Tiga hari kemudian, Solar sudah boleh pulang dari rumah sakit. Meski Solar sudah merasa sehat-sehat saja, tapi (Name) yang paranoid dan mengekang Solar untuk beberapa aktivitas, karena menurutnya di dalam tubuh Solar masih sensitif dan bisa membuatnya kesakitan. Padahal Solar ini sudah pro dan baginya luka segini tidak terlalu menyakiti dirinya.
Sejak pulang dari rumah sakit, (Name) begitu melayaninya tanpa disuruh. Solar bagai dirajakan oleh kekhawatiran (Name). Ini diambilkan, itu dibuatkan, sampai Solar juga yang jenuh dengan pelayanan dari istri kontraknya tersebut.
"(Name), tolong jangan mengekangku begini ..."
"Hah? Siapa yang mengekang?"
"Kamu. Ini-itu gak boleh, semuanya kamu ambilkan, kalau begini caranya gimana aku bisa sehat dengan hanya duduk dan tiduran?"
"Tapi 'kan kakak baru pulang dari rumah sakit, masa maunya keluyuran."
"Aku ini sudah sehat, (Name). Gak ada rasa sakit apapun. Sekarang, biarkan aku keluar dari kamar dan menggerakkan tubuhku agar aku lebih sehat dari ini."
"Tapi, kak ..."
"Sesuai persyaratan ketiga, pihak satu boleh menyuruh apapun tanpa perlawanan pihak dua."
'... Dia masih aja ingat dengan isi sukonnya.'
"Sudahlah, beri aku jalan."
"Ya udah, biarkan aku menemanimu."
Solar menghela napas. "Baiklah. Kalau gak disuruh, jangan kamu melakukan apapun."
(Name) mengangguk patuh, lalu ia mengikuti Solar keluar dari kamar. Kemana-mana Solar pergi, (Name) terus berada di belakang pria itu--selain ke kamar mandi tentunya. Solar merasa jadi bapak ayam karenanya.
"Duduk, (Name)."
"Aku 'kan harus menjagamu."
"Suruhan."
Seketika (Name) pergi duduk. Barulah Solar bisa merasa tenang. Sementara itu, (Name) sibuk mengawasinya dari tempatnya duduk.
Lalu, tiba-tiba terdengar suara krontang-krontang dari tempatnya Solar, membuat kaki (Name) gatal mau menghampirinya.
"Jangan bangun kalau gak disuruh."
(Name) reflek ber-"dih" dengan suara kecil. Lalu, terdengar lagi, dan kini suara gelas pecah. (Name) langsung menghampirinya.
"Udah aku bilangin, kakak emang harus dijagain. Duduk sana."
"... Kamu--"
"--Gak tertulis di kontrak kalau aku gak boleh nyuruh-nyuruh pihak satu."
Kali ini, Solar mengalah dan pergi duduk, membiarkan (Name) membereskan kelakuan Solar tadi. Sejujurnya (Name) kesal dengan Solar yang sok-sokan apa-apa bisa sendiri, padahal keadaan dirinya sendiri sedang kurang sehat. Sekarang saja satu gelas sudah pecah olehnya. Mungkin kalau Tamaya spek mak lampir yang lebih sayang barang daripada anak, Solar bisa dihabiskan.
Beres dengan pecahan gelas, (Name) menghampiri Solar yang sedang sibuk sendiri. Sepertinya ia kesal karena (Name) tadi begitu? Tapi (Name) tak begitu peduli, menurut (Name) dirinya tak ada salah.
"Mau kemana?" tanya Solar dengan nada datar, melihat (Name) barusan mau pergi.
"Ke kamar, siap-siap mau ke kampus."
"Memangnya kamu diizinkan?"
"Lah, 'kan cuma ke kampus, disuruh datang dan ngurus terkait wisuda nanti."
"Memangnya aku mengizinkanmu?"
"Ya, kenapa enggak." jawab (Name) agak ketus, lalu pergi begitu saja.
Masih sama datarnya, ditambah perasaan yang agak kesal. Solar pun berdiri dan menghampiri (Name), lalu menarik salah satu tangan (Name) hingga sang empunya tangan mundur, kemudian Solar melingkarkan salah satu lengannya di depan leher (Name).
KAMU SEDANG MEMBACA
Contract Marriage [✓]
Fanfiction୨⎯ BoBoiBoy Solar w/ Female!Readers ⎯୧ Dalam halu yang liar, orang-orang pasti membayangkan bagaimana dirinya bersanding dengan pria tampan. Mungkin itu pria biasa, atau yang punya kekuasaan besar seperti CEO dan Mafia. Ya, (Name) juga begitu, karen...