Chapter 21

522 64 32
                                    

Biasanya, (Name) merasa kesepian kalau Solar sudah pergi sibuk, apalagi kalau yang lain juga sibuk. Kalau (Name) ada kerjaan dan ada duit, ia tak akan kesepian.

Sekarang, keadaannya sedang sendiri di rumah, kerjaan tak ada, duit juga tak ada. Jelas (Name) gabut dan kesepian.

(Name) pun menghela napas untuk kesekian kalinya pada hari ini. "Udah muterin rumah sampai lima kali, masih juga gua gabut." gumam (Name)

Bosan memang membuat (Name) bisa apa saja. Buktinya tadi, ia sudah mengelilingi rumahnya di dalam dan di halaman sebanyak lima kali. Sekarang, (Name) pun terduduk di teras depan rumah.

"Apa bisa gua kejatuhan cilok aja secara tiba-tiba."

Gubrak!!

(Name) seketika kaget mendengar suara berisik itu dari arah luar rumah. Barusan ia bilang ingin kejatuhan cilok, apa jangan-jangan itu gerobak cilok yang jatuh di depan rumah?

Karena ingin tau, (Name) pun mengintip keluar rumah. Ternyata ada seorang bocah yang sembarangan bermain di jalan, lalu terserempet motor. Pengendara motor itu yang jatuh karena menghindari si bocah, tapi sekarang sudah bangun dan pergi. Bocahnya sih tak kenapa-kenapa, tapi malah menangis.

'Aduh, itu udah abis nyerempet malah kabur. Tapi dilihat-lihat, bocahnya playing victim juga ya?'

Entah kemana tetangga di sekitar situ, yang membuat (Name) harus menghampiri bocah itu. Tak mungkin (Name) membiarkannya menangis di jalan begitu.

(Name) pun segera mengajaknya masuk ke rumah. Mungkin bocah itu mendapat luka ringan sehabis diserempet, jadi (Name) akan periksa dulu sebelum dikembalikan ke kandangnya- maksudnya ke rumahnya.

"Dah, gak apa-apa, gak sakit 'kan? Adek 'kan kuat, buktinya berani main ke tengah jalan." ucap (Name) sambil mengobati bocah itu. Walau mereka tak saling kenal, tapi (Name) mencoba sokab dan baik.

Bocah itu masih sesenggukan, sisa nangis yang tadi. Tak lama kemudian, pengobatan dari (Name) selesai.

"Tadi kenapa bisa di tengah jalan? Lagi ngapain?"

"Aku tadi lagi main ... terus gak lihat-lihat ada motor ..."

"Main 'kan bisa di rumah, atau di taman. Main di jalan tuh bahaya, kamu aja sampai keserempet. Lain kali jangan lagi, ya. Kasihan ibu kamu kalau sampai kamu luka atau kenapa-kenapa."

"Tapi ... aku gak punya ibu, kak."

(Name) pun terdiam, lalu merasa canggung. "Ohh, iya ... kakak gak tau. Berarti, kasihan bapak kamu nanti. Pokoknya jangan main di sembarangan tempat, ya! Kalau mau main, main di rumah aja, biar selamat."

"Iya, kak ..."

(Name) pun tersenyum. "Kamu mau kakak antar pulang, gak?"

Bocah itu menggeleng. "Aku gak mau pulang."

"Loh, kenapa?"

"Aku di rumah sendiri."

"Eeeee, beneran sendiri? Gak ada temannya?"

Bocah itu menggeleng lagi. "Aku di rumah cuma sama bapak dan kakak. Mereka lagi gak di rumah, ya udah aku sendiri." ucap bocah itu dengan polos. "Main sama kakak dulu boleh gak?" tanyanya dengan penuh harap.

Kebetulan (Name) gabut 'kan ya, ia pun setuju. "Boleh dong. Ayo kita main sampai capek!"

Semangat bocah itu pun kembali sebab sudah punya teman bermain. Lalu dua orang itu pun bermain dengan serunya di dalam rumah.

Sampai mereka lupa waktu, sampai sore juga mereka masih bermain.

"Eh, eh, bentar." (Name) menghentikan permainan. "Udah sore nih, mending kamu pulang. Bapak atau kakakmu kali aja udah pulang."

Contract Marriage [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang