"Guys, kayanya gua mulai minggu depan udah ga kuliah disini lagi." Ucap Shani secara mendadak, di tengah mereka berduduk bersama mengerjakan tugas.
Semua suara bising dari ketikan dan obrolan di antara 8 manusia itu terhenti. Semua menoleh pada Shani. Merasa tidak percaya apa yang telah di katakan gadis itu. Delapan orang di sana semua menoleh ke arah Shani, tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan gadis itu. Wajah-wajah mereka dipenuhi kebingungan, seakan ribuan pertanyaan melayang-layang di udara, namun tak ada yang langsung berani bertanya.
Akhirnya, Gracia, salah satu teman terdekat Shani, yang lebih dulu memecah kebisuan itu. "Kenapa pindah, Shan?" tanyanya, nadanya penuh kehati-hatian.
Shani menghela napas panjang, wajahnya tampak lelah. "Gua... gua nggak ngerasa ini yang gua mau dalam hidup," katanya, suaranya sedikit bergetar. "Ngambil teknik perkapalan cuma karena passing grade-nya lebih rendah dibanding teknik lain, bukan karena gua suka. Selama ini gua ngerasa terpaksa, dan gua nggak bahagia."
Kata-kata itu seketika membuat ruangan menjadi hening. Tidak ada yang menyangka bahwa Shani, ternyata menyimpan beban yang begitu berat. Perlahan, air mata mulai mengalir dari mata Shani. Tak lama kemudian, teman-teman yang lain ikut merasa terharu, berusaha menghiburnya. Semuanya, kecuali Gita.
Gita, yang selama ini duduk diam di pojok ruangan, hanya mengalihkan pandangannya. Wajahnya tak menunjukkan emosi, hanya kosong, seakan berita itu tidak ada artinya baginya. Tanpa sepatah kata pun, Gita tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya dan pergi begitu saja, menghilang dari pandangan sebelum ada yang sempat menahannya.
Hari-hari setelah pengumuman Shani itu terasa sangat aneh, terutama bagi Gita. Sejak saat itu, ia selalu berusaha menghindari Shani. Setiap kali ada kesempatan untuk berbicara, Gita akan menghilang, mencari alasan untuk tidak berada di dekatnya. Bahkan ketika mereka terpaksa berada di satu ruangan, seperti ketika mengerjakan tugas kelompok, Gita akan duduk sejauh mungkin, matanya selalu menghindari pandangan Shani.
Namun di balik semua itu, tidak ada yang tahu bahwa Gita sebenarnya tengah mempersiapkan sesuatu yang istimewa untuk Shani. Setiap malam, di kamarnya yang sepi, Gita bekerja keras membuat sebuah hadiah kecil untuk Shani. Sebuah pop-up box, hadiah yang mungkin terlihat sederhana bagi orang lain, namun sarat dengan makna bagi mereka berdua.
Pop-up box itu berisi kenangan-kenangan mereka selama kuliah bersama. Di setiap sisi kotak itu, Gita menempelkan foto-foto dari berbagai momen berharga yang pernah mereka lalui bersama. Foto saat mereka pertama kali bertemu di ospek, foto ketika mereka mengerjakan tugas kelompok larut malam, hingga foto-foto candid yang diambil diam-diam saat Shani tertawa lepas di kantin. Di tengah pop-up box itu, ada miniatur kecil berbentuk kapal, yang terbuat dari kertas lipat, simbol dari jurusan yang membawa mereka bertemu, namun juga yang kini memisahkan mereka.
Selain itu, Gita juga membuat video. Video yang berisi kompilasi kenangan-kenangan mereka, dari video amatir saat mereka pertama kali berkenalan, hingga momen-momen kecil yang terekam di ponsel teman-teman mereka. Video itu disusun dengan penuh perasaan, setiap transisi dan musik latar dipilih dengan hati-hati, seolah video itu adalah perwakilan dari seluruh perasaan yang Gita tak pernah bisa ungkapkan dengan kata-kata.
Meski Gita telah menyiapkan hadiah itu, dia masih tidak bisa menghadapi Shani. Setiap kali dia melihat Shani di kampus, jantungnya berdegup kencang, tapi bukan karena cinta atau nostalgia, melainkan ketakutan yang dalam. Takut bahwa ini mungkin akan menjadi akhir dari segalanya. Mereka akan berpisah, dan kali ini bukan hanya soal jarak, tapi juga soal waktu. Shani akan pindah ke kota lain, dan Gita tahu bahwa jika dia tidak melakukan sesuatu sekarang, mungkin mereka tidak akan pernah lagi bertemu.
Hari terakhir Shani di kampus pun tiba. Suasana terasa sendu, dan meski mereka berusaha keras untuk membuat hari itu menjadi kenangan yang menyenangkan bagi Shani, semua orang tidak bisa menutupi rasa sedih mereka. Shani pun mencoba untuk tetap tersenyum sepanjang hari, meski dalam hatinya dia juga merasa berat untuk meninggalkan teman-temannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
GitShan One Shot
Short StoryGua anak nya gitshan banget bost. ada GXG nya yang ga berkenan silahkan tidak usah di baca. Disclaimer : Bahwasanya cerita disini adalah fiksi (Tidak Nyata) dan orang-orang yang ada di dalam cerita ini tidak benar-benar melakukan nya karena sekali...