Siang hari berlalu dengan cepat.
Ada beberapa teman yang ditemui Sohyun di sekolah, walaupun hari minggu, masih banyak siswa yang dengan senang hati berada di sana, entah untuk mengikuti kegiatan club sekolah, melakukan eksperiman laboratorium, ataupun sekedar bermain di lapangan olahraga.
Setelah mendapat barang-barangnya, Sohyun meninggalkan kunci lokernya dan pergi menemui Nakyoung yang menunggunya di luar sekolah. Ada aturan bahwa tidak etis bagi seorang siswa mengendarai sepeda motor. Bahkan ada anggapan dari masyarakat bahwa siswa yang mengendarai motor adalah anak nakal. Tapi mereka berdua tidak terlalu menganggap hal tersebut, hidup mu akan sengsara jika mengikuti standar orang lain, itulah pikiran mereka berdua.
Motor jenis Hyosung Aquila yang mereka kendarai melaju cepat di jalanan, bahkan bisa dikatakan mengebut. Dari arah belakang, Sohyun berteriak pada Nakyoung agar memelankan motor itu, tapi Nakyoung seperti kesurupan dan tidak mendengar apapun.
"Jika kau tidak mengurangi kecepatannya, aku akan melompat!" Ancamnya saat kehabisan cara, bukannya tidak percaya pada kemampuan Nakyoung, mereka memang sering balapan, tapi hal itu dilakukan di sirkuit profesional, bukan jalanan umum. Sohyun masih waras bahwa mereka bisa saja terlibat dalam kecelakaan lain.
Ban yang bergesekan dengan aspal jalan terdengar nyaring, saat Nakyoung menarik tuas rem. Sohyun turun dan bertanya padanya apakah dia tidak waras dengan mengebut di jalan raya. Tapi yang diajak bicara hanya diam saja dan mengarahkan pandangannya ke arah lain.
"Apakah kau ingin kita berdua celaka?" Sohyun mengusap gusar wajahnya karena Nakyoung masih diam.
"Baiklah, jangan bicara jika tak ingin."
Sohyun menarik tubuh Nakyoung untuk turun, mengambil alih kemudi dan membonceng sahabatnya. Persetan dengan hukumannya, dia tidak akan ketahuan selama tidak melewati titik-titik dengan kamera pengawas lalu lintas. Dia tidak mau terjadi sesuatu karena membiarkan Nakyoung mengendarai motor itu.
Setelah melewati gang-gang sempit, Sohyun memarkirkan motor miliknya di basement apartment tempat Nakyoung tinggal. Memberikan kunci tersebut padanya dan pergi dari sana.
Sohyun memberi waktu pada Nakyoung, karena dia tidak mau berbicara dengannya maka Sohyun tidak memaksanya, terkadang ada beberapa hal yang tidak bisa dibicarakan walaupun dengan sahabat.
-------
Sohyun ingin bertanya pada Seola tentang motornya yang diberikan kepada Nakyoung, tapi hari itu dia tidak menemukan eommanya. Jadi masalah itu dilempar ke belakang.
Senin pagi ini terlihat berbeda. Sohyun tidak lagi bangun siang, dia akan kembali bersekolah hari ini. Menggunakan seragam sekolah berwarna biru bergaris putih di bagian rok dan atasan putih, dia turun ke bawah untuk sarapan.
Hanya ada Soobin di sana, sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuknya. Setelah sarapan pagi itu Sohyun ingin pergi, ia tidak ingin tertinggal bus, mengingat tidak ada kendaraan yang bisa ia gunakan. Tapi sang bunda menghentikannya, mengatakan bahwa mulai hari ini dia akan diantar jemput oleh supir yang disiapkan kakeknya.
Pada awalnya Sohyun ingin menolak, dia tidak ingin begitu mencolok di sekolah, tapi ucapan Soobin membuatnya hanya bisa setuju.
"Kau tidak akan bisa berangkat bersama Xinyu jika tidak menggunakan mobil."
Jadi begitulah alasan dia berada kursi belakang mobil yang melaju menuju rumah Xinyu. Sohyun baru tau bahwa mereka berdua akan berada di sekolah yang sama. Senyum terbit di bibirnya saat memikirkan bahwa dia bisa terus bersama Xinyu.
Hanya butuh 10 menit bagi supirnya untuk mengantarnya sampai ke sana.
Sampai di sebuah bangunan berlantai dua, Sohyun memastikan alamat yang diberikan oleh Soobin adalah benar. Dia berjalan mendekat, melihat bahwa lantai pertama adalah sebuah kedai kosong. Masuk ke dalam, Sohyun mendapati Lee Ji-Ah berkutat dengan meja-meja yang ada di sana.
Mendengar langkah seseorang, orang yang sedang membersihkan meja itu mengangkat kepalanya, segera tersenyum saaat melihat Sohyun.
"Apakah kau menjemput Xinyu? Ibu mu mengirimkan pesan kepada bibi, tunggulah di depan, terlalu berdebu di sini, seragam mu akan kotor."
"Apakah kalian akan membuka kedai makanan?" Bukannya menurut, Sohyun berdiam di sana, bertanya pada ibu Xinyu.
"Benar, ingatlah untuk datanglah saat pembukaan nanti." Lee Ji-Ah menjawab dengan kooperatif dan melanjutkan kegiatannya. Sohyun mengangguk antusias.
Tidak sampai lima menit, dari arah dalam, Xinyu keluar, menggunakan seragam yang sama dengan Sohyun, dia terlihat rapi dan segar. Xinyu melihat Sohyun sudah ada di sana, mengatakan bahwa mereka akan berangkat bersama.
Xinyu tidak terlalu terkejut, karena ibunya memberitahunya bahwa Sohyun akan datang. Keduanya berjalan bersama ke arah mobil yang terparkir di seberang jalan. Bayangan mereka terlihat di tanah saat matahari pagi menyinari bagian belakang tubuh kedunya. Menciptakan sedikit kontras karena perbedaan tinggi badan mereka.
-------
Jinyoung High School.
Sohyun pernah mendengar tentang sekolah ini. Sekolah khusus perempuan, memang tidak sedikit sekolah seperti ini di Korea, tapi SMA Jinyoung berbeda, berita mengatakan bahwa murid yang diterima disini hanya berasal dari dua golongan, entah itu cerdas atau kaya.
Kejutan melintas di mata Sohyun saat melihat plakat besar yang ada di depan sekolah. Mengapa orang tuanya mendaftarkannya ke sini, pikirnya. Tapi yang tidak diketahui olehnya adalah, bahwa bukan orang tuanya yang memilih sekolah ini, tapi Park Taehyun.
Keduanya berjalan melewati gerbang sekolah saat mobil yang mengantar mereka pergi menjauh. Ada beberapa siswa yang menggunakan ban lengan dengan logo SMA Jinyoung yang tercetak di atasnya, Komite Disiplin.
Sosok perempuan tinggi, berambut hitam legam dan panjang memperhatikan setiap siswa yang masuk ke dalam halaman sekolah. Tak segan dirinya akan menghentikan murid yang tidak memakai atribut dengan lengkap.
"Kau yang di sana, jangan kira dengan bersembunyi kau bisa lolos." Ancaman itu diberikan kepada seorang gadis yang berjalan mengendap di balik tubuh temennya, dengan tubuh jangkungnya, gadis itu jelas terlihat. Dengan cengiran menyebalkan, dia menyuruh temannya untuk masuk lebih dahulu, dia sendiri berjalan pelan ke arah jajaran komite disiplin.
"Apa aku berbuat salah hari ini?"
"Setidaknya buka matamu sebelum berangkat, kau jelas tidak memakai dasi." Geram anggota komite, gadis di depannya itu tidak menggunakan dasi seperti murid lain dan bahkan dua kancing bagian atas dibiarkan terbuka, memperlihatkan kaos putihnya.
"Bisakah kau tidak begitu ketat, Kak? Ini baru hari pertama, dan kau sudah siap menambah poin merahku di catatan disiplin." Gadis itu melihat sekeliling, betapa malunya dia jika hanya sendirian dicegat komite disiplin di hari pertama. Matanya berbinar saat menemukan target untuk diseret ke dalam keributan pagi ini.
"Kak Karin, lihat di sana, dua orang itu tidak memakai tanda pengenal, cepat hentikan mereka."
"Ya! An Yujin, jangan menyeret orang tak bersalah bersama mu." Karina, yang merupakan Ketua Komite Disiplin sangat tau tabiat Yujin, murid nakal yang selalu melanggar aturan. Trik seperti ini sering digunakan olehnya untuk mengalihkan perhatiannya sehingga dia bisa lolos. Tapi dia tidak akan tertipu lagi.
Karina tetap memusatkan perhatiannya pada tablet yang dibawanya, mencari nama An Yujin untuk memberi poin hukuman.
Yujin yang kali ini benar-benar jujur, merasakan rasa frustasi. Tidak kehilangan akal, dia menyenggol temannya, yang merupakan wakil ketua Komite Disiplin dan memberitahu tentang dua murid yang tidak memakai tanda pengenal.
Wakil ketua yang sedang fokus pada tablet di tangannya, menoleh dan menjawab pelan, "wae?"
Memberi isyarat dengan kedua matanya, Yujin akhirnya melihat wakil ketua bereaksi dan menghampiri dua murid tadi.
![](https://img.wattpad.com/cover/370659790-288-k307636.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Words Didn't I Say - SOXIN's TripleS
Fanfic"Aku tau orang akan datang dan pergi dalam fase hidup kita, tapi bisakah dirimu menetap dan tidak pergi?" - Zhou Xinyu "Maafkan aku, maaf sudah lancang dan berani mencintaimu. Seharusnya aku tidak membuat hubungan ini menjadi rumit." - Park Sohyun ...