Bab 12 :: Kehidupan Baru Dimulai

49 7 0
                                    

Sudah dua Minggu lebih dari pernikahan kedua ibunya. Tidak ada yang terjadi. Keluarga mereka masih baik-baik saja, bahkan Pak Heru juga keliatannya baik. Hilmi beberapa kali mendapatkan perlakuan yang baik dari Pak Heru, seperti misalnya memuji Hilmi selama di sekolah. Atau menceritakan bagaimana kegiatan Hilmi di sekolah pada ibunya.

Hilmi yang dua Minggu ini tidak pernah mendapatkan hal apa pun, merasa lega. Ternyata memang benar, selama ini anggapan bahwa Pak Heru ringan tangan hanya bayangannya saja. Buktinya Pak Heru sampai sekarang masih bersikap baik padanya. Pun pada Iyan. Setelah pernikahan ibunya, Iyan harus kembali ke kos dan kembali disibukkan dengan dunia perkuliahan. Baru beberapa hari ini Iyan datang seperti biasanya.

Iyan juga beberapa kali menyatakan kalau ketakutan Hilmi tidak benar dan adiknya itu bisa bernapas lega sekarang, karena ketakutannya tidak terbukti. Ibu juga aman-aman saja. Malah keliatannya Ibu jauh lebih bahagia. Setelah pernikahan ini, Ibu jadi lebih sering tersenyum dan tertawa, bahkan dalam dua Minggu ini ibu mengeluh kalau berat badannya naik dua kilo, tanda kalau tidak ada hal yang membahayakan dalam hubungan mereka.

Di mata Hilmi pun demikian, Ibu yang kali ini terlihat jauh lebih bahagia dibandingkan dengan Ibu saat hanya mengurus anaknya sendirian. Mereka juga terlihat selalu romantis saat berduaan ataupun saat sedang ada Hilmi. Kalau begitu, Hilmi berharap mereka akan merasa seperti itu seterusnya. Benar kata Bang Iyan dan Om Joan, bahwa kebahagiaan Ibu adalah nomor satu dibanding lainnya. Kali ini Hilmi setuju.

Saat ini Hilmi berada di kamar kakaknya, malam terakhir sang kakak ada di rumah setelahnya besok pagi buta ia akan kembali ke kos. Sepertinya ada yang sedang Iyan ingin bicarakan hingga meminta Hilmi untuk masuk ke kamarnya dan mengobrol berdua.

"Apaan?" Hilmi terlihat tidak sabar. Dibanding kelas, ia lebih merasa penasaran.

"Gimana rumah dua Minggu ini, aman kan?" Entah dengan alasan apa, Iyan tiba-tiba membuat Hilmi membicarakan hal ini. Sepertinya cowok itu masih kepikiran ucapan Hilmi tempo lalu.

"Aman, kok. Nggak ada kejadian apa-apa, jadi lo tenang aja." Hilmi menjawabnya dengan dugaan kalau Iyan bermaksud menanyakan keadaan dan ketakutannya kemarin.

"Gue nanya karena kemungkinan habis ini, gue nggak bakal sering pulang. Bulan ini ada banyak ujian dan kuis. Makanya urusan rumah gue serahin ke lo, ya. Nggak usah gimana-gimana, pantau aja Ibu sama Om Heru. Tapi karena selama ini aman, kayaknya ke depannya bakal aman, sih. Ketakutan lo kemarin nggak terbukti juga, kan?" Hilmi mengangguk, apa yang Iyan bilang benar. Ketakutannya kemarin belum terbukti dan ia merasa lebih tenang.

Semoga saja ke depannya terus seperti ini. Kendati sebenarnya Hilmi merasakan ada yang berbeda, entah itu apa.

🌌🌌🌌

Hilmi tengah mengerjakan tugas kelompok dari sekolahnya sampai malam. Ia sudah berpamitan dengan ibunya, yang sayang sekali malam ini sedang lembur. Jadi, hanya akan tersisa Hilmi dan Pak Heru di rumah. Berhubung kegiatan tugas kelompoknya belum selesai dan sisa sedikit lagi, seluruh anggota kelompoknya enggan pulang sampai mereka menyelesaikan tugasnya. Nanggung tersisa sedikit lagi sebelum selesai dan tinggal mengumpulkan.

Hilmi juga sudah menghubungi Ibunya untuk pulang telat, ibunya pun mengizinkan. Sebenarnya Hilmi merasa beruntung sekali di hari ibunya lembur ia tidak memiliki banyak waktu bersama berduaan dengan Pak Heru. Selain masih merasa canggung dengan laki-laki yang baru saja menyandang status sebagai ayah tirinya itu, Hilmi juga merasa takut. Jujur saja meski berkurang, ketakutan Hilmi masih ada. Meskipun kemarin-kemarin ia mencoba untuk menyangkal dengan dalih senang melihat ibunya sekarang bahagia, tetap saja rasa takut itu masih ada.

Apalagi baru kemarin, Pak Heru sudah melayangkan kembali telapak tangannya pada murid yang telah melanggar peraturan. Hilmi masih terkejut karena pada saat itu ia melihat langsung kejadiannya. Tetapi ia memutuskan untuk memendamnya dan tidak bercerita apa-apa mengenai hal ini pada keluarganya karena paham bentuk reaksi seperti apa yang akan mereka layangkan jika Hilmi bercerita.

Tepat jam sembilan malam, tugas kerja kelompok mereka selesai. Hilmi pamit pulang, ia tidak tahu apakah ibunya sudah sampai atau belum. Dalam hati Hilmi berdoa semoga ibunya sudah pulang dan menyelamatkannya dari kecanggungan bersama Pak Heru. Makanya Hilmi mengendarai motornya pelan, seperti sedang menikmati angin malam.

Saat tiba di rumah, suasana hati Hilmi masih hangat dan baik-baik saja. Hilmi menyenandungkan lagu-lagu yang ia suka. Namun saat membuka pintu rumah utama, Hilmi dikejutkan dengan Pak Heru yang tiba-tiba menyiramnya dengan seember air. Hilmi yang masih terkejut tidak bisa memproses apa yang sedang terjadi.

"Dari mana aja kamu!" Pak Heru membentak Hilmi dengan nada tinggi. Kentara sekali kalau ia sedang marah besar.

Hilmi tidak bisa berkutik, ia tidak tahu harus melakukan apa sebelum merapihkan jaket yang ia pakai dan basah oleh air akibat siraman Pak Heru. Hilmi juga tertegun, ia tidak salah, kan? Apa yang dilakukan Pak Heru padanya juga tidak wajar, kan?

"Jawab! Habis dari mana kamu!" Suara teriakan Pak Heru kembali menggema.

Hilmi sungguh tidak bisa berkata apa-apa. Bahkan untuk menjawab pertanyaan itu saja, Hilmi masih terbata-bata. "Dari kerja kelompok." Hilmi hanya bisa mengucapkan satu kalimat itu.

Ia benar-benar tidak mengerti kenapa laki-laki yang notabene hanyalah ayah tirinya, berbuat sejauh ini pada Hilmi yang bahkan sudah mendapatkan ijin dari ibu kandungnya sendiri.

"Bohong! Kamu pasti habis main sama temen-temen kamu nggak bener itu, kan?!" Suara laki-laki itu menggema depan rumah. Mungkin saking kerasnya, Hilmi bisa menebak kalau suaranya akan terdengar pada orang-orang yang lewat.

"Saya sudah ijin pulang telat ke Ibu. Kalau Bapak nggak percaya, coba telfon Ibu. Saya nggak pernah bersikap yang tidak baik di rumah saya sendiri, kalau Bapak mau tau." Entah mendapat keberanian dari mana, Hilmi menjawab ucapan Pak Heru yang penuh intimidasi tadi, ia bahkan menyelonong masuk ke dalam rumah tanpa sempat melihat bagaimana ekspresi kesalnya Pak Heru ketika Hilmi menerobos masuk ke rumah dengan tubuh setengah basah.

Hilmi terkejut bercampur takut. Ternyata apa yang ia takutkan telah terjadi. Dengan beraninya Pak Heru menyiram Hilmi sebagai bentuk teguran karena ia pulang malam tanpa sepengatahuannya, Hilmi sudah tahu kalau ke depannya laki-laki itu mungkin akan bertindak lebih jauh.

Wah, Hilmi tidak menyangka bukti ketakutannya akan terjadi secepat ini. Tepat tiga Minggu dari pernikahan mereka. Firasat Hilmi benar, kalau Pak Heru memang orang yang dengan mudah main tangan dan juga emosian. Awalnya Hilmi ingin bercerita pada Iyan dan Omnya, karena bagaimanapun Hilmi tidak bisa menceritakan hal ini pada ibunya. Ia tidak ingin mendapat melihat ekspresi keraguan dari ibunya, Hilmi juga tidak ingin ibunya merasa khawatir berlebihan.

Namun setelah Hilmi pikir-pikir, tidak ada gunanya juga bercerita pada Iyan dan Om Juan, mengingat dua orang itu sangat mendukung pernikahan ibunya dan Om Heru serta berkali-kali meremehkan ketakutan Hilmi, ia tidak yakin mereka berdua akan percaya pada ceritanya. Maka dari itu, Hilmi memutuskan untuk diam.

 Maka dari itu, Hilmi memutuskan untuk diam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


25/06/24

Hilmi Untold Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang