- 04

715 110 52
                                    

Wanita itu menggedor kaca mobil Ice, meminta diizinkan masuk.

Setelah Ice menonaktifkan kuncinya, (Nama) menarik pintu mobilnya Ice. Sang Maestro hari ini kelihatan sama persis seperti apa yang ada di bayangan Ice. Eksentrik, karena pakaiannya tidak wajar, setidaknya untuk ukuran ibu hamil tiga puluh minggu ke atas. Dia mengenakan gaun putih selutut. Ada pita besar di dadanya. Pitanya juga warna putih. Kerah bajunya seperti kerah pakaian pelaut. Perutnya membesar di balik dua kaki pitanya.

Kakinya berselimutkan kaos kaki dengan renda, dan tutupi oleh sepatu bertali yang lagi-lagi dimodifikasi oleh dirinya sendiri.

Tak lupa, wanita yang berasal dari negri dongeng itu juga melingkarkan kalung berbandul angsa putihnya. Mentari menyemburkan cahaya terang-benderang, namun intensitasnya dihadang oleh kaca lamisafe di atas dashboard, melindungi Sang Maestro dari sengatan ultraviolet.

Tangannya dipeluk oleh seuntai gelang emas putih, dan gelang dari kepangan tali-temali.

Rambutnya diurai. Ia menyelipkan bondu kawat yang menjadi struktur dari untaian mutiara air tawar.

Mengulang hal yang sama, Sang Maestro meraih sekrup, dan mendorongnya, menjadikan tubuhnya terbaring horizontal di mobilnya Ice. Ia juga mengangkat kedua kakinya ke dashboard. Setelah sukses menyamankan posisi tidur-tidurannya, (Nama) merogoh miniaudere berhiaskan gantungan kunci pom-pom, gantungan kunci penangkap mimpi dari toko suvernir Hawai, dan gantungan kunci berbentuk bunga melati putih di bahunya. Isi dari tas itu hanya dua item. Buku sketsa, serta perangkat komplementernya, pensil tumpul. Belum diserut. (Nama) meletakkan buku sketsa berbentuk kalendernya di paha, dan ia mulai melukis tanpa menyapa Ice sama sekali.

(Nama) mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di permukaan buku sketsa seraya menjepit pensilnya di daun telinga. Ia telah menggambar banyak objek. Imajinasi tak henti-hentinya datang dan berkumpar di otaknya, seperti rambatan gelombang seismik di tanah. Tapi kali ini, karena kondisi jalan buntunya masih mendera, ia menderita kebingungan luar biasa.

(Nama) semangat sekali dalam memenuhi kata-kata Ice. Periksa hamil, begitu judulnya, kalau dalam versi ajakan Ice. Tapi (Nama) rela bangun pagi, melawan kantuk sambil mandi dan gosok gigi, menyiapkan diri, karena ia pikir ia akan memperoleh inspirasi situasional saat ia berada di luar rumah. (Nama) harap, dalam perjalanannya menuju rumah sakit, atau ketika ia bengong di bangku tunggu di depan poli kandungan, (Nama) dapat mengobati artblock dalam urat-urat tangannya.

"(Nama)?" Ice memanggil. Ice juga sama bingungnya. Tapi alamat kebingungannya tertuju pada sikap Sang Maestro. Perlahan mengenalnya selama tiga kali bertemu, membukakan pengelihatan lain Ice terhadap wanita abad Tudor yang tersesat di era modern ini. Ice kira, Sang Maestro murni seorang wanita anggun, dengan humor jembatan anjlok, sama seperti Blaze, dan itulah makanya, mereka bisa-bisanya menikah.

Tapi, yang dilihatnya kini ialah seonggok wanita tanpa arah, ia kelihatan seperti punya banyak kutu di rambutnya, karena ia terlalu banyak menggaruk kepala sambil menghentakkan buku sketsanya ke paha. Posisi tidurannya, Ice dapat mengonfirmasi, tidak anggun seperti branding diri buatannya.

Sang Maestro tengah frustasi. Ia berupaya meninggalkan keadaan berkabungnya, tapi kematian Blaze nyatanya begitu membekas hingga sirkuit seninya—begitulah ia menamai sense of art di balik dadanya—tertutup oleh resleting tak kasat mata. Menyebalkan. (Nama) menarik pensilnya dari daun telinga, dan menekan bagian grafitnya ke sketsa buku dengan jilid spiral di pangkuannya.

(Nama) lupa akan situasi di sekelilingnya, mengenai dimana dia duduk, apa niatnya datang kemari, dan dengan siapa ia berada dalam kendaraan ini.

"Kamu tak terlihat seperti di majalah seni itu." Ice mengingat-ingat. Di majalah seninya, pelukis-pelukis difoto di samping karyanya, dan diberikan artikel mengenai karya seni lukis mereka yang memenangkan lomba, atau disponsori untuk diberikan pemerannya sendiri oleh departemen kebudayaan dan seni. Setahu Ice, (Nama) juga berada di sana. Sang Maestro dishoot dengan wajah sumringah yang menyunting senyum simpul di balik lukisan sureliasmenya.

Ice x Reader | Mr. IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang