Bu Dosen

926 109 16
                                    

"Kalian gimana si? Ini langsung copy paste dari AI ya?" Marah dosen itu, walau parasnya begitu cantik. Dosen muda ini dikenal sebagai dosen killer, tidak hanya pada jurusan Management dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis namun dari fakultas lain pun semua takut padanya. 

Setelah ketegangan yang di berikan barusan dari omelan itu, dosen tersebutpun menuliskan angka 0 pada makalah tersebut. Tentu mahasiswa malang disitu adalah Gita, Oniel, Zee, Adel dan Flora. Memang salah mereka meminta bantuan pada AI namun mereka tidak expect bahwa dosen killer tersebut juga memiliki mata elang yang bisa tau langsung mana yang ketikan manusia mana AI.

Setelah dosen itu memberikan makalah dengan angka 0 besar yang mencolok, suasana di kelas menjadi sunyi. Mahasiswa yang lain tampak terdiam, tak berani bersuara. Gita pun langsung mengangkat suara, ia merasa bertanggung jawab sebagai ketua dari project makalah tersebut.

"Bu Shani," suara Gita bergetar sedikit, tapi dia berusaha tetap tenang. "Saya mewakili kelompok saya ingin meminta maaf atas kesalahan ini. Saya tahu menggunakan AI untuk tugas ini adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab, dan kami sangat menyesal. Sebagai ketua kelompok, ini sepenuhnya kesalahan saya karena tidak memeriksa lebih teliti. Saya akan memastikan hal ini tidak akan terulang lagi, dan kami akan mengerjakan tugas pengganti yang Ibu minta dengan usaha kami sendiri."

"Ya" Begitulah jawab Shani yang langsung setelah itu mengakhiri kelas dan keluar dari kelas tersebut. Untuk kondisi Gita dan kelompok nya jangan di tanya, mereka begitu pusing dan memutuskan untuk pergi ke kantin terlebih dahulu sebelum melanjutkan pemikiran nya untuk tugas makalah itu.

Dengan kondisi kantin ramai, disitu terdapat 5 mahasiswa bermuka masam, dengan bibir yang juga asam. Rokok sudah menempel pada mulut mereka, dengan pasangan kopi itu sudah berhasil membuat mereka tidak begitu stress dengan keadaan. 

"Sorry ya, karena ide gua kemaren kita malah jadi dapet 0" Ucap Oniel dengan perasaan bersalah.

"Gapapa lagian kemaren kita semua juga setuju" Jawab Zee yang menghembuskan asap rokoknya.

Sementara Adel dan Flora hanya mengangguk dan mereka kembali merenung akan stress yang mereka dapatkan. "Tapi anjir lah sekeliatan itu kah AI nya? Buset dah tuh dosen, cantik-cantik tapi begitu mana bisa dapet jodoh" Cibir Adel yang sudah kesal dengan Bu Shani.

"Eh tapi katanya dia janda tau, udah punya anak. Suami nya selingkuh" Ucap Flora sembari menyeruput kopi nya.

"Buset tauan aja lu flo" Jawab Oniel.

"Tapi itu udah rahasia umum si, di himpunan juga pada ngomongin." Sambar Zee.

"Udah-udah ngomongin dia ga bakal bikin makalah kita selesai." Akhirnya Gita angkat bicara dan mengeluarkan laptopnya untuk memulai kembali makalah yang di coret dengan angka 0 itu.

Setelah Gita membuka laptopnya, tiba-tiba terdengar suara anak kecil yang ribut di kantin. Anak kecil itu, dengan pakaian seragam taman kanak-kanak yang kebesaran, berlarian di antara meja-meja kantin. Suara riuh rendahnya menarik perhatian banyak orang, termasuk Gita dan teman-temannya.

"Eh buset anak siapa tuh?," ujar Oniel, menoleh ke arah sumber suara.

Gita menoleh dan melihat anak kecil itu mendekat ke meja mereka. Anak itu berhenti di depan mereka, menatap Gita dengan mata besar dan penasaran. Gita tersenyum lembut.

"Halo, adik kecil, kamu lagi ngapain di sini?" tanya Gita dengan suara lembut.

Anak itu tersenyum lebar. "Aku lari dari Bunda, aku mau main!" jawabnya dengan suara ceria. "Nama aku Rika."

Sementara Gita berbicara dengan Rika, Oniel, Zee, Adel, dan Flora saling berpandangan dengan bingung. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Gita kemudian memutuskan untuk mengajak Rika duduk dan membelikannya es krim dari kantin, berharap bisa menenangkan anak itu.

Tak lama setelah itu, Shani tiba-tiba muncul di kantin, wajahnya terlihat panik. Matanya menyapu seluruh ruangan sampai akhirnya bertemu dengan Gita dan kelompoknya, yang tengah duduk bersama Rika. Melihat anaknya di sana, Shani langsung menghampiri mereka.

GitShan One ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang