Bab 5 :: Berita Mengejutkan

65 6 0
                                    

Pembicaraan mereka terhenti begitu saja saat sang ibu tiba-tiba membuka pintu kamar Hilmi. Meminta Iyan untuk membersihkan diri sebelum kumpul di meja makan tepat makan malam nanti. Pasti Ibu akan membicarakan hal yang mereka duga-duga sebelum ini. Namun tetap saja hal itu membuat Iyan dan Hilmi gugup setengah mati. Kali terakhir sang ibu mengajak mereka membicarakan hal serius adalah ketika ibu memperkenalkan kekasihnya empat tahun yang lalu. Walaupun hubungan mereka kala itu tidak berhasil menuju jenjang yang lebih serius, tetap saja Iyan dan Hilmi merasa gugup.

Seperti firasat mereka mengatakan kalau berita yang kali ini akan jauh lebih mengejutkan dibanding yang sebelumnya. Tidak ada yang bisa Hilmi dan Iyan lakukan selain menuruti perintah ibunya dan berkumpul bersama saat makan malam tiba.

Rupanya kali ini Hana tidak memasak. Hidangan yang ia siapkan di atas meja makan merupakan makanan yang ia beli setelah pulang dari kantor. Awalnya Hana ingin mengajak dua anaknya untuk makan di luar. Mengingat si sulung baru saja tiba dari perjalanan jauh, Hana mengurungkan niatnya. Ia tidak ingin Iyan merasa terlalu lelah. Di sisi yang lain, mau tidak mau ia harus mengabarkan kabar ini pada anaknya. Kalau sebelumnya Hana masih mempertimbangkan perasaan kedua anaknya yang telah ditinggal lama oleh sang ayah, saat ia menjalani hubungan dengan laki-laki lain. Tapi sekarang berbeda, Hana ingin sekali saja bersikap egois. Anak-anaknya sudah dewasa dan ia yakin mereka pasti akan mengerti kalau ia juga butuh pendamping untuk hidup ke depannya.

Tidak mungkin Hana terus bergantung pada dua putranya yang kelak akan memiliki masa depannya sendiri dan akan membangun keluarganya sendiri. Hana butuh pegangan hidup, setidaknya untuk masa depan dan masa tuanya, Hana sudah mantap dengan pilihannya. Memang terasa cukup sulit saat tiba-tiba Hilmi menanyakan terkait kekasihnya kemarin. Hana belum sanggup menjawabnya saat itu, namun sekarang, saat sang sulung sudah datang mau tidak mau Hana harus berbicara pada mereka tentang keyakinannya dan juga tentang perasaannya.

Dua putranya melangkah ke meja makan secara bersamaan. Keduanya terlihat tengah asik bersenda-gurau. Pemandangan yang cukup sulit untuk Hana lihat akhir-akhir ini semenjak sang sulung sudah jarang berada di rumah. Di sisi lain, Hana merasa begitu bersyukur melihat kedua putranya akur. Tidak seperti kebanyakan dua laki-laki bersaudara yang Hana tahu sering bertengkar, kedua anaknya tidak. Mereka sangat akur, apalagi ketika berjauhan seperti ini, Iyan sang sulung akan sangat bersikap manja pada adiknya, sementara sang adik terlihat lebih tenang.

Kadang Hana bertanya-tanya sampai kapan ia akan melihat anak-anaknya akur seperti itu? Hana harap ia bisa melihatnya lebih lama, sebelum akhirnya mereka berdua sudah sibuk dengan urusan pekerjaan masing-masing.

"Wah, apa, nih?" Si sulung selalu datang dengan nada suaranya yang begitu ceria.

"Ibu nggak masak kok, tadi beli di depan sekalian pas pulang." Hana tersenyum sembari menyerahkan masing-masing piring pada anak-anaknya. Ia juga membantu mereka menyendokkan makanan.

"Nggak masalah, Bu. Yang penting buat Abang mah makan aja, apa pun makanannya. Nggak kayak yang di sebelah Ibu, tuh."

Hilmi tau Iyan bercanda, makanya ia hanya diam saja dan membiarkan manusia kelebihan energi itu untuk berbicara sepuasnya. Kebalikan dengan pemikiran Iyan, ia sangat suka ketika sang adik sudah berteriak. Memang sejak dulu mereka sangat bertolak belakang.

"Sudah, sudah. Ayo, makan dulu. Baru nanti kita bicara lagi." Seruan dari ibunya itu sontak membuat Hilmi dan Iyan terdiam, lalu melanjutkan makan sampai selesai. Ultimatum ibunya selalu mempan pada Iyan yang sangat suka menggoda Hilmi seperti itu.

Makan malam berlangsung jauh lebih diam dan senyap dibanding biasanya. Meskipun hanya berdua, Hilmi dan ibu biasanya masih suka berbicara ketika makan, apalagi jika si Iyan bergabung, pasti sudah ramai meja makan mereka. Namun kali ini, betulan senyap. Iyan bahkan beberapa kali melirik dan menyikut lengannya, berharap Hilmi juga angkat bicara. Sama seperti dirinya, Hilmi pun tak berani bersuara.

Akhirnya, mereka selesai makan. Ibu dan Iyan berbicara sebentar, terkait perkuliahan Iyan dan bagaimana Iyan di kotanya yang sekarang. Sedangkan Hilmi tengah membawa piring-piring kotor mereka dan menyimpan sisa lauk di kulkas. Karena canggung, Hilmi menawarkan diri untuk melakukannya.

Dan ketika ia berada di meja makan lagi, atmosfer sekitar menjadi lebih serius. Iyan dan Ibu bahkan berhenti berbicara. Membuat rasa tidak nyaman semakin menguasai badan Hilmi. Mengapa berbicara saja harus bersikap seperti ini? Satu pertanyaan itu muncul di kepala Hilmi setiap kali melihat ibunya beberapa kali menghela napas. Seperti ada banyak sekali pertimbangan untuknya berbicara.

"Ibu mau nikah lagi."

Seperti petir di siang bolong, baik Iyan maupun Hilmi seperti tersambar petir. Ucapan ibu yang tiba-tiba jelas membuat mereka terpaku, tidak bergerak selama beberapa detik. Ini jelas meleset jauh dari perkiraan mereka sebelumnya. Iyan dan Hilmi sudah menduga ibu akan berbicara serius terkait kekasihnya atau mungkin hubungan percintaannya yang terbaru, tapi mereka juga tidak menyangka kalau berita yang Ibu bawa akan jadi seperti ini.

Nikah lagi? Tiba-tiba saja? Apakah ibu yakin dengan keputusannya? Berbagai macam pertanyaan muncul di kepala mereka.

Hana yang melihat kedua anaknya termenung tidak memberikan reaksi apa pun setelah ia secara tiba-tiba mengabarkan kalau ingin menikah lagi. Bahkan semenit setelahnya belum ada respon dari mereka.

"Ibu minta maaf kalau Ibu bilang ini mendadak banget. Kalian pasti terkejut dengernya. Ibu bilang kayak gini bukan berarti tanpa pertimbangan. Justru karena Ibu yakin sama keputusan Ibu, makanya Ibu baru bilang hari ini. Maaf juga kemarin, pertanyaan Hilmi nggak bisa Ibu jawab, karena sebetulnya Ibu udah lama punya hubungan sama orang ini, kalau dihitung dari pendekatan kami sudah mulai dekat dari satu tahun yang lalu." Penjelasan Ibu semakin membuat keduanya terkejut.

Ternyata sudah selama itu ibu merahasiakan hubungannya.

Apa karena ibu nggak percaya mereka? Makanya ibu jarang bisa mengekspresikan perasaannya bahkan hubungan percintaannya, mereka baru tahu saat ini. Setelah satu tahun lamanya dan bahkan setelah mereka memutuskan untuk lanjut ke jenjang berikutnya.

Belum ada yang berbicara dari mereka berdua, namun Hana bisa melihat mereka sering kali beradu pandang, sama-sama dengan wajah terkejut dan juga bingung.

"Aku nggak papa Ibu nikah lagi, Hilmi juga gitu. Tapi siapa orangnya? Kenapa kita baru dikasih tau sekarang? Kenapa nggak kalian lakuin pendekatan ke kita dulu baru mutusin buat nikah?" Iyan sontak mengajukan berbagai pertanyaan yang bersarang di kepalanya tepat beberapa detik setelah sang Ibu mengatakan kalau ia akan menikah lagi.

"Ada banyak hal yang kami pertimbangkan dan akhirnya, baik Ibu ataupun pacar Ibu sepakat, kalau kita mengumumkan pernikahan dulu sebelum lakuin pendekatan ke kalian." Ibu menjelaskan tidak terlalu detail dan itu yang akan selalu menjadi pikiran bagi kedua anaknya.

Termasuk Hilmi. Ia sangat penasaran siapa laki-laki yang mampu membuat Ibunya membuat keputusan semacam ini.

"Siapa orangnya Bu?" Akhirnya Hilmi angkat bicara.

"Kamu kenal orangnya, sayang. Pak Heru, guru olah-raga kamu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


17/06/24

Hilmi Untold Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang