Bab 17 :: Menghindar

51 7 0
                                    

Ucapan Hilmi semalam malah berbuah malapetaka bagi Hilmi sendiri. Setelah mengucapkannya Hilmi yang merasa sudah menang masuk ke dalam kamar. Meskipun masih menghindari ibunya dengan tidak keluar kamar dan baru menemui sang ibu keesokan harinya di meja makan, Hilmi tetap ketahuan. Ternyata lebam di wajahnya tidak hilang sempurna, menyisakan bekas keunguan yang sudah mulai memudar. Hilmi juga tidak punya pilihan lain selain menemui mereka berdua di meja makan saat sarapan. Tidak mungkin juga kan Hilmi menyembunyikan ini lama, yang ada sang ibu malah semakin curiga.

Bekas lebam itupun mengejutkan Hana. Ia berseru kaget saat Hilmi berada di depannya dengan kondisi wajah seperti itu. Hana yang panik segera membawa Hilmi ke ruang tamu, mengobati lebamnya di sana. Hilmi sudah bercerita kalau kemarin lebamnya diobati Joan tapi tetap saja yang namanya ibu, kembali mengobatinya. Dengan berbagai macam omelan, Hilmi terima saja, pasalnya ia juga banyak berbohong dengan mengatakan kalau luka itu ia dapatkan akibat terjatuh dan pipinya terkena ujung meja di sekolah.

Kalau Hilmi berkata jujur, ibunya juga tidak mungkin akan percaya. Lagipula sang pelaku masih merasa tidak bersalah. Kendati mendengar apa yang Hilmi dan ibunya bicarakan, Pak Heru diam saja di meja makan. Membuat Hilmi berseru jijik dalam hati mengingat kelakuan Pak Heru yang seperti itu. Kalau bukan karena ibu dan keluarganya yang sangat percaya pada Pak Heru, Hilmi sudah menceritakan semuanya kepada mereka.

Dan malapetaka itu dimulai ketika Hilmi ditinggalkan di meja makan berdua dengan Pak Heru. Ibunya masuk ke kamar bersiap-siap berangkat kerja. Sementara ia dan Pak Heru duduk berdua berhadapan dengan piring makan masing-masing.

"Saya tahu kamu bohong." Pak Heru mulai berbicara.

Hilmi yang tak siap dengan terbongkarnya kebohongannya semalam terkait cctv di ruang tamu, nyalinya menciut. Meskipun paham kalau laki-laki di depannya tidak akan mungkin macam-macam saat ibunya berada di rumah, tetap saja Hilmi merasa takut. Pukulan Pak Heru sakit, Hilmi tidak ingin merasakannya lagi dalam waktu dekat.

"Mentang-mentang ada Ibu kamu di sini jangan pikir saya nggak takut. Bocah ingusan kayak kamu itu emang perlu dikerasin, biar ngerti yang namanya aturan! Mau jadi apa di masa depan kalau sekarang kamu aja lembek kayak gini." Omelan pedas laki-laki itu jelas tidak ada apa-apanya dibandingkan pukulannya. Hilmi bahkan masih ingat bagaimana rasa pipinya kebas sampai dua hari kemudian.

Berhubung Pak Heru masih mengomel, sebelum beliau bertindak, Hilmi segera menghabiskan makanannya. Lalu dengan sopan, ia menyerahkan telapak tangannya, hendak menyalami Pak Heru. Meskipun kesal dan benci setengah mati, Hilmi tetap berusaha memperlakukannya sebaik mungkin, ia masih menghargai Pak Heru dengan posisinya sebagai suami ibunya. Namun ternyata tangan Hilmi ditepis. Pak Heru terlihat tidak sudi memberikan tangannya pada Hilmi. Ia menarik kembali tangannya lalu keluar rumah tanpa sepatah kata.

Dasar sok suci.

Hilmi kesal tentu saja. Dengan segala macam perlakuan Pak Heru padanya kemarin-kemarin, Hilmi masih berusaha bersikap sopan. Tapi tindakan laki-laki itu hari ini membuat Hilmi semakin merasa tidak ada gunanya bersikap sopan pada Pak Heru. Meskipun ia sendiri takut menghadapinya ketika hanya berdua saja, saat ada Ibu Hilmi merasa sangat aman.

🌌🌌🌌

Sepertinya karena Hilmi dan suasana tidak menyenangkan di rumah tadi, suasana sekolah juga tidak ramah. Biasanya Hilmi nyaman-nyaman saja berada di sekolah. Asal jauh dari ruang guru, Hilmi sangat aman. Pak Heru tidak mungkin menjangkaunya tanpa alasan yang jelas, lagipula Hilmi bukan anak didiknya. Pak Heru adalah guru olahraga yang fokus mengajar murid kelas satu. Murid kelas dua seperti Hilmi sudah tidak lagi beliau ajarkan.

Namun ternyata kondisi dan situasi di rumah yang sedang tidak baik antara dirinya dan pak Heru terbawa di sekolah. Hilmi beberapa kali melihat beliau melintas di depan kelasnya. Padahal hari-hari sebelumnya bahkan setelah pernikahan sang ibu dengannya, Pak Heru tidak pernah melakukan hal-hal seperti ini. Mereka berdua bertindak layaknya orang asing selama berada di sekolah. Tapi sekarang, Pak Heru seperti mengincar Hilmi. Apalagi kalau bukan dijadikan sebagai samsak emosi beliau.

Untungnya sampai jam pelajaran terakhir tiba, Hilmi aman saja. Meskipun mengorbankan waktu istirahat untuk tidak pergi ke kantin, setidaknya Hilmi merasa aman. Saat pulang pun demikian, Hilmi cepat-cepat pergi ke parkiran sekolah, biasanya Hilmi berada di list manusia paling belakang pulang. Sekarang malah kebalikannya, Hilmi ingin cepat-cepat pulang sebelum Pak Heru menemukannya. Yang pasti, untuk kali ini Hilmi tidak akan pulang ke rumah. Ia akan menunggu sampai ibunya berada di rumah baru pulang, seperti kemarin. Kalau tidak Hilmi mungkin sudah babak belur lebih parah, karena rasanya pak Heru sudah sangat emosi saat Hilmi ketahuan berbohong tadi pagi.

"Kamu belum makan, ya, siang tadi?" Joan bertanya saat melihat Hilmi makan nasi goreng buatannya dengan sangat lahap.

Joan jarang sekali melihat Hilmi makan selahap ini. Dari tubuhnya yang kurus bisa dipastikan kalau Hilmi termasuk anak-anak yang susah makan sejak kecil sampai sekarang. Alih-alih merasa senang, Joan merasa heran. Hilmi makan lahap seperti ini memang kemungkinannya hanya satu. Ia lapar dan tidak makan siang. Jelas hal seperti ini jarang terjadi. Hilmi punya riwayat penyakit lambung, karena anak itu sangat tidak suka ketika sakit, alhasil Hilmi tidak pernah melewatkan jam makannya setiap hari.

Ditanya seperti itu oleh Joan, Hilmi tertawa lebar. "Iya, aku laper, Om. Tadi nggak sempet makan."

"Kenapa nggak sempet makan?"

"Ketiduran, temen-temen nggak ada yang bangunin, jadinya makan siangnya ke-skip, deh." Hilmi jelas sedang membuat alasan paling masuk akal dan mudah diterima omnya.

Joan jelas tidak percaya. Dari gelagatnya sejak kemarin, Hilmi memang aneh sekali. Tiba-tiba datang dengan pipi lebam, katanya dipukul temannya karena salah paham. Hari ini datang ke sini lagi dengan kondisi lapar dan melewatkan makan siang, katanya ketiduran. Selama Joan mengenal Hilmi, ia tidak pernah menjumpai keponakannya seperti ini. Jadi memang ada yang sedang keponakannya itu sembunyikan. Namun Joan menghargainya, Hilmi berniat menyembunyikan itu berarti memang ia tidak berhak tahu.

Joan tidak akan memaksa Hilmi menceritakan apa pun. Ia akan menunggu Hilmi bercerita dengan sendirinya tanpa ada paksaan. Kecuali jika keponakannya itu disiksa dan mendapatkan perlakuan bullying atau kekerasan. Joan tidak akan membiarkan hal itu terjadi pada Hilmi. Meskipun kejadian kemarin sebenarnya ingin sekali Joan selidiki. Tapi tidak jadi karena ia ingin Hilmi percaya, kalau Joan tidak akan melakukan apa-apa tanpa sepengetahuannya.

"Ya, sudah makan aja semuanya nggak papa. Nanti kurang Om pesenin lagi. Nanti kamu pulang nunggu Ibu pulang, kan?" Joan meliha Hilmi mengangguk yang masih fokus dengan makanannya.

Astaga. Joan baru sadar, selain semuanya ada satu hal yang masih sangat mengganjal. Kenapa Hilmi menunggu ibunya pulang padahal ada ayah tirinya di rumah?

 Kenapa Hilmi menunggu ibunya pulang padahal ada ayah tirinya di rumah?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


02/07/24

Hilmi Untold Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang