27

494 73 1
                                    

"Flo, sebaiknya kau masuk ke kamarmu," perintah Miguel. "Kurasa sudah malam dan kau terlalu lelah. Jadi istirahatlah."

Colby menatap Florin dengan senyuman. "Ya, Nona Muda. Cobalah untuk istirahat lebih awal. Jangan begadang."

Florin menatap Colby dan memberikan dengusan. Dia hampir melewati pria itu dan memberikannya pukulan di kepala. Tapi dia menahan diri, tidak mau memberikan dirinya masalah yang lebih besar. Jadi yang dilakukan Florin hanya mengibaskan rambutnya dengan anggun dan membawa langkahnya pergi dari mata semua orang yang terpana.

Langkah kesal Florin terlihat dari bagaimana dia menghentakkan kakinya ke lantai. Langkah itu tidak terburu-buru, perlahan saja tapi setiap langkah yang diambil jelas menunjukkan kalau bumi menajdi bagian yang dia benci saat ini. Meski jelas kebencian itu benar-benar bukan pada bumi. Melainkan pada pria yang bahkan dengan tidak muncul saja sanggup memanaskan perasaannya.

Dia sampai di kamarnya dengan lorong yang sepi. Tiga pelayan yang ada di kamar sebelah jelas tidak ada. Mereka sedang menunggu di dapur, menunggu tuan mereka memberikan perintah selanjutnya.

Tanpa ekspektasi apa pun, Florin membuka pintunya dan segera masuk. Lampu di kamarnya menyala, dia ingat mematikannya. Tapi tidak perlu menunggu jawabannya, karena jawaban itu sekarang sudah ada di depan matanya.

Dia melotot tidak percaya menemukan Tristan yang sedang duduk di ranjang kecilnya. Pria itu sibuk membaca buku yang sepertinya dia temukan di lacinya.

"Kau di sini?" tanya Florin tidak percaya.

Tristan tersenyum, merentangkan tangannya berharap sambutan. "Bukankah kau sendiri yang mengatakan kalau aku ingin kau mengenalku, aku harus datang sendiri. Aku di sini."

Florin mendengus. "Jadi kau sungguh Mr. Acosta?"

"Aku tidak memperkenalkan diri dengan benar. Aku Tristan Yezfil Acosta."

Florin datang mendekat. Mengepalkan tangannya dan segera meninju dada pria itu dengan kesal. Membuat Tristan terkejut dengan apa yang dia lakukan. Pria itu sampai berdiri dan memegang dadanya.

"Kau sudah menggigit bagian ini tadi sore. Malamnya kau memukulnya. Apa kau suka sekali menyiksaku, Gadis Nakal?"

"Jangan protes, bukankah kau juga menyembunyikan kebenaran dariku. Harusnya kau katakan akan ke rumahku."

"Aku memberikan kejutan."

Florin benar-benar kehilangan kesabarannya. "Menyelinap dan diam di kamarku? Kau juga membaca diariku." Pandangan Florin jatuh pada buku bersampul biru.

Tristan memegang buku itu lebih erat. "Kau tampak tidak keberatan aku membacanya. Aku melihat kau memuja pria yang tidak kau sebutkan namanya di buku ini. Bagaimana sekarang? Mengingat kita tidur bersama. Apa dia tidak keberatan?"

"Tentu tidak. Dia sudah bertunangan. Dengan kakakku kalau kau penasaran."

Wajah Tristan tidak tampak menyenangkan lagi. "Maksudmu, pria yang tidak kau sebutkan namanya ini adalah Travis Ho?"

"Oh, kau mengenalnya. Colby tidak mengenalnya."

"Dia pria yang menyebalkan. Berpura-pura tidak mengenalnya membuat itu menjadi lebih mudah. Karena dia suka berbangga diri pada sesuatu yang kecil."

"Maksudmu, Colby sengaja tidak mengenalnya?"

"Begitulah."

"Dia jahat sekali."

"Kenapa? Kau mau memberikannya jalan agar dia tampak lebih sombong karena asisten seorang Tristan Acosta mengenalnya?"

"Aku tidak mengatakan demikian. Dan kenapa kau bicara sinis padaku? Apa yang membuat kau terdengar kesal? Karena aku memukulmu?"

Tristan mendesah. Dia membuang buku itu ke lantai. "Kau masih mencintainya? Travis itu?"

"Sudah kukatakan aku tidak keberatan kau membacanya. Karena aku sudah berakhir dengan perasaanku."

"Kapan?"

"Mungkin setelah aku tidur denganmu," timpal Florin tanpa berpikir panjang. Karena sejak Tristan muncul, Florin tidak lagi memikirkan Travis. Yang ada di kepala dan hatinya hanya Tristan. Tapi dia tidak perlu mengatakan itu, kan?

Tristan yang mendengarnya menyembunyikan perasaan leganya. Juga senyuman yang tidak tahan dia terbitkan.

Suara ketukan mengejutkan Florin. Dia menatap ke arah pintu dan menatap Tristan kemudian. Yang ditatap hanya memberikan pandangan santai seolah itu bukan sesuatu yang harus dia pikirkan. Tristan tidak keberatan ada yang melihatnya di kamar gadis itu. Paling yang bisa mereka lakukan adalah memaksanya memiliki anak gadisnya. Itu akan lebih baik. Karena Tristan benar-benar kesal melihat bagaimana kamar yang mereka sediakan untuk gadis ini. Tristan ingin menghancurkannya.

"Flo?"

Tristan menatap gadis itu. "Apakah dia sering datang kemari?" tanya Tristan tidak senang.

"Kau mengenal suaranya?"

"Bukankah dia si pria tanpa nama di diari?"

Florin berdeham. Dia bergerak hendak ke pintu tapi kembali menatap Tristan. Setelah beberapa keyakinan dari dirinya sendiri, Florin akhirnya meraih gagang pintu. Tapi tidak sebelum dia mematikan lampu yang membuat Tristan duduk dalam kegelapan. Tentu dengan telinga yang terpasang sempurna dalam mode pendengaran.

Florin keluar dan segera menutup pintu. Menatap Travis yang berdiri di depannya. "Travis? Ada apa?"

"Ponselmu. Kau meninggalkannya lagi." Travis menyerahkan benda itu.

Florin mengambilnya dengan desahan. Dia juga lelah atas keteledorannya dalam menjaga barang yang menjadi miliknya. Apalagi Travis yang harus menemukannya. Itu membuat mereka harus bertemu dan menciptakan kecanggungan. "Terima kasih. Aku akan mengingatnya lain kali." Florin sudah akan membuka pintu dan masuk meninggalkan Travis. Dia tidak mau ada yang salah paham.

"Kau mengenalnya? Mr. Berg?"

Florin diam sesaat, dia menatap Travis kemudian. Menggeleng perlahan. "Tidak."

"Kau yakin?"

"Kau tidak percaya padaku?"

Travis tidak mengatakan apa pun.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Sleep With Bastard (KAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang