CHAPTER 34

411 46 26
                                    

Trigger Warning! Suicide attempt!!!

     Semakin hari keadaan Li Lianhua semakin memburuk. Dengan hilangnya kemampuannya untuk berbicara, membuatnya lebih emosional. Setiap hari yang Fang Duobing lihat di wajah cantiknya bukanlah senyum, melainkan pipi yang basah karena air mata  dan tatapan mata yang kosong.

Pagi itu seperti biasa Wen Kexing dan Fang Duobing memasak di dapur, sedangkan Zhou ZiShu tengah sibuk membaca buku-buku catatan medis kuno untuk Li Lianhua.

Fang Duobing berniat masuk kedalam kamar untuk memberikan Li Lianhua sarapan, namun yang ia dapati justru mengagetkan dirinya.

Li Lianhua melayang di langit-langit kamar dengan kain yang melilit lehernya.

"LI LIANHUA!!!!!!"

Fang Duobing melemparkan nampan berisi makanan ke sembarang tempat.

"TUAN ZHOU! TUAN WEN!" Jerit Fang Duobing.

Zhou ZiShu dan Wen Kexing berlari karena teriakan Fang Duobing, dan wajah mereka menggambarkan keterkejutan.

Zhou ZiShu menahan kaki Li Lianhua bersama Fang Duobing, sedangkan Wen Kexing melempar kipasnya untuk memotong tali pada leher Li Lianhua.

Ketika tali itu terpotong , Li Lianhua jatuh ke tanah dan mulai menangis dengan napas terputus.

"APA YANG KAU LAKUKAN NAK! KAU INGIN MATI! KALAU KAU INGIN MATI BAWA AKU BERSAMAMU!"

Wen Kexing mengguncangkan tubuh anaknya. Li Lianhua mulai menggaruk-garuk lehernya dengan kuat hingga kuku-kukunya menorehkan luka pada leher pucat itu

"Hentikan nak hentikan!" Wen Kexing memegangi kedua tangan Li Lianhua.

"Lao Wen bawa dia ke atas kasur dan pegangi dia. Fang Duobing ambil tali" Perintah Zhou ZiShu.

"Hah-" Fang Duobing kaget, namun Ia menuruti perkataan Zhou ZiShu dan berlari untuk mencari tali.

Wen Kexing menyeret anaknya untuk berjalan ke arah kasur. Tangisan tanpa suara dari Li Lianhua terdengar lebih menyakitkan daripada tangisan biasa. Membuat hati Wen Kexing berdenyut sakit melihat penderita anaknya itu.

Tidak lama Fang Duobing masuk sambil membawa tali tambang di tangannya.

"Tuan Zhou ini talinya"

Zhou ZiShu mengangguk, lalu dengan sigap Ia menotok syaraf leher Li Lianhua dan membuatnya jatuh pingsan di pelukan Wen Kexing.

"Baringkan dia"

Wen Kexing menuruti perkataan Zhou ZiShu dan menidurkan Li Lianhua di atas kasur.

Zhou ZiShu mulai mengikatkan tali yang dibawa Fang Duobing pada kasur dan tangan Li Lianhua.

"A-Xu-"

"Tidak ada pilihan lain, Lao Wen. Hatiku juga sakit melakukan ini pada anak kita. Tapi jika kita tidak begini, kita bisa kehilangan dirinya"

Bahkan di dalam tidurnya, Li Lianhua masih bisa menangis, rengekan yang berhasil terdengar oleh mereka bertiga, benar-benar menyayat hati orang-orang yang benar-benar mencintainya.

Setelah selesai, dan dirasa cukup kuat, akhirnya Zhou ZiShu bangkit. "Aku ingin keluar sebentar"

Kaki-kaki Zhou ZiShu sudah tidak bisa menahan tubuhnya lagi. Hanya beberapa langkah dari kamar Li Lianhua, Zhou ZiShu sudah tersungkur di tanah sambil memegangi dadanya.
Ia mulai menangis, dadanya sesak melihat keadaan anaknya dan keluarganya hancur.

"Dengan tangan ini, aku mengikat anakku dengan tangan ini. Seharusnya aku tidak menemuinya dulu" Sesal Zhou ZiShu.

Fang Duobing yang berjalan keluar mencari Zhou ZiShu, langsung membatu melihat keadaan Zhou ZiShu sekarang. Dirinya yang selalu tabah dan kuat, tapi sebenarnya adalah yang paling hancur ketika melihat keadaan Li Lianhua.

Fang Duobing mengepalkan tangannya, seakan-akan ada kekuatan asing yang sangat besar dalam dirinya. Fang Duobing berjalan pergi dan langsung terbang tinggi, menghilang entah kemana.
.
.
.
.






    Helian Yi sedang menikmati indahnya hari sembari menyesapi secangkir teh panas. Tiba-tiba seorang ajudan mendatanginya, dengan wajah pucat Ia berbisik pada Helian Yi.

"Duan Peng Ju tewas, seluruh pegawai di manor anda tewas, Pangeran"

Helian Yi membelalak. "APA!?" Teriaknya

Sekejap mata, langit berubah menjadi gelap seperti ada badai yang akan datang menghampiri. Kilat dan guntur mulai beradu suara.

"Kenapa tiba-tiba jadi mendung?" Helian Yi bertanya bingung.

Tap.

Fang Duobing mendarat dengan mulus tepat di depan pintu kediaman Helian Yi. Entah dari mana dan bagaimana ia bisa menemukannya.
Ketika Fang Duobing sampai, hujan pun turun dengan deras.

Bukan. Ini bukan hujan biasa. Melainkan hujan berwarna merah yang lengket dan berbau amis.

Hujan darah.

Seluruh warga sekitar kediaman Helian Yi menjadi panik, tidak terkecuali para pelayan Helian Yi.

"HUJAN DARAH! HUJAN DARAH!" Teriakan mereka terdengar di seluruh tempat.

Helian Yi melihat dari atas balkonnya dan langsung panik.

"Bagaimana bisa?!"

Helian Yi lalu berbalik bermaksud ingin masuk kedalam kamarnya, namun ia terlambat. Fang Duobing sudah berdiri tepat di depannya, dengan baju yang dibasahi darah.

"Tuan- Tuan muda Fang?!"

Tanpa aba-aba Fang Duobing mencekik Helian Yi dan melemparkan tubuhnya ke halaman depan.

Hujan darah pun semakin deras, Helian Yi merasakan panas diseluruh tubuhnya ketika kulitnya bersentuhan dengannya. Tetesan demi tetesan jatuh tepat di atas kulitnya membuatnya berteriak dengan kencang.

Para pelayan dan pengawal yang melihat, hanya bisa menyaksikan dengan teror di wajah mereka. Tidak ada yang berani mendekati Helian Yi. Mereka takut akan bernasib sama seperti Helian Yi jika mereka menyentuh air hujan darah itu.

Lama kelamaan, kulit Helian Yi mulai melepuh dan terkelupas. Kulit-kulit nya pun berjatuhan di tanah, menyisakkan daging-daging mentah yang merah. Perlahan jeritan Helian Yi semakin kecil, dan akhirnya berhenti seketika. Disaat itu lah Helian Yi menemui ajalnya.

Ia mati dengan seluruh kulit dan dagingnya meleleh di tanah, tubuhnya sudah tidak berupa lagi. Fang Duobing mendekati apa yang menjadi sisa-sisa dari tubuh Helian Yi, dan menginjak dengan kuat tubuhnya.

Lalu dia pun kembali terbang dan menghilang tanpa jejak. Dengan hilangnya Fang Duobing, hujan darahpun berhenti dan langit kembali cerah.

Fang Duobing kembali ke Manor Empat Musim musim pada sore harinya dengan tergopoh-gopoh, ia memasuki kamar Li Lianhua , dan melihat dirinya tengah duduk di kasur sambil memeluk kedua kakinya.

"Li Lianhua" panggilnya lirih.

Itu adalah kata-kata terakhir yang keluar dari mulutnya sebelum kegelapan mengambil alih tubuhnya.
.
.
.
.
.










    Disuatu tempat yang sangat jauh, terlihat dua orang pria yang sedang duduk bersama. Yang satu mengenakan baju merah dan penutup mata dan yang satunya mengenakan baju putih khas pendeta taoist.

Pria berbaju putih tiba-tiba memegangi dadanya.

"Gege, ada apa???" Tanya pria berbaju merah dengan panik.

"San Lang. Apakah kau merasakannya?"

Dia mengangguk.

CRIMSON LOTUS WANDERERS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang