Di tengah hiruk-pikuk kota metropolitan yang penuh dengan gedung-gedung pencakar langit dan kesibukan tiada henti, Gita sering kali melirik jam tangannya dan melihat barisan panjang di depannya. Wanita itu sedang mengantri untuk membeli kopi, namun dia merasa jika lebih lama lagi, dia bisa telat. Menjadi karyawan yang paling bisa diandalkan di kantor jelas membuat banyak beban pada dirinya, jadi secangkir kopi pasti akan membantunya mengangkat beban tersebut.
Akhirnya, gilirannya tiba. Ia segera memesan dan duduk di meja dekat jendela. Minggu ini dia ditugaskan untuk bekerja dari rumah atau dari mana pun yang dia inginkan. Gita merasa kafe ini adalah tempat yang tepat untuk bekerja, tempat di mana dia selalu membeli kopi favoritnya.
Terbenam dalam layar laptopnya, jari-jarinya bergerak cepat di atas keyboard, mengejar deadline proyek yang semakin dekat. Matanya nyaris tidak berkedip, fokus penuh pada kode yang sedang ia tulis.
"Permisi, Mbak. Ini kopinya ya," ucap barista yang mengantarkan kopi milik Gita.
"Oh iya, taruh di situ saja, Mbak," jawab Gita, menunjuk pojok meja yang cukup jauh dari laptop dan dokumen-dokumennya.
Setelah beberapa seruput kopi, Gita kembali tenggelam dalam tugas-tugasnya. Namun, dalam kesibukannya, ia tidak sengaja menyenggol cangkir kopinya. Cangkir itu terjatuh dan kopi tumpah ke meja, mengalir deras menuju tepi dan membasahi beberapa dokumen penting yang tergeletak di sana.
"Sial," Gita mengumpat, panik mencoba menyelamatkan berkas-berkasnya.
Dari meja sebelah, seorang wanita berkacamata dengan rambut terurai dan wajah yang begitu indah memperhatikan kejadian itu. Dengan cepat, dia bangkit dan menghampiri Gita. Dengan senyum lembut, dia berkata, "Biar saya bantu."
Gita menoleh dan melihat wanita itu sudah memegang beberapa tisu, dengan cepat membersihkan kopi yang tumpah. "Terima kasih, maaf merepotkan," ujar Gita dengan nada sedikit gugup, jarang sekali ia berinteraksi dengan orang asing yang begitu cantik dan menarik perhatiannya.
"Tidak masalah, ini kafe umum, hal seperti ini bisa terjadi pada siapa saja," jawab wanita tersebut sambil tersenyum. "Nama saya Shani, by the way."
"Gita," balas Gita singkat, masih merasa canggung.
Setelah membersihkan meja tersebut, Shani duduk di kursi di depan Gita, memindahkan buku-buku serta laptopnya ke meja yang sama. "Sepertinya kamu sangat sibuk. Lagi di kejar deadline?" tanya Shani, memperhatikan Gita yang kembali terlelap dalam laptopnya.
"Ya, ada deadline proyek yang harus diselesaikan hari ini," jawab Gita sambil menghela napas. "Tumpahan kopi ini tidak membantu sama sekali."
Shani tertawa kecil. "Terkadang hal kecil seperti ini memang bisa jadi gangguan besar. Apa yang kamu kerjakan, kalau boleh tahu?"
"Saya seorang programmer. Sedang mengerjakan aplikasi baru untuk perusahaan," kata Gita, mulai merasa sedikit lebih nyaman. "Bagaimana dengan kamu?"
"Saya penulis. Biasanya saya datang ke sini untuk mencari inspirasi dan menulis," jawab Shani. "Hari ini saya sedang mencari inspirasi untuk novel terbaru saya."
"Kedengarannya menarik," kata Gita, meski sebenarnya ia jarang tertarik pada hal-hal di luar dunia teknologinya. Namun, ada sesuatu tentang cara Shani berbicara yang membuatnya merasa tenang.
Mereka melanjutkan percakapan mereka, dari topik pekerjaan hingga hobi masing-masing. Shani menceritakan bagaimana dia suka menulis sejak kecil dan bagaimana dia menemukan kepuasan dalam semua karya yang telah dia publikasikan. Sementara Gita, meskipun biasanya tertutup, merasa nyaman berbicara dengan Shani dan menceritakan beberapa proyek menarik yang pernah dia kerjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GitShan One Shot
Short StoryGua anak nya gitshan banget bost. ada GXG nya yang ga berkenan silahkan tidak usah di baca. Disclaimer : Bahwasanya cerita disini adalah fiksi (Tidak Nyata) dan orang-orang yang ada di dalam cerita ini tidak benar-benar melakukan nya karena sekali...