Setelah kejadian kemarin malam, Jeya menjadi lebih diam dari biasanya. Ia tidak banyak bicara ketika bersama dengan Naje, hal ini tentu menjadi tanda tanya dikepalanya.
Contohnya sekarang ini, Jeya dan Naje sedang sarapan bersama tetapi Jeya sama sekali tidak membuka obrolan seperti hari-hari biasanya.
Naje menegakan tubuhnya, baru kali ini ia mau membuka topik, "Hari ini Mama ajak kita buat makan malam bersama karena keluarga Om saya baru datang dari Toronto."
"Jam berapa."
"Jam 7 saya jemput, hari ini saya ada meeting di kantor."
"Sendiri sendiri aja kesananya, nanti kamu capek aku lagi yang dimarahin." Balasnya bermaksud menyindir.
Naje menghela nafasnya, "Bukan begitu maksud saya, semalam saya—"
"Gapapa, aku ngerti kok. Cepet diabisin makanannya nanti telat."
"Jenaya..." Naje berusaha meraih telapak tangan Jeya namun gadis itu dengan cepat berdiri lalu pergi menuju dapur untuk menaruh piring dan gelas bekasnnya.
***
Rasanya semangat hari ini hilang bagi seorang Najendra Dirgantara, walaupun biasanya memang terlihat seperti manusia tidak punya semangat hidup namun kali ini lebih-lebih terlihat tidak semangat hidupnya.
Jendral dan Haikal yang kini menjadi teman makan siangnya mendapatkan banyak tanda tanya di kepalanya.
"Kenapa Na, lo masih mikirin proyek?" Tanya Jendral.
Naje menggeleng, "Persetan sama itu, sekarang gue berantem sama Jeya gara-gara proyek brengsek ini." Balasnya dengan amarah yang terpendam.
"Lah naon anying, apa hubungannya proyek sama bini lu gila." Saut Haikal.
Naje berdecak, "Ngga sengaja semalem gue ngomong kasar ke dia, hari ini dia jadi nyindir-nyindir gue sama diemin." Adunya.
Jendral tertawa, "Elu juga kebiasaan sih sensitif banget sama masalah kerjaan, tau ngga kemarin jantung gue udah mau merosot pas lu marah-marah." Balasnya.
Naje mengusak rambutnya kasar, "Ah gataulah anjir pusing gue."
"Peduli banget lu sama perasaan Jeya, udah demen ya Mas-nya." Celetuk Haikal yang langsung disambar oleh Jendral, "Iya juga. Lo udah suka ya sama tu cewe aneh?!"
Naje menatap Jendral tajam, "Siapa yang lu bilang aneh hah."
"Istri lu anjir aneh, gue salah mulu di mata dia." Balas Jendral tidak mau disalahkan.
Naje memukul punggung Jendral, "Bukan dia yang aneh tapi lo emang ngeselin."
"Cie ngebelain." Ejek Haikal.
"Diem lu berdua, engga ada gunanya gue cerita sama kalian. Susah emang ngobrol sama perjaka tua."
"HEH SIALAN! KAYA LU NGGA AJA ANJIR, emang lu udah begituan sama bini lu yang sok oke itu hah?! Belom kan!" Ujar Jendral dengan amarah yang membara.
"Udah Jen udah, biarin aja si manusia kaku ini. Maklum baru pertama kali berhubungan sama lawan jenis." Haikal menenangkan Jendral dengan menepuk punggung Jendral.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT HUSBAND [END]
FanfictionGadis yang baru saja menginjak umur 21 tahun itu harus bergelut dengan permintaan orang tuanya yang sudah diluar angkasa. Bagaimana bisa seorang gadis yang masih memiliki hasrat bermain menggebu gebu harus terjebak di suatu hubungan sakral? Apa ia...