Chapter 27

247 38 7
                                    

Napas terengah-engah sudah menjadi besti bagi (Name), semenjak memasuki trimester tiga kehamilan. Membawa kandungan yang semakin besar, menyulitkan (Name) dalam hal beraktivitas. Apa karena efek mageran dari masa perawan, yang masih melekat sampai masa hamil besar? Perasaan (Name) bukan orang mageran.

Sehari-harinya, seperti biasa (Name) melaksanakan pekerjaan rumah, masak lah, nyapu lah. Untuk akhir-akhir ini, lebih dibatasi karena itu. Mudah bagi (Name) untuk ngos-ngosan jika sudah beraktivitas.

Meski mudah capek, di setiap pemeriksaan (Name) ataupun janinnya dinyatakan sehat. Kata dokter, lama-lama juga terbiasa, walau nyatanya tidak. Makin besar ukuran perut, makin mudah capek bagi (Name).

"Aaaaa, pengen ngeluarin dia ..."

Solar di dekatnya, mendengar ucapan (Name), tentunya kaget. "Astaga, omongan apa itu. Jangan sembarangan."

(Name) membenarkan posisi duduknya yang agak melorot. "Kamu mah gak pernah ngerasain hamil, gampang lah ngomong gitu."

"... Memang. Hamil itu kodratmu, perempuan. Kurangi keluhannya. Kalau capek, istirahat, bukannya ngeluh pengen cepat lahiran."

"Tapi ... HPL-nya masih lama ... aku juga capek capekan muluu."

"Capek capek?" ledek Solar sedikit.

"Aaaa serah, pokoknya capek." (Name) merungut

Solar lebih mendekat lagi. "Bisa diistirahatkan, sayang."

"Gak mau, gak mempan." ucap (Name), masih dengan muka merungut. "Capek ah, bad mood."

Solar cuma senyumin, maklum dengan perempuan di hadapannya ini. Mau marah pun tak bisa. Lalu, kedua tangannya memasukkan (Name) ke dekapannya, ternyata (Name) tidak tantrum. Malahan (Name) memendam mukanya pada dada bidang yang wangi.

Lalu, Solar merasakan kedutan--dari tendangan bayi di dalam perut besar (Name), yang sedang dekat dengan perutnya sendiri. Seketika (Name) meringis.

"Aduh ... kenapa sih, deekk. Nyakitin."

"Tenanglah," Solar ikutan mengelus perut (Name). "Marah nih? Kencang banget tendangannya,"

(Aku kenapa siii, feel nulis romance kemana dah, kagak kerasaa 😭)

"... Iri kali ya, karena kita lagi pelukan."

"Bisa-bisanya." Solar masih mengelus itu, hingga (Name) merasa mendingan dengan sendirinya.

Solar lebih mendekatkan dirinya pada sang anak. "Lain kali, nendangnya pelan-pelan. Ayah jadi ikut ngerasain tendangannya." Lalu, Solar mengecupnya.

(Name) dibuat gemas dengan suaminya. "Jadi pengen lahiran."

"Diem, (Name)."

=====

Hari Minggu ini, (Name) pergi jalan-jalan dengan suaminya. Kemauan (dibaca: paksaan) (Name), itu juga sebab (Name) sangat jarang keluar rumah. Sudahlah pengangguran, ditambah hamil, alhasil disuruh mengabdi di rumah.

Tempat yang mereka tuju pertama kali adalah supermarket. Memang bukan tempat yang woah, tapi sebab tumbenan keluar membuat (Name) merasa bebas.

Mereka membeli banyak barang di situ. Yang membeli sih Solar, (Name) cuma mengarahkan harus membeli apa. Ia tak dibolehkan membawa banyak barang apalagi yang berat.

Sehabis berbelanja, mereka sedang di dalam mobil. Sudah dari setengah jam yang lalu, cuma muter-muter tak tau arah sesuai kemauan bumil yang tumbenan jalan-jalan.

"Gak mau berhenti dulu?"

"Gak ah."

Gitu.

"... Eh, di situ ada dagang eskrim. Kamu mau?" pancing Solar

Contract Marriage [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang