15.

119 20 1
                                    

Membawa secangkir americano panas, Seola masuk ke dalam ruangan sang putri dan mendapati Sohyun telah berpindah tempat.

Sohyun meletakkan kepalanya di atas punggung tangannya yang tidak dipasang jarum infus, berada tepat di sebelah Xinyu yang masih setia menutup mata.

Tau bahwa Sohyun akan menolak jika disuruh untuk pindah kembali ke atas kasur, Seola membiarkan saja, memilih untuk duduk di samping sang istri yang sudah tertidur lelap dan sesekali menyesap kopi di tangannya.

Pagi menyingsing, matahari mulai kembali terbit saat bulan muncul di belahan bumi lain. Ramai kendaraan mulai terdengar telinga. Suara orang mengobrol terdengar kembali seolah berusaha menyingkap keheningan malam sebelumnya.

Bulu mata panjang itu bergetar pelan, perlahan kelopak matanya terbuka, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk, lalu mengedarkan pandangannya pada sekeliling ruangan.

"Mma, mama." Ucapnya pelan sambil menahan serak di tenggorokan.

Mencoba menggerakkan tangannya, Xinyu baru sadar bahwa tangannya berada dalam genggaman seseorang, ehh, batinnya.

Gerakan kecil Xinyu membangunkan Sohyun dari tidurnya. Mengumpulkan seluruh kesadaran, atensinya jatuh pada genggaman tangan keduanya. Cepat-cepat dilepaskan genggaman itu.

"Mianhe, aku tidak sengaja, senang kau sudah sadar, apakah ada yang membuat mu tidak nyaman?" Tanyanya pada Xinyu.

Tenggorokan Xinyu sangat kering sekarang, "Shui," ungkapnya dalam bahasa Cina untuk meminta air.

"Apa?? Aku tidak mengerti ucapan mu." Sohyun cemberut karena tidak mengerti apa yang Xinyu coba bicarakan. Selain karena suaranya terlalu kecil, juga karena pengucapan yang tidak kelas.

Mendekatkan telinganya ke depan bibir gadis itu, "Bicaralah."

Takut gadis di depannya tidak mengerti, Xinyu akhirnya berbicara, "Beri aku air," dalam bahasa Inggris.

Mengambil air di atas nakas, dan menyiapkan sedotan untuk memudahkan Xinyu minum. Menekan tombol di samping kasur, Sohyun menyesuaikan tingkat kemiringan kasur sehingga Xinyu merasa nyaman. Lalu dibawanya gelas air mendekat Xinyu.

Mendengarkan suara dari arah kasur, Seola bangun dari tidurnya, padahal baru sejam yang lalu dirinya tertidur.

Medekat ke arah keduanya, Seola melihat Sohyun yang sedang meletakkan kembali gelas air di atas nakas. Melirik tangan Sohyun yang terpasang jarum infus, Seola terkejut menemukan darah di sana. Mendekati interkom, Seola berkata, "Pasien Park Sohyun mengalami perdarahan pada lengan yang diinfus, tolong segera datang dan periksa."

Sohyun yang menjadi subjek pembicaraan justru baru sadar bahwa pada bagian tangan yang terinfus sudah mulai mengeluarkan darah. Semua fokusnya ada pada Xinyu, sehingga dirinya bahkan tidak merasa sakit.

Dua wanita paruh baya yang ada di sofa, terbangun satu persatu. Melihat bahwa sang putri sudah sadar, Lee Ji-Ah segera menghampirinya. "Xin-er, syukurlah kau sudah sadar, sayang." Ucap sang ibu sambil mengelus sayang kepala Xinyu.

"Maafkan aku, seharusnya aku tidak membuat eomma khawatir." Sesal Xinyu, berpikir bahwa pasti ibunya merasa khawatir saat mengetahui ia mengalami kecelakaan.

"Sstt, jangan meminta maaf." Lee Ji-Ah langsung memotong ucapan Xinyu.

"Eomma, bagaimana dengan papa?"

Ini lah yang ditakutkan Nyonya Zhou, Xinyu bertanya tentang Zhou Xinhan. "Xin-er, untuk sekarang mari pulihkan tubuh mu dahulu okay."

"Tidak, aku ingin kembali dan bertemu papa." Xinyu berusaha bangkit tapi dada kirinya mendadak sakit saat ia mencoba bergerak.

"Andwe andwe, jangan banyak bergerak!"
Sohyun segera menahan Xinyu untuk kembali berbaring setelah melihat gadis itu mengerang kesakitan sambil memegang dadanya.

Menggunakan tangan yang tidak terinfus, Xinyu mendorong pelan Sohyun, "Jangan menyentuh ku, karena mu lah aku tidak bisa menemui ayahku." Suara dingin itu terdengar di telinga Sohyun yang terhuyung ke belakang. Beruntung Seola segera menangkapnya.

"Permisi, kami akan melakukan pemeriksaan pagi pada pasien Zhou Xinyu dan Park Sohyun." Interupsi perawat dan dokter.

"Silahkan dokter."

"Segera setelah satu jam, cairan infus Nona Park akan selesai dan bisa dilepas." Ucap salah satu perawat yang sedang memeriksa Sohyun.

"Baik, terima kasih untuk bantuannya." Soobin mengucapkan terima kasih pada perawat itu dan dengan tenang duduk di kursi yang disediakan untuk pengunjung.

Sohyun sendiri memusatkan perhatian pada dokter yang sedang memeriksa Xinyu. "Sementara ini, mohon untuk tidak banyak bergerak, jahitan operasi masih belum kering dan dikhawatirkan terjadi perdarahan jika terlalu banyak gerakan dilakukan."

"Obat untuk mempercepat pengeringan luka dan pereda nyeri akan dikirimkan setiap pagi oleh salah satu perawat dan aturan minum juga akan dijelaskan nanti. Saya permisi dan semoga lekas sembuh." Pungkas dokter dan berjalan keluar diikuti beberapa perawat.

Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, Soobin beranjak pergi untuk membuatkan sup ginseng bergizi untuk Sohyun dan Xinyu. Dirinya pergi ditemani Seola.

"Xin-er, jangan bersikap seperti tadi kepada Sohyun. Dirinya tidak bermaksud melukai mu saat kecelakaan terjadi, dia juga terluka bukan?"

Lee Ji-Ah sebelumnya merasa sangat tidak enak di depan Soobin dan Seola karena sikap putrinya. Keluarga itu sudah meminta maaf dan bahkan menanggung semua biaya medis Xinyu. Jadi tidak ada alasan untuk tidak memaafkan mereka.

"Istirahatlah, jangan banyak berpikir dan bergerak, eomma harus pergi untuk membersihkan diri. Eomma akan kembali sebelum sarapan mu diantar."

Lee Ji-Ah berpamitan pada sang putri dan juga Sohyun yang terlihat sedang memperhatikan keduanya. "Sohyun-ah, bibi akan keluar sebentar, kalian berdua bisa istirahat."

Satu jam berlalu.

Seorang perawat perempuan datang dan melepas infus Sohyun. Lalu pergi setelah semua proses selesai. Tak sampai lima menit, dua orang perawat datang mengantar sarapan dan beberapa obat.

Melihat tidak ada wali pasien di dalam ruangan, mau tidak mau perawat itu berbicara kepada Sohyun. "Lima belas menit setelah sarapan, Nona Zhou bisa meminum obatnya."

"Ne, terima kasih." Sohyun menjawab dengan senyum kecil.

Mengambil sarapan bagiannya, Sohyun segera makan, walaupun agak sedikit hambar untuknya. Dalam hati, Sohyun ingin membantu Xinyu untuk sarapan, tapi mengingat penolakan sebelumnya, dirinya mengurungkan niat itu.

Sedangkan Xinyu yang sejak tadi sudah kelaparan, hanya mampu melihat gadis di ranjang sampingnya dengan lahap memakan sarapan. Sedikit menelan ludah, Xinyu dengan berani berkata. "Hei, kau tidak berniat membantuku?"

Sohyun yang sedang menyendok makanan sedikit menghentikan gerakannya, menaruh makanan di atas nakas, tanpa kata dirinya mengambil makanan Xinyu dan duduk di kursi sebelah ranjang.

"Park Sohyun, lain kali kau bisa memanggilku Sohyun, jangan memanggilku dengan sebutan 'hei', okay. Sekarang, aaa buka mulut mu." Sendok di tangan Sohyun sudah diarahkan di depan mulut Xinyu.

Mengingat pesan sang ibu, Xinyu tidak lagi bersikap dingin pada Sohyun. "Baiklah, Sohyun."

Mendengar itu, Sohyun yang sedang fokus menyendok makanan untuk Xinyu seketika tersenyum. Akhirnya dia tidak lagi tak acuh padaku, pikirnya.

"Hmm, ayo lanjutkan makan mu lalu minum obat agar kau segera pulih."

.
.
.
.
.
.
.

NOTES
Shuǐ atau 水, dalam bahasa Cina berarti air.

The Words Didn't I Say - SOXIN's TripleSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang