Sang Maestro melihat Ice duduk menyila di sudut studionya, dan dia tengah membawa Frostfire di gendongannya. Frostfire tidur lelap setelah dijinakkan dengan sebotol susu dan emongan Ice.
Memastikan Frostfire baik-baik saja, Sang Maestro melanjutkan pekerjaan bengkel di lokakaryanya. Melukis pemandangan di Norwegia. Sebuah wilayah di Oslo, Norwegia. Musim dingin terjadi di sana, musim dingin yang panjang, membekukan, dan umumnya berawan. Sang Maestro melukis keadaan Oslo di bulan Januari, bulan dimana Oslo mengalami hujan salju dan penumpukan salju terbanyak di sepanjang tahun. Memilih melukis bentang alam berlatarbelakang matahari terbenam di Oslofjord, menjadikan (Nama) mencampurkan pigmen kadmium penghasil oranye dengan fikobilin lebih banyak daripada biasanya.
Sang Maestro mencampurkan kedua pigmennya di pergelangan tangan.
Kuas itu bergerak, mengarsir daerah awan pada lukisannya, menimpa warna yang lebih muda pada ripstop. Ada begitu banyak lapisan. Lapisan warna dasar, lapisan warna gelap, base colour, lapisan kontur, lapisan pencahayaan dalam dominasi warna terang merona, dan arsiran warna pemanis, agar bias nur pada peristiwa matahari terbenamnya merekah ke sekitar. (Nama) mengerjakannya satu persatu. Warna-warnanya saling menimpa dan bersatu, membentuk hasil lukisan berperisa warna-warna tenang.
(Nama) menyendok cat putih ke pergelangan tangannya lagi, mengaduknya dengan pignen warna merah dan cat turmeric. Nama mencampurnya mempergunakan sentuhan ujung jari telunjuk, memutarnya berkali-kali hingga warnanya tergabung hingga kelam kabut, menghasilkan pigmen baru.
Setelahnya, (Nama) menarik kuas lain dari koper di bawah kakinya. Kuas lukis diagonal yang permukaan sapunya mirip blush brush bergagang panjang dan ramping.
Dirasanya cukup, (Nama) mencolek cat oranyenya dan mulai menyapukannya pada permukaan kapas. Karakter pengecatannya tipis-tipis, dan dia menumpuknya pada warna-warna netral di atas cakrawala pada lanskap lukisannya. Dalam lukisan itu, pemandangan matahari terbenam terpantulkan melalui perairan, dan membanjiri rona udara dengan semburat oranye dimana-mana.
Ice memerhatikan bagaimana Sang Maestro menyempurnakan lukisannya.
Oh ya, Ice kini mengetahui, Sang Maestro meninggalkan kanvas dengan proyek yang tak rampung di sisi tembok. Proyek-proyek itu belum jadi dan saling tumpang-tindih, dibengkalaikan sampai laba-laba mulai membangun sarang di sela-selanya. (Nama) tidak merampungkan apa yang dimulainya karena mood melukisnya luruh di antara udara-udara sesak, dan ia memutuskan untuk tak melanjutkan. Akan tetapi ketika suasana hatinya baik sekali, senyumnya cemerlang, dan gelagatnya ceria, (Nama) berambisi menuntaskan karyanya, ia bahkan rela tidak tidur demi mengabdi pada lukisan on progressnya.
Ice melihat, selama melukis, ekspresi (Nama) berubah-ubah. Kadang ia mengulas senyum, tapi selanjutnya, wajahnya terlihat sempurna kecut. (Nama) juga berulang kali mengganti posisi. Ia duduk. Kemudian ia berdiri. Ia menendang kanvasnya ke bawah dan ia melukis di atas lantai, melukis sambil duduk-duduk meleseh. Tapi setelah tulang punggungnya bergemeretak sakit, (Nama) bangkit lagi, ia memasangkan kanvasnya kembali pada flipchart, dan ia melukis dalam melodi musik dari radio perang dunia I. Ketukan-ketukan espadrillenya menguar di penjuru ruangan seirama pada alunan musik aneh beraliran aneh dari radio lawasnya.
"Scaramouche, Scaramouche, will you do the Fandango?" (Nama) sedikit menyenandungkan lagunya. Kakinya melangkah ke kanan, dan ke kiri. Dalam sekali ayunan, (Nama) menorehkan satu goresan cat pada kanvas. Dia atraktif dan sulit berkonsentrasi. Meskipun saat Sang Maestro duduk, kakinya bergerak kesana-sini, berongkang-onkang, dan mengetuk-ngetuk lantai granit. Dan kala ia berdiri, kakinya mengetuk bak sedang menari polka.
"Oh, mamma mia, mamma mia!" (Nama) menyuarakan lirik lagunya. "Mamma mia, let me go ..."
Ice tidak begitu mengerti akan maksud lagu itu diciptakan. Nadanya seperti lagu rohani orang Barat, namun dibalut unsur kerahasiaan. Tidak ada yang tahu secara pasti makna lagunya kecuali Tuhan dan Bung Predi Merkuri selaku penciptanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ice x Reader | Mr. Ice
Fanfiction|Ice x Reader| Tadi kakaknya, sekarang adiknya.