Gita menatap langit malam yang berhiaskan bintang, pikirannya melayang jauh dari tawa teman-temannya yang riuh. Ia duduk di sudut warung kopi pinggir jalan, ditemani oleh asap rokok yang ia hembuskan perlahan. Meja di depannya penuh dengan minuman oplosan yang rasanya tidak jelas, tetapi cukup untuk memberi sensasi hangat yang sementara menenangkan hatinya yang gundah. Malam itu, suara tawa kencang teman-temannya yang sedang bermain kartu bergema di udara. Mereka bercanda dan berceloteh, menikmati kebebasan malam itu, menciptakan kerusuhan kecil yang tampaknya hanya menyenangkan mereka sendiri. Di tengah-tengah kegaduhan itu, Gita terlihat tenggelam dalam pikirannya sendiri, matanya kosong menatap ujung rokok yang berpendar merah.
Malam yang dingin terasa sepi bagi Gita meskipun dikelilingi oleh banyak teman. Kenangan tentang Shani, mantan kekasihnya, masih terasa segar di pikirannya. Hatinya perih setiap kali ia teringat betapa hangatnya hubungan mereka dulu, sebelum semua berubah. Shani kini telah beranjak ke dunia baru sebagai mahasiswa, meninggalkan Gita yang masih bersekolah di SMA. Gita merasa tertinggal dan terisolasi, seolah-olah ia masih terperangkap di dalam dunia yang tidak lagi relevan bagi Shani.
Kedekatannya dengan Freya, teman sekelasnya yang selalu ada di saat-saat sulit, hanya memperburuk situasi. Gita tahu bahwa Freya menyukainya lebih dari sekadar teman, tapi ia biarkan saja, menikmati perhatian dan kebersamaan itu sebagai pelarian dari kesepian yang menghantui. Namun, pertemuannya dengan Freya di Gramedia, yang dianggap biasa saja, justru menjadi pemicu kehancuran hubungannya dengan Shani. Tanpa sepatah kata pun, Shani memutuskan hubungan mereka. Ia merasa dikhianati dan terluka, meski Gita tidak sepenuhnya bersalah.
Suara tawa dan suara kartu yang dibanting ke meja membawa Gita kembali ke realitas. Ia mengisap rokoknya dalam-dalam, berharap asapnya dapat menenangkan rasa sakit yang menusuk di hatinya. Namun, seperti biasa, hanya ada keheningan yang tersisa setelah asap itu hilang.
Tiba-tiba, dari kejauhan, Gita melihat sosok yang sangat ia kenal. Shani berdiri di seberang jalan, matanya menatap tajam ke arah Gita. Ada kemarahan yang jelas terlihat di wajahnya, namun juga ada keprihatinan yang tersembunyi di balik tatapan itu. Gita tertegun, tidak percaya bahwa Shani akan datang menemui dia di sini, di tengah malam seperti ini. Detak jantungnya semakin cepat, sementara teman-temannya masih tidak menyadari kehadiran Shani.
Shani melangkah mendekat dengan cepat, langkahnya tegas dan penuh determinasi. Saat ia mencapai meja Gita, suasana menjadi hening. Semua mata tertuju pada Shani, yang sekarang menarik Gita menjauh dari meja itu.
"Kamu janji ke aku buat ga ngerokok, dan yang bener aja sekarang kamu mabok-mabokan?" suara Shani terdengar keras, penuh dengan ketidakpercayaan dan kemarahan. "Kamu benar-benar berubah."
Gita tersentak mendengar nada suara Shani. Ia menatap wajah Shani yang sekarang terlihat lebih dewasa, dengan rambut yang tertata rapi dan pakaian kasual yang simpel namun elegan. Gita merasa terpojok. Ia menghembuskan asap rokok terakhirnya sebelum mematikan puntungnya.
"Masih peduli? Setelah mutusin dengan segitunya gausah sok peduli." Ucap Gita sok tegar padahal rasanya ia ingin langsung memeluk Shani.Shani terdiam sejenak, mencoba menahan emosinya. Ia menatap Gita dengan pandangan yang sulit diartikan—campuran antara kekecewaan, kekhawatiran, dan rasa kehilangan. "Aku mutusin kamu karena aku lihat kamu lebih peduli sama Freya daripada hubungan kita," kata Shani akhirnya, suaranya sedikit melembut. "Dan sekarang, kamu malah terjerumus kayak gini."
"Freya cuma teman, Shan. Kamu tahu itu," Gita membalas dengan cepat, meskipun hatinya merasakan kepedihan. "Dan kalau kamu mau tahu, aku ngelakuin ini semua karena aku nggak tau lagi harus ngapain setelah kamu pergi."
Shani menggertakkan giginya, mencoba menahan emosinya yang bergejolak, matanya mulai berlinang air mata. "Aku ninggalin kamu karena aku nggak bisa terus-terusan merasa nggak cukup. Aku tahu kamu dan Freya nggak lebih dari teman, tapi melihat kalian berdua begitu dekat saat aku merasa kita mulai berjarak... itu sakit, Gita," kata Shani dengan jujur. "Aku nggak kuat lihat kamu ada di sisi orang lain saat aku butuh kamu."
Gita terdiam, rasa bersalah mulai merayap di hatinya. "Maaf, aku ga bermaksud untuk begitu," Gita pun mendekat kearah Shani mencoba untuk memeluk nya untuk menenangkan mantan kekasihnya itu, namun Shani menolak.
Shani mundur selangkah, mengangkat tangannya untuk menghentikan Gita. Matanya berkaca-kaca, tapi ia berusaha untuk tetap tegar. "Kita udah selesai, Gita," katanya dengan suara serak.
Gita terdiam, merasa hatinya semakin hancur. Ia melihat Shani, yang tampak begitu rapuh. "Kita benerin lagi ya sama-sama?" Ajak Gita yang tidak menyerah untuk mendekati nya.Shani menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia melihat Gita dengan mata yang penuh pertimbangan. Di satu sisi, hatinya masih terluka oleh perpisahan mereka dan rasa tidak cukup yang ia rasakan. Di sisi lain, ia merindukan Gita dan kenangan indah mereka bersama. Kejujuran dan ketulusan Gita malam ini sedikit demi sedikit meluluhkan benteng yang ia bangun di sekitarnya.
"Gita," Shani menghela napas, suaranya bergetar. "Aku nggak tahu apakah kita bisa memperbaiki semuanya. Terlalu banyak yang udah berubah, dan aku takut kita bakal terluka lagi."
Gita menatap Shani dengan penuh kesungguhan. "Aku paham kamu ragu, tapi aku gamau ngebiarin kamu pergi lagi tanpa ada perjuangan dari aku. Aku janji aku bakal berubah ga hanya buat kamu tapi buat aku juga."
Shani terdiam, hatinya bergulat dengan perasaan yang campur aduk.
"Kalau aku kasih kesempatan lagi, kamu janji bakal serius?" tanya Shani dengan nada ragu, namun juga berharap.
Gita mengangguk tanpa ragu, tatapannya teguh. "Aku janji. Aku nggak mau kehilangan kamu lagi. Aku akan buktiin kalau aku bisa jadi orang yang lebih baik. Kita bisa mulai pelan-pelan, nggak harus buru-buru. Tapi aku mau kita coba lagi."
Shani terdiam sejenak, mempertimbangkan kata-kata Gita. Akhirnya, ia tersenyum tipis, menghapus air mata yang mulai mengalir di pipinya. "Oke, kita coba lagi," katanya dengan suara lembut namun tegas. "Tapi kita harus jujur satu sama lain, dan kamu harus bener-bener berubah, Gita."
Gita merasa lega, senyum lebar menghiasi wajahnya. Ia mengambil langkah maju dan meraih tangan Shani, menggenggamnya dengan lembut. "Aku janji, Shan. Kita akan buat ini berhasil."
Shani merasakan kehangatan dari genggaman tangan Gita, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasakan harapan. "Aku juga janji akan lebih percaya sama kamu," katanya, matanya bertemu dengan mata Gita. "Kita mulai lagi dari awal."
Malam itu, di bawah langit malam yang penuh bintang, Gita dan Shani memutuskan untuk memberi cinta mereka kesempatan kedua. Mereka tahu perjalanan mereka tidak akan mudah, tapi mereka juga tahu bahwa mereka masih saling mencintai. Dengan keyakinan dan komitmen, mereka siap menghadapi tantangan yang akan datang, bersama-sama.

KAMU SEDANG MEMBACA
GitShan One Shot
Short StoryGua anak nya gitshan banget bost. ada GXG nya yang ga berkenan silahkan tidak usah di baca. Disclaimer : Bahwasanya cerita disini adalah fiksi (Tidak Nyata) dan orang-orang yang ada di dalam cerita ini tidak benar-benar melakukan nya karena sekali...