Selama di perjalanan pulang, baik Jeya maupun Naje keduanya sama-sama tidak membuka suara, hanya suara radio yang menghiasi suasana mobil.
Bahkan saat mobil sudah terparkir di garasi pun Jeya masih dalam mode diamnya, ia keluar dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Naje mengikuti Jeya dari belakang hingga sampai keduanya di dalam kamar, Naje yang sudah tidak tahan dengan suasana ini ia pun menarik pergelangan tangan Jeya hingga gadis itu berbalik menghadap padanya.
"Apasih Mas." Ketus Jeya.
"Kita harus selesaikan masalah ini Jeya, tidak baik berantam lebih dari tiga hari."
"Ya kan ini belom tiga hari."
Naje memejamkan matanya mencoba tetap sabar menghadapi Jeya yang selalu ada saja jawaban ajaib yang keluar dari mulut gadis itu.
"Terus kamu mau nunggu tiga hari dulu, baru kita baikan gitu?"
"Iya kali."
Sekali lagi Naje menghela nafasnya kemudian membawa Jeya berdiri di tepi jendela, "Kamu pernah mikir engga kenapa ada manusia yang percaya kalo lihat bintang jatuh artinya kita bisa meminta satu permintaan."
"Biasanya mereka bukan ingin meminta tapi cuma mau mengutarakan apa yang mereka mau tanpa sebuah harapan." Balas Jeya.
Naje mengangguk, "Benar, kamu benar. Dan sekarang saya juga ingin meminta satu permintaan tanpa sebuah harapan itu."
Jeya mengerutkan keningnya, apa maksud dari pria ini sebenarnya. "Tapi sedang tidak ada bintang jatuh, jadi kamu engga bisa minta."
"Saya ingin pernikahan ini bisa berakhir dengan baik, saya ingin kamu menjadi istri pertama dan terakhir saya, saya ingin bisa membangun keluarga kecil saya sendiri, saya juga ingin merasakan bahagianya menjadi seorang ayah yang melihat pertumbuhan anaknya, saya ingin itu semua. Tetapi saya tidak berharap semua itu bisa terjadi karena kita tidak tau apa yang akan terjadi di masa depan." Naje menjeda ucapannya lalu menarik telapak tangan Jeya dan ia genggam dengan erat.
"Saya tidak tau kamu ingin atau tidak menjadikan saya yang terakhir, tapi kamu harus tau kalau saya sudah jadikan kamu yang terakhir untuk saya. Maaf saya masih memiliki banyak kekurangan atau satu dan lain hal yang buat kamu kesal dengan saya, saya minta maaf untuk semua itu." Lanjutnya.
Ini pertama kalinya Naje mampu mengutarakan isi hatinya karena Naje memiliki kepribadian yang suka sekali memendam. Bahkan pada orangtuanya sekalipun, Naje jarang bercerita tentang apa yanh terjadi di hidupnya sedari kecil Naje selalu memendam semuanya sendiri.
Jeya mengusap telapak tangan Naje yang masih berada digenggamannya, "Aku juga engga pernah punya niat untuk menikah lagi karena aku punya prinsip untuk menikah hanya sekali, untuk itu aku juga akan mempertahankan pernikahan ini Mas."
Naje menatap mata teduh milih gadis di depannya yang kini telah menjadi miliknya, "Tolong bantu saya untuk memperbaiki diri, saya pun juga akan bantu kamu untuk memperbaiki diri."
Jeya mengangguk, "Eum kita akan bangun rumah tangga ini dari awal, aku akan coba untuk buka hati buat kamu dan kamu juga harus buka hati buat aku loh! Aku engga mau sampe cinta bertepuk sebelah tangan."
Naje terkekeh dan mengusak rambut Jeya, "Iya saya akan coba Jenaya."
"Pertama-tama kamu harus ganti cara bicara kamu! Aku kaya ngomong sama bos tau ngga kalo ngomong sama kamu." Protes Jeya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT HUSBAND [END]
FanfictionGadis yang baru saja menginjak umur 21 tahun itu harus bergelut dengan permintaan orang tuanya yang sudah diluar angkasa. Bagaimana bisa seorang gadis yang masih memiliki hasrat bermain menggebu gebu harus terjebak di suatu hubungan sakral? Apa ia...