Seminggu telah berlalu dan keadaan Jeya sudah mulai membaik, tetapi bedanya kini Jeya semakin menempel pada Naje. Bahkan pergi ke kantor pun ia minta untuk ikut, pokoknya apapun harus bersama sang suami.
"Sayang, boleh turun dulu?" Pinta Naje karena saat ini Jeya berada di gendongan depannya, seperti koala.
Jeya menggeleng kemudian menyembunyikan wajahnya pada potongan leher Naje, "Aku engga mau turun!"
"Sebentar ya sayang, ini gimana cara aku masak kalo kamu di depan aku gini. Atau mau gendong belakang aja ya? Ini aku engga bisa lihat kalo kamu di depan aku."
Wanita hamil itu menurut, perlahan ia turun lalu kembali menaiki tubuh sang suami hanya berpindah posisi saja."Kamu pegangan yang erat, aku engga bisa pegang kamu sekarang."
Jeya mengangguk lalu mengeratkan kaki dan juga tangannya pada tubuh atletis suaminya.
Kembali pada masakan, Naje melanjutkan acara memasaknya yang sebelumnya tertunda. Pagi ini ia diminta oleh sang istri untuk membuatkannya brownies, sepertinya wanita hamil itu sedang mengalami yang namanya mengidam.
"Habis makan ini harus minum susu sama vitamin ya sayang."
Jeya mengerutkan bibirnya, "Minum susu sama vitaminnya engga bisa besok aja ya?"
"Engga dong, susu sama vitaminnya harus rutin di konsumsi. Agar dedek bayi sama sayangku ini bisa selalu sehat."
"Tapi aku engga suka sama susunya, rasanya engga enak."
"Mau ganti rasa aja? Kamu mau rasa apa sayang."
Jeya menggeleng tak tau, "Gatau juga aku bingung. Semua rasanya kayanya engga enak deh."
Naje terkekeh, "Mana ada susu yang engga enak sayangku. Itu kamu aja yang emang males kan minumnya."
***
Sebagai bentuk penghiburan atas kepergian Ibu dan Ayah dari Jenaya, keluarga Dirgantara mengadakan sebuah acara kecil-kecilan hanya sebatas makan malam di kediaman rumah orang tua Najendra.
"Sayang jangan pake sepatu ini dulu, nanti kaki kamu sakit." Pintah Naje karena sang istri yang mengenakan heels walaupun tak terlalu tinggi tetapi tetap saja beresiko.
"Ish terus aku pake apa? Masa aku pake sendal! Aku engga punya sepatu bagus lagi." Ucap Jeya sedikit menggunakan nada tinggi.
Naje memberikan sepasang flatshoes berwarna senada dengan gaun yang dikenakan oleh sang istri, "Aku udah beli sepatu ini buat kamu. Untuk sementara waktu kamu pake sepatu kaya gini dulu ya, aku udah stok beberapa untuk kamu."
Seketika mata Jeya berbinar mengambil sepasang sepatu di tangan suaminya, "Ih bagus banget. Kamu beli ini buat aku?"
Naje mengambil alih sepatu tersebut kemudian ia pasangkan pada kedua kaki sang istri, "Cantik." Pujinya.
Pipi Jeya merah merona saat suaminya memujinya.
"Kenapa gitu pipinya." Ucap Naje jahil yang langsung mendapatkan cubitan panas dari sang istri.
"Nyebelin banget sih!" Pekik Jeya.
Naje terkekeh geli, sepertinya menjahili Jeya akan menjadi hobi barunya mulai sekarang. Entah kenapa taut wajah Jeya saat kesal sangat menggemaskan baginya.
"Udah yu berangkat, nanti mereka nunggu kita lama." Naje memberikan lengannya dan Jeya menerimanya dengan melingkarkan tangannya pada lengan Naje.
***
Keluarga Dirgantara menyambut kedatangan Naje dan Jeya dengan tangan terbuka. Mereka telah berkumpul di taman belakang rumah orang tua Naje yang telah di dekorasi sedemikian rupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT HUSBAND [END]
FanfictionGadis yang baru saja menginjak umur 21 tahun itu harus bergelut dengan permintaan orang tuanya yang sudah diluar angkasa. Bagaimana bisa seorang gadis yang masih memiliki hasrat bermain menggebu gebu harus terjebak di suatu hubungan sakral? Apa ia...