Ice menikah dua kali. Dengan orang yang sama. Tapi dalam suasana berbeda. Pernikahan pertamanya direncanakan jauh-jauh hari, dan dihadiri oleh ratusan tamu undangan. Di pernikahan pertamanya, sanak-saudaranya datang, dan menyaksikannya memperistri (Nama). Dekorasinya waktu itu diatur oleh wedding organizer. Ice membayar belasan pengisi panggung, mulai dari musisi, bintang pop kelas menengah, grup orkestra Royal Concertgebouw, dan host. Tapi pada pernikahan keduanya, segalanya serba disederhanakan. Tidak ada arak-arakan menebar konfeti, atau live music di atas podium, tiada sedikit pun uang penyewaan gedung. Ice hanya menikahi (Nama) secara privat, di pengadilan agama, dan saksinya terdiri dari ayahnya dan saudara-saudara tengilnya.
Padahal, pernikahan keduanya tidak sesemarak pernikahan pertamanya. Tapi Ice tidak bisa menjelaskan darimana datangnya rasa senang di liang hatinya, seolah Ice baru mencicipi rasanya menikah. Ice pikir, gara-gara status (Nama) tidak denial lagi, dan keadaan rumitnya mulai terurai ketika Blaze menceraikan (Nama), Ice jadi memiliki keleluasaannya tersendiri. Tidak ada dilemma, canggung, atau denial dalam pernikahan keduanya.
Oh senangnya dalam hati, Ice dapat istrinya Blaze.
"Cantiknya, lucunya, imutnya ..." Ice bergumam sambil mendaratkan tangannya di pipi (Nama), kemudian mencubitnya.
"Sejak kapan kamu jadi ... flirty." (Nama) menghempaskan tubuhnya ke samping, menjauhi jangkauan tangan jahil Ice, yang tadinya berniat merenggangkan kedua pipinya, tapi tidak berhasil karena (Nama) keburu menghindar.
(Nama) akan meleleh jika itu kali pertamanya diperlakukan manis. Masalahnya, bagaimana ia menyikapi tata kelakuan orang bermulut manis justru membawanya pada penyesalan. Akibatnya, (Nama) membentengi dirinya sendiri untuk tidak terlalu mudah dirayu. Padahal beruang kutub itu, jujur saja, begitu menggemaskan. Dia seperti anak kecil yang baru dibelikan mainan baru, dan mau memegang mainannya, mengangguminya, dan menyayanginya.
Blaze tidak begitu. Blaze murni menggoda (Nama) karena hasrat cinta. Atau tidak—(Nama) tidak begitu percaya Blaze benar-benar mencintainya. Padahal sebetulnya Blaze memang mencintainya, tapi rasa bosan mulai menyerang kewarasannya, dan itu memicunya mendua.
"Hmm," Ice mengeluarkan bunyi napas berat yang tertahan oleh dua busur bibir tertutup rapat. Beruang kutub itu nampak sedih sebab (Nama) menolak untuk disentuh. Gila. Ice sesungguhnya hampir gila sejak lama, sebab dalam pernikahan pertamanya pun, (Nama) mempersyaratkan agar Ice tidak menyentuhnya. Katanya, (Nama) butuh adaptasi.
Beruang kutub tentu tidak keberatan. Beruang kutub ingin memahami keadaan istrinya, dan ia menahan diri selama tiga bulan pertama. Beruang kutub berjuang keras bersikap sopan dengan menyentuhnya tidak terlalu banyak. Tapi dari waktu ke waktu, beruang kutub mulai kehilangan sabar. Beruang kutub menginginkan sesuatu lebih dari pelukan. Tapi situasi rumah tangga mereka sempat terganggu oleh munculnya Blaze dan drama-drama picisan lain.
(Nama) mengetahui betapa kecewanya beruang kutub. Beruang kutub hanya meminta kasih sayang. (Nama) merasa bersalah.
(Nama) melirik pada kasur Frostfire pemberiannya Solar. Frostfire tertidur pulas karena dia lelah. Frostfire lelah setelah menonton pernikahan papa dan mamanya. Mana pula, Om Taufan, Om Thorn, dan Om Solar sempat mengajaknya berkeliling, memamerkannya pada orang-orang pengadilan, membawanya ke lapang bola dan mengajarinya cara mencetak gol. Frostfire lelah sekali ...
Sesudah memastikan Frostfire tidak membutuhkan perhatian khusus, (Nama) meraih punggung bayinya yang lain, yakni si beruang kutub, dan ia segera berkata, "Ice mau nyusu?"
"Mau apa?" Ice menoleh cepat-cepat, matanya memincing, dan alisnya tertaut. Raut wajahnya syok neurogenik.
Sang Maestro menarik tubuh Ice untuk berbaring di pangkuannya, dan ia menyumbat mulut Ice dengan ibu jari.
![](https://img.wattpad.com/cover/370232738-288-k499482.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice x Reader | Mr. Ice
Fanfiction|Ice x Reader| Tadi kakaknya, sekarang adiknya.