"Aku kadang kepikiran, aku udah hamil, terus makin lama makin gede, pasti kesusahan sendiri, apa lagi sampai dia lahir dan jadi tanggung jawab kita sampai nantinya."
Malam-malam ditemani overthinking dari (Name). Solar yang sejatinya tak ambil pusing dengan itu, dirinya cuma mendengar ocehan (Name) tentang yang akan terjadi ke depan.
"Kan ini udah terlanjur isi, terus dia bakalan makin gede ... aku mikir nanti takut ngelihat perut sendiri yang saking gedenya. Entar aku malah takut buat ngeluarin dia dari lubang sekecil itu ..."
"Terus, habis lahiran pasti sakit sesakit-sakitnyaa. Badan berubah, kondisi mental berubah, eh malah dibonusin baby blues. Entar kalau malah gak sengaja marahin bayi yang lagi rewel karena gak tahan, gimana yak? Atau, karena saking kesalnya, bisa-bisa malah aku lempar bayinya?"
Solar yang sebenarnya lelah mendengarkan. Semua (Name) keluarkan dari kepalanya yang penuh itu. Solar tak mempermasalahkannya, itu juga bentuk pencurahan yang tidak bisa disepelekan jika malah dipendam sendiri.
"(Name), kamu lupa denganku?" ucap Solar
(Name) menatap Solar. "Ingat ... 'kan lagi di depan mataku sekarang."
Solar tersenyum tipis. "Jangan lupa kalau aku ini suami bagimu dan ayah bagi anak kita. Kamu gak sendiri menjalani ini. Selain aku, ada mama, papa, Thorn, dan juga Nara. Ramai kok. Gak perlu terlalu mikirin yang gak yakin terjadi."
(Name) tampak murung. "Namanya juga tumben, pertama kalinya, aku sendiri bingung ini, dikit-dikit mikir berlebihan. Kalau diceritain pasti orang bakal ngatain aku lebay ... btw kalau diingat-ingat, Kak Solar pernah marahin aku gak?"
Solar membuang napasnya pelan. "Sekarang pun kamu lagi mengeluarkan semua isi pikiranmu, dan aku gak bilang hal negatif apapun." ucap Solar, "Soal marahin kamu, aku gak sempat, api amarahku keburu padam karena aku masih ada logika dan bisa berpikir tenang. Selain itu, kamu terlalu lucu untuk dimarahi. Dicium juga diam."
(Name) menggaruk kepalanya. "Ohh ... yang terakhir itu, gak salah sih." (Name) membenarkan selimutnya. "Aku sebenarnya ngantuk."
"Merem."
"Pikiranku ramai terus, kak."
Solar mulai berpikir untuk sebentar. "Kamu udah minum susu?"
"... Belum. Hampir aja aku lupain itu."
"Bisa-bisanya." Solar pun segera bangun. "Anteng di sini ya, akan aku bawakan."
Solar pergi, (Name) cuma diam. Tak ada yang ia ajak mengobrol untuk sebentar dan cuma menunggu dengan gabut. Gadget sudah ditaruh di atas laci, sudah dimatikan sedari tadi agar tidak mengganggu tidur.
Beberapa menit kemudian, baru Solar kembali dengan segelas susu. (Name) pun duduk kemudian menerima susu itu dan segera meminumnya.
Setelah susu habis, (Name) meletakkan gelas di atas laci. Yang tadinya memang mengantuk, sekarang jadi rileks dan membuat (Name) makin mengantuk serta siap tidur. Tak lama kemudian, (Name) berbaring lalu dengan mudahnya tidur. Solar memperhatikan itu, ia sendiri sudah rebahan, sekarang ia pun memeluk (Name) dan menyusul tidur.
===
Besok paginya, hari baru lagi dengan rutinitas biasa. (Name) bangun pagi, diawali dengan cuci muka dan sikat gigi tanpa mandi, lalu pergi ke dapur. Seperti biasa, Tamaya sudah ada di dapur duluan.
(Name) membantu Tamaya memasak makanan hari ini, serta sarapan setelahnya. Kemudian dilanjutkan dengan membersihkan dapur, yang kemudiannya lagi dilanjut dengan menyapu isi dalam rumah. Itu dibagi bersama Nara juga, karena rumah yang cukup luas. Nara menyapu lantai atas, (Name) menyapu lantai bawah, sementara itu ada Thorn yang mau menyapu halaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Contract Marriage [✓]
Fanfiction୨⎯ BoBoiBoy Solar w/ Female!Readers ⎯୧ Dalam halu yang liar, orang-orang pasti membayangkan bagaimana dirinya bersanding dengan pria tampan. Mungkin itu pria biasa, atau yang punya kekuasaan besar seperti CEO dan Mafia. Ya, (Name) juga begitu, karen...