuki kamar Sohyun. Gelap gulita, bahkan lampu tidur di atas nakas tidak dinyalakan. Perlu beberapa menit bagi Soobin untuk menyalakan lampu nakas. Dihampirinya Sohyun yang sedang tertidur lelap.

Mendudukkan dirinya di pinggir kasur, Soobin kemudian mengusap pelan kepala sang putri. Terlihat sekali bekas kemerahan yang menghias pipi Sohyun. Diusapnya pelan bekas tamparan itu, "Pasti menyakitkan, maafkan tangan eomma yang sudah lancang menampar mu, juga maafkan bunda karena baru mengecek keadaan mu sekarang." Ringis Soobin saat membelai lembut bekas itu. Hatinya sakit melihat sang putri.

Usapan-usapan yang diberikan Soobin ternyata sedikit mengganggu tidur Sohyun. Perlahan ia membuka matanya saat menyadari bahwa ada orang lain di dalam kamarnya. Melihat Sohyun sudah membuka mata, Soobin segera bertanya, "Sudah makan malam?" yang dijawab gelengan oleh Sohyun. Dirinya memang belum beranjak dari kasur sejak insiden menangis tadi.

"Tunggu sebentar, akan bunda panaskan dulu makanannya dan mengambil kompresan untuk ini," ucap Soobin sambil mengecup bekas tamparan di pipi sang putri. Lalu segera beranjak untuk menyiapkan makan malam Sohyun.

Tidak sampai setengah jam, Soobin sudah kembali ke kamar Sohyun dengan nampan berisi makanan dan kompresan. Dilihatnya Sohyun yang tengah duduk bersandar pada kepala tempat tidur.

"Biar bunda kompres lebih dulu pipi mu sehingga tidak sakit saat makan." Dengan hati-hati, Soobin mengompress pipi Sohyun untuk mengurangi bengkak dan nyerinya.

Di sela-sela kompresan, tangan Soobin terlihat berhenti bergerak saat melihat Sohyun yang kini menangis. "Apakah bunda terlalu keras menekannya?" Kagetnya.

Sohyun menyadari bahwa dirinya terlalu emosional sekarang, membuat dirinya harus menumpahkan air mata di depan sang bunda. "Ani, tidak sama sekali, tamparan eomma bahkan tidak menyakitkan sama sekali, tapi disini, serasa ada sesuatu yang menusuk dadaku." Jelas Sohyun sambil menekan dada kirinya.

Mengambil napas sejenak, Sohyun kembali berucap, "Mengapa selalu bunda yang meminta maaf atas perbuatan eomma!? Kenapa aku hanya merasa bunda saja yang memberiku kasih sayang, wae? Apa bunda pikir aku tidak tau siapa yang menungguku di ruang tamu setiap aku pulang pagi?" Dengan sesenggukan, kalimat demi kalimat itu diucapkan.

"Mianhe Sohyun-ah."

"Jangan meminta maaf, minta kepada istri bunda, Kim Seola, untuk meminta maaf padaku dan menjalankan tugasnya sebagai orang tau dengan baik."

"Aku merindukan eomma yang dulu, bunda." Tangisnya kembali pecah di dalam dekapan sang bunda. Dadanya sakit mengingat kembali tentang Seola yang dulu, jauh sebelum rasa tidak suka pada sang eomma tumbuh.

Dulu, eomma adalah orang yang paling ia sukai, dirinya akan merengek kepada Seola setiap kali ingin meminta ice cream, memintanya untuk membacakan cerita pengantar tidur, Seola juga yang akan membujuknya untuk berhenti menangis dengan cara menggendongnya di atas punggung tingginya dan mengajaknya mengelilingi halaman rumah mereka. Tapi semuanya berubah saat ia berada di kelas lima SD, eomma akan memarahinya saat ia merengek kepadanya, tidak ada lagi canda tawa di antara keduanya, justru Seola lah yang banyak membuat Sohyun menangis, bahkan hingga kini.

Merasa bahwa Sohyun sudah sedikit lebih tenang, Soobin mengambil alih pembicaraan. "Kau tau Sohyun-ah, eomma mu adalah orang paling bahagia dengan kelahiran mu. Lama kami berusaha, sebelum akhirnya setelah tiga tahun pernikahan bunda dan eomma, kami mendapatkan kabar baik terkait kehamilan bunda."

Melihat bahwa Sohyun tertarik dengan ceritanya, Soobin melanjutkan. "Eomma mu bahkan tidak berhenti pamer kepada teman-temannya bahwa dia akan memiliki seorang putri, hah kembaran mu akan cemburu saat mendengar ini, bahwa dirinya bahkan dilupakan." Sedikit terkekeh saat ia mengingat tingkah Seola dulu.

"Eomma juga lah yang memberikan nama Sohyun kepada putri kecilnya itu. Jadi, bukan berarti eomma tidak menyayangi mu Sohyun-ah, mungkin eomma sedang lelah dengan pekerjaannya sehingga mengabaikan mu. Kita akan membicarakan hal ini dengannya nanti, bagaimana menurut mu, hmm?" Tanyanya lembut pada sang putri.

Pertanyaan itu justru diberi gelengan lembut oleh Sohyun, egonya menentang untuk berbaikan lebih dahulu dengan sang eomma, ia merasa sebagai orang tau, Seola lah yang harusnya membujuknya lebih dahulu.

"Baiklah, bunda mengerti. Sekarang mari makan, bunda suapi, kau belum makan apapun sejak makan tadi. Setelahnya tidur lah kembali." Ucap Soobin, mengambil piring yang ada di atas nakas.

The Words Didn't I Say - SOXIN's TripleSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang