- 11

524 102 123
                                    

Thorn memandang gedung rumah sakit itu dari atas ke bawah, dan meneguk cudah. Kemudian, Thorn menunduk, ia meninjau keadaan Frostfire di gendongannya. Frostfire masih tidur nyenyak sambil mengemut jempol di dalam bungkusan kepompongnya.

Taufan, sosok pria di samping kanannnya, dan Solar, entitas tidak dikenal di sebelah kirinya, juga sama-sama kelihatan bingung. Namun, sebelum Taufan angkat suara dan mengemukakan pendapatnya, Solar menyalipnya, "Berdasarkan citra astronomi, garis lintang dan garis bujur, rumah sakit ini berada di titik 2°30'LU 112°30'BT. Angin muson timur laut datang dari arah sana,"

Telunjuk Solar teracung pada area parkir, di dekat warung makan India. Taufan dan Thorn ikut melihat pada todongan jari Solar.

"Berarti, aku yakin, pihak rumah sakit membangun gedung rumah sakitnya membelakangi arah mata angin, karena menghindari paparan kemarau berlebih menjelang sore hari, dan penyakit yang dibawa angin, seperti influenza." Solar berkhutbah lagi. Lalu, ia mengelus dagu. Pikirannya bermusafir kemana-mana, menyusun narasi lanjutan untuk menguliahi Thorn dan Taufan. "Nah, artinya, pintu masuk rumah sakitnya ada di depan sana."

"Tapi di depan, cuma ada IGD." Taufan mengelus area tengkuknya. Mau menyangkal pun, Taufan tidak bisa, lantaran Taufan buta map, dan dia tak berpengalaman berurusan dengan rumah sakit. Padahal terakhir kali ia pergi ke rumah sakit, itu belum lama ini, yakni saat Taufan menjenguk Sang Maestro di bangsal nifas. Tapi dulu, Taufan datang bersama-sama ayahnya, dan Taufan tidak melihat, apalagi menghapalkan jalan. Taufan justru sibuk ikutan turnamen online gim moba.

Profesor Solar tak begitu menanggapinya, "Ya, berasaskan teori, dan setelah menganalisis struktur bangunannya melalui pemahaman instalasi bangunan konvensional dan pracetak prategang di ilmu teknik sipil, aku rasa, pintu masuk ke polinya ada di sana. Ayo, pasukan, ikuti langkahku."

Solar maju duluan. Pola langkahnya seperti kegiatan baris-berbaris paskibra. Dagunya membusung angkuh, dan Thorn serta Taufan tidak punya pilihan selain mengikuti kemana Solar membawa mereka.

Mereka berjalan melalui lautan kendaraan-kendaraan di parkiran terbuka, pergi ke tepian taman rumah sakit, dan masuk ke muka depan rumah sakit, padahal setelah bertanya ke satpam beberapa menit lalu, mereka diarahkan ke regol samping. Tapi, karena Solar orangnya teoritis, Solar meminpin jalan kembali ke depan.

"Permisi, Pak." Solar menyetop laju jalan seorang penjaga IGD yang melintas di depan ruang administrasi rawat inap.

"Ya?" Si satpam berkumis kaku menyahut.

"Saya mau tanya, kalau poli anak itu, dimana, ya?" Tanya Solar.

"Oh, di samping kiri, Pak, bukan di sini," Si satpam menunjukkan arah jalannya, dan disambut dengan dehaman penuh amarah dari Thorn kepada Solar. Setelah diberi tahu jalan yang tidak menyesatkan, Taufan memincingkan mata pada Solar, sedangkan Thorn mendecak kesal.

Solar terkekeh canggung, "Duh, ya, maaf."

"Percaya, ya sama Tuhan. Percaya Solar itu sesat," Taufan menyilang tangan di atas dada.

"Aduh. Ini seriusan?" Solar menggaruk ubun-ubunnya, "Serius, pria macho, gagah berani, dan maskulin, kayak gue, disuruh nganter Frostfire imunisasi satu bulanan? Sedangkan si mamalia karvinora lokal Artik itu, malah enak-enakkan fitting baju di butik?"

"Permisi, kalau mau daftar imunisasi untuk bayi, di sini, ya?" Mengabaikan ocehan tidak bermutu dari Solar, Thorn memutuskan untuk berinisiatif bertanya.

Si petugas administrasi yang kondenya menyerupai tatanan rambut seorang pramugari mengangkat tangannya, menunjuk pada area belakang punggung trio kwek-kewek itu. "Di sebelah sana, Pak."

Ice x Reader | Mr. IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang