Epilog

841 98 42
                                        

Pameran itu dilaksanakan dengan menumpang di ballroom dimana orang-orang biasanya menyewanya untuk acara menikah. (Nama) belum memiliki art spacenya sendiri, tentu ia memerlukan kubikel-kubikel sewaan dan ruangan sewaan.

Seseorang tampil berbalutkan pakaian khas tokoh Cruella de Vil, sedangkan tamu lainnya juga berpenampilan tak kalah nyentrik. Mereka pergi melihat-lihat karya seni lukis di setiap kubikel, dan berganti-gantian berfoto dengan lukisannya. Seseorang bahkan sampai membawa kameramennya sendiri. Ice menduga, wanita berkameramen itu sedang merekam vlog, dan dia berprofesi sebagai public figure.

Ice sempat membantu (Nama) membantu menyambut tamunya di pintu masuk, tapi dia disuruh beristirahat selagi make up artistnya (Nama) ingin merapikan rambut (Nama) yang tadi agak berantakan di wardrobe. Tanpa istrinya, Ice tidak tahu akan berbuat apa di acara seni.

Pameran seninya berlangung terlalu khitmad. Orang-orang itu seperti betulan datang kesini untuk mempertimbangkan kelayakan (Nama), dan memutuskan apakah mereka mesti cari-cari perhatian pada (Nama), atau bersikap biasa saja.

(Nama) selalu disapa oleh tamu-tamunya. Mereka mengikuti (Nama) sambil mengajaknya bicara dan menenggak welcome drink, membahas omong-kosong pemilihan vendor, gaya berbusana (Nama), padahal ujung-ujungnya mereka bakal menanyakan kebersediaan (Nama) untuk bermitra kerja. Ice seorang pengamat. Dia jelas tahu bagaimana kolektor itu beraksi, dan apa taktik verba mereka supaya (Nama) mau bekerja sama.

Acara ini tidak disponsori penuh. Tapi keberadaan sponsor sungguh menunjang pelaksanaannya; pada pukul sebelas lebih, mereka kedatangan kru dari perusahaan jam tangan lokal yang berpresentasi di mimbar, mengiklankan produk keluaran terbaru mereka pada tamu-tamu (Nama). Orang seni gampang dibujuk, terutama selebgram-selebgram itu. Mereka gelap mata dan segera memboyong beberapa item yang cantik-cantik bentuknya.

Sedangkan Ice termenung sambil menggendong Frostfire. Frostfire bayi yang lebih suka diajak berkeliling pameran daripada dititipkan ke daycare dan tidur seharian. Frostfire senang melihat pemandangan bagus.

Lampu di beberapa kubikel dibuat gelap untuk mendukung tema lukisannya, hanya ada satu panel lampu di atas lukisannya, dan penerangan di titik lain hampir nihil. Kubikel itu berisi lukisan suasana panik warga Eropa saat rumah mereka didatangi dokter berkostum menyeramkan dengan masker mirip paruh burung. Banyak yang tidak selamat. Peristiwa Black Plague. Ice sengaja membawa Frostfire ke lukisan itu supaya Frostfire meronta dan menangis, supaya Ice punya alasan untuk membawanya pergi ke kamar hotel saja. Tapi Frostfire malah terlihat baik-baik saja meskipun Ice menyuguhinya pemandangan seram.

Ice membawa Frostfire ke kubikel selanjutnya. Itu lukisan air, dan lili-lili air, serta bunga teratai berkelopak putih. Frostfire meresponnya biasa saja. Ice belum menyerah. Ice pindah ke kubikel selanjutnya.

Itu lukisan Blaze. Lukisannya tidak besar. Kanvasnya berukuran tiga puluh sentimeter kali tiga puluh senti meter. Catnya cat air, bukan cat minyak yang biasa digunakan (Nama). Ice jelas tahu kapan (Nama) melukisnya.

Waktu itu, di resor. (Nama) sebetulnya sudah menyicil lukisan wajahnya Blaze dari hari pertama mereka berlibur. Ice memergoki (Nama) terjaga saat Frostfire sudah capek. Mendaki ke pucuk Galdhøpiggen Sommerskisenter dan berkelana di puluhan gua Klimapark 2469 og istunnelen tak menyurutkan upaya (Nama) untuk merampungkan lukisan wajahnya Blaze.

Apa Blaze tak bisa hilang dari kenangan manisnya? Ice bertanya-tanya. Apa cinta pertamanya akan selalu ada? Apa Ice hanya mewarisi apa yang sesungguhnya Blaze miliki sebelumnya? Ice, pelabuhan kedua, dan kapal mustahil melupakan pelabuhan pertamanya? 

Wajah itu terpampang nyata di depan Ice. Gurat wajahnya Blaze. Kedua mata merah delimanya yang dibuat jernih dan berkemilauan. Itu dibuat dengan serius—Ice menyaksikan sendiri cara (Nama) melukisnya. Sang Maestro melukisnya di tengah-tengah liburannya. Sang Maestro melukisnya ketika ia sedang lelah, dan membutuhkan istirahat. Tapi (Nama) tetap melukisnya, dan membawa kanvasnya bahkan ketika ia sarapan di lobi, di beranda hotel saat Ice dan Frostfire pergi mengatungi daerah bersalju di pekarangan hotel. Apa Blaze sangat penting bagi (Nama)?

Ice x Reader | Mr. IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang