"Menurutmu keren berselingkuh saat aku hamil begitu?" (Nama) memandang Blaze dari ujung kaki hingga ke kepalanya. (Nama) tidak melihat sedikit pun gestur rasa bersalah pada tubuh Blaze. Mana pula, selingkuhannya ikut datang. Dia berani membawa pulang wanita lain ketika pernikahannya belumlah berakhir.
"Dia sekertarisku." Blaze menekankan. Tangan Blaze meraih pergelangan tangan (Nama), dan menariknya untuk berdiri. Namun, (Nama) tidak lagi menjadi istri penurut bagi Blaze. (Nama) menepis cengkraman tangan Blaze. Ini kali pertama (Nama) menentang Blaze, dan memelototinya seperti banteng pemarah. Tidak ada hormat. Tidak lagi ditunjukkannya empati. Tiada kasih sayang. Tidak tersisa apapun dari hubungan mereka.
(Nama) jarang bertingkah laku kurang ajar begini. (Nama) sudah meninggalkan jauh-jauh sifat pembangkangnya, karena ia berpikiran, ia harus mendewasakan dirinya dalam ikatan suami dan istri. Sudah lama sekali rasanya, sejak terakhir kali ia meneriakki orang, tertawa tanpa adab bersama-sama temannya di karoke Lucky Voice Holborn. (Nama) selama ini terkunci di pengekangan tak kasat mata, tata kelakuan istri ideal menghilangkan sebagian manner bawaannya.
Dan orang itu, orang yang memaksanya mengubah diri malah mengkhianatinya.
"Aku mengabaikan karirku karena kamu, Blaze." (Nama) menyipitkan mata, sambil menganalisis kebodohannya di masa lampau. "Universitas, tawaran pembelian lukisan, beasiswa. Semuanya!"
Kemarahannya menggebu-gebu. Tapi (Nama) tidak merasakan hasrat untuk menangis. (Nama) tidak ingin menangis. (Nama) pikir, air matanya sudah surut sejak lama. Dia lebih ingin meledak seperti gunung berapi dan meluapkan lahar amarahnya kemana-mana.
Wajah Blaze terlihat menyebalkan. Secara tidak sopan, itu dinamakan ilfeel. (Nama) sampai mengernyit dan menghembuskan napas berat. (Nama) sungguh frustasi. Blaze betul-betul merusak hidupnya.
Pada fase pertama kesedihannya, (Nama) tidak berhenti menangisi nasibnya, seperti orang dungu. Orang dungu. Betul. (Nama) menarik senyum melankoni. (Nama) rasa, (Nama) sangat setuju untuk memanggil dirinya sendiri dungu. Sekarang sudah genap setahun, dan (Nama) bertahan dibodohi oleh cowok itu.
"Apa yang salah denganku?" (Nama) menyisir rambutnya ke belakang, tak peduli gerakannya akan menghancurkan tatanan rambutnya—dulu, dia tidak sepeduli itu dengan rambutnya dan busananya. Berada di tengah-tengah keluarga Blaze mewajibkan (Nama) untuk tampil sopan dan modis. Dulu, dia lebih bebas. "Kenapa aku bisa-bisanya dipermainkan oleh kamu. Idiot. Aku mudah percaya pada orang. Aku belajar dari kesalahan, Blaze. Terimakasih atas setahun penuh penderitaannya. Bajingan seperti kamu merupakan guru kehidupan terbaik di alam semesta raya."
Gempa menumpukan perhatiannya pada perubahan emosi (Nama). (Nama) tidak histeris, seperti tadi. Dia tenang, tapi kemarahan merajalela di dalam tubuhnya, dan mengontrol penuh mulutnya. Itu terbukti dari bagaimana ia berbicara dan memaki-maki Blaze. Sebab sejauh pengetahuan Gempa, (Nama) tidak akan bersikap demikian. Karakternya unik. Dia anggun, bak seorang aristokrat di zaman raja James Charles Stuart. (Nama) keluar dari zona karakternya—Gempa tahu, (Nama) tidak sedang berubah. (Nama) tidak berubah. Dia hanya kembali ke setelan pabrik. Dia (Nama) remaja yang kebebasannya diambil karena norma-norma sosial, pernikahan, kehamilan, dan motherhood.
"Apa kamu begini karena Ice?" Tidak mau kalah, Blaze menuduh, dan membawa nama saudaranya dalam tudingannya.
(Nama) tidak serta-merta menjawab. Dia mempelajari sepak-terjang Blaze secara seksama. Dia datang dari ketiadaan, memintanya balik dari Ice setelah menyelingkuhinnya, bahkan mendua saat (Nama) dikuncinya di dalam kamar.
(Nama) kebingungan, kemana arah berpikir Blaze? Kenapa ini terasa abstrak? Apa Blaze maunya (Nama) memaklumi perselingkuhannya, dan (Nama) kembali ke sisinya, dengan melegalkan Kikita sebagai orang ketiga?

KAMU SEDANG MEMBACA
Ice x Reader | Mr. Ice
Fanfiction|Ice x Reader| Tadi kakaknya, sekarang adiknya.