28.

91 18 0
                                    

Setelah sarapan, Xinyu dan sang ibu pergi ke bandara diantar oleh Lu Ziyu. Ya, Lu Ziyu meminta untuk mengantar mereka, untuk yang terakhir kalinya.

Xinyu merasakan deja vu. Kurang dari satu bulan dirinya ada di bandara ini, bandara yang sama saat ayahnya dan paman Lu mengantarnya pergi. Sekarang dia berada di tempat sama, walaupun tidak ada ayahnya.

Xinyu duduk bersebelahan dengan Sohyun di kursi tunggu, keduanya dengan serius mendiskusikan sesuatu sambil melihat layar handphone Xinyu. Menyisakan Lee Ji-Ah dan Lu Ziyu.

Sesaat sebelum pergi, Lu Ziyu memanggil Lee Ji-Ah, "Kakak ipar, ya, aku akan memanggilmu seperti ini mulai sekarang. Terima kasih untuk semua bantuan mu, tapi aku benar-benar merasa tidak enak jika harus mengambil begitu banyak uang darimu."

Lee Ji-Ah ingin memprotes begitu mendengar ucapan pemuda yang sudah dianggap sebagai adiknya sendiri. Memberikan sebuah amplop kepada Lee Ji-Ah, Lu Ziyu segera berkata, "Hanya ini yang bisa kuberikan padamu sebagai adik, jangan menolaknya."

Begitu saja, Lu Ziyu pergi tanpa memberi kesempatan Lee Ji-Ah untuk mengatakan apapun atau membuka amplop itu.

Lee Ji-Ah dan dua lainnya segera melakukan pemeriksaan dan naik ke pesawat. Saat pesawat lepas landas dan berada mantap di udara, barulah Lee Ji-Ah memiliki kesempatan untuk membuka amplop yang diberikan oleh Lu Ziyu. Hanya dua kertas di sana, pertama-tama dia membuka kertas yang lebih kecil.

'Aku tidak tahu harus membalasmu dengan apa, tapi aku kira hal ini akan berguna bagi kalian, terutama setelah mendengar ucapan mu tempo hari tentang membuka bisnis begitu sampai di Korea. Aku mengenal seorang teman di Korea dan kebetulan dia menjual rumahnya dan pindah ke daerah lain. Aku merasa lokasi ini sangat bagus jika kakak ingin membuka bisnis, lokasinya ada di daerah padat perkantoran dan sekolah. Aku berharap kau menerima hadiah tulusku.'

Surat itu ditulis dengan rapi, khas tulisan tangan Lu Ziyu. Biasanya laki-laki cenderung memiliki tulisan tangan yang kurang bisa dibaca dengan jelas, tapi tidak dengan tulisan tangannya, pekerjaan menjadikannya mahir menulis tangan. Di akhir surat, ada nama Lu Ziyu sebagai penutup surat.

Lee Ji-Ah segera membuka kertas lainnya, dan benar adanya, bahwa kertas tersebut berisi pemindahan kepemilikan bangunan di pusat kota Seoul. Dia memang belum merencanakan akan tinggal dimana, karena niatnya adalah mencari hotel untuk menginap sambil mencari apartemen untuk ditinggali berdua dengan Xinyu. Tapi bantuan tidak terduga Lu Ziyu sangat membantunya dalam mengatasi salah satu masalah. 

Setelah tiba di bandara Incheon, selagi menunggu Xinyu dan Sohyun mengambil koper mereka, Lee Ji-Ah mengeluarkan ponselnya dan mengetik ucapan terima kasih kepada Lu Ziyu, tapi tidak ada balasan dari pihak di seberang sana.

Melewati proses imigrasi, ketiganya segera berjalan untuk keluar dari bandara. Situasi berbeda dialami gadis-gadis di depan Lee Ji-Ah, entah sejak kapan keduanya menjadi semakin lengket. Contohnya saat ini, saat Xinyu melingkarkan lengannya di leher Sohyun yang berada di depannya saat ketiganya diam di eskalator untuk turun. Bahkan sesekali Xinyu akan menyandarkan kepalanya di bahu Sohyun. Beranjut dengan Sohyun yang mengaitkan lengannya dengan lengan Xinyu saat menuju area penjemputan.

Kaitan lengan keduanya baru terlepas saat Sohyun melihat Soobin yang berdiri menunggunya, dia segera berlari dan memeluk sang bunda. Kurang dari seminggu, tapi kerinduan di matanya begitu terpancar saat melihat Soobin.

"Ayo antar Xinyu dan bibi Ji-Ah lebih dahulu," Sohyun menyarankan Soobin.

"Tidak perlu, kami akan naik taksi untuk ke sana, kau pasti lelah Sohyun-ah, jadi segeralah pulang." Lee Ji-Ah tidak ingin lagi merepotkan keluarga itu, jadi dia segera menolak begitu mendengar ucapan Sohyun. 

The Words Didn't I Say - SOXIN's TripleSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang