63

31.4K 4.7K 1.5K
                                    

Next laa
Kelamaan kalo nunggu sebulan, ya kann?

Jan lupa votee dluu, komennn

.
.
.
.
.
_____________

Segerombolan motor sport berbaris rapi menyusuri jalanan, dengan jaket hitam melambangkan identitas mereka sebagai satu kesatuan, Black Wolf. Daffa—pemuda yang mungkin saat ini berstatus sebagai pemimpin berada paling depan dari segerombolan anggota Black Wolf lain, pemuda terlihat sedikit buru-buru mengendarai motornya untuk menuju tempat lokasi yang akan menjadi tujuannya.

"Daf! Belok kiri!"

Suara itu sedikit terdengar dari arah belakang. Daffa dengan cepat membelokkan setangnya ke arah kiri, sambil menginjak remnya hingga menimbulkan decitan motor yang cukup keras. "Daf! Lo gila gituan?!"

Daffa berdecak, dia langsung membuka helmnya cukup kasar. "Mansion Zidane masih jauh?"

"Dikit lagi, bangunan paling tinggi itu, Mansion Zidane. "

"B*jin*n!" Daffa mengumpat. "Lo—"

"Istighfar Daf, istighfar. Nggak boleh ngomong kasar. " Dika berujar cukup dramatis. "Ketua—maksudnya Zidane nggak suka kita ngomong kasar, ini kan mau otw Mansion Zidane, nggak papa lah ya. "

Daffa meraup wajahnya kasar. "Lo kalo dikit lagi sampe, bilang. Kita datang ramean gini, otomatis orang langsung tau keberadaan kita, mereka bakal jaga-jaga, kita juga belum sempat susun rencana. "

"Gue lupa, sorry. Gue panik tadi. " Thala sedikit gugup melihat raut wajah Daffa yang tidak mengenakkan.

Daffa mengontrol nafasnya yang sempat memburu, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah dimana bangunan yang sempat ditunjukkan oleh Thala. Dia yakin, jika sedikit saja mereka maju mendekati bangunan tadi, keberadaan mereka langsung diketahui. Mereka juga belum tau siapa lawan mereka bukan? "Anggota yang di luar, udah dihubungi?"

"Udah Daf, mereka juga otw kesini, " sahut Laksa mewakili.

"Apa strategi lo?" Dia melirik sekilas pemuda itu. "Gue rasa yang kita hadapi lebih besar dari perkiraan awal,  kalian masih ingat yang pernah diajarin kan?"

"Sejak Zidane mulai berubah, kita nggak pernah latihan kan?" Salah satu anggota membuka suaranya, melirik sekilas ke arah anggota Black Wolf yang lain. "Gue hampir lupa, gue ragu buat pegang senjata. "

"Nggak harus gunakan senjata, kita bawa cuman buat situasi terdesak. " Bukan Daffa yang membalas, namun suara Thala lebih dulu terdengar. "Kalo ragu nggak usah, kalo salah dikit lo yang bakal bahaya, intinya liat situasinya dulu, kalo membahayakan ya mau nggak mau kita harus lindungi diri. "

"Thala bener, " sahut Daffa datar, dia berganti menatap ke arah Laksa dengan mata sedikit tajam. "Lo ada strategi, Sa?" Pemuda itu terlihat mengangguk, dia maju selangkah, menginstruksikan yang lain agar mendekat dengannya. Meskipun Laksa yang dikenal jarang untuk bersikap serius, untuk situasi seperti ini ... otak Laksa lah yang paling dibutuhkan untuk menyusun strategi.

"Wah, sangat mengharukan. "

Suara itu membuat Anggara menoleh ke arah Ardana, dia berusaha mendekap tubuh Zidane dengan cukup erat, sementara matanya terlihat terpejam. "Zidane, Zidane. J—jangan tutup matamu, " ujarnya lirih.

"Zidane, nggak .... " Lian berujar lirih, matanya yang saat ini mulai sayu, sementara Kamila di sisinya sudah menangis keras. "Br*ngs*k lo semua! Jangan sentuh Adik gue, habisi gue sini! Jangan Adik gue!"

"Bang .... " Suara lirih itu membuat Lian menoleh, dia tersentak kaget saat melihat tubuh Feri jatuh ke bawah. "Zidane, Bang ... Zidane, tubuh gue sakit .... "

Transmigrasi Mantan Santri? [Otw terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang