Dinda menatap Angga dengan tenang, ciri khas Dinda sekali. Angga tidak kaget saat tiba-tiba Dinda mengajaknya bertemu di kantin kantornya. Sudah pasti, Davema akan mengadu pada Dinda tentang apa yang terjadi antara dirinya dan Davema.
"Davema sedang istirahat, aku nggak bisa lama-lama."
Angga hanya mengangguk mengerti. Senyuman miris dari bibirnya terbentuk begitu saja. Bahkan, setelah perilaku menyakitkan yang Davema lakukan untuk Dinda, rupanya wanita ini masih begitu menghormati Davema.
"Kamu ingin menanyakan keributan antara aku dan Davema kan?"
Dinda mengangguk, "aku tahu, apapun yang kamu katakan kepada Davema hanya untuk memancing emosinya dia. Tapi, jangan lakukan itu lagi Angga, itu hanya akan menyakiti kalian satu sama lain."
Angga tersenyum tipis, mencondongkan tubuhnya menatap Dinda lekat-lekat, "aku nggak bermaksud memancing emosi Davema, aku hanya berusaha mengungkapkan perasaan aku kepada suami kamu."
Dinda mengernyit, mengamati ekspresi Angga, mencari kebohongan di balik wajah Angga yang serius. Dinda tertawa renyah, "Angga, aku tahu kamu emang jago isengin aku, tapi, kasian pacar kamu, dan aku..."
Angga memotong ucapan Dinda, "Liona bukan pacar aku Din."
Angga menghela nafas berat, "Liona-dia kakak sepupuku, aku sengaja meminta dia untuk pura-pura menjadi pacarku, dan membantu kamu. Sory. Aku sudah bohong sama kamu soal ini. Dan-, soal perasaanku, itu benar, aku suka kamu, dari dulu, jauh sebelum kamu menikah dengan Davema."
Raut wajah Dinda menegang kaku, jelas ia terkejut karena, ia sama sekali tidak tahu soal ini. Sedari dulu, ia selalu menganggap semua sikap baik yang Angga lakukan hanya karena kasian pada dirinya, karena ia tahu betul, Angga baik kepada semua orang, termasuk dirinya.
Angga cukup lega, perasaannya selama bertahun-tahun sudah ia ungkapkan.
Dinda merasakan tangan Angga menggenggam tangan Dinda di atas meja, "Din, aku minta maaf atas perasaanku yang lancang ini, tapi, aku benar-benar sangat menyayangi kamu lebih dari apapun, bahkan saat Davema menikah dengan Maria dan melihat kamu menangis, aku benar-benar ingin membunuh Davema saat itu juga. Aku-aku terlalu pengecut, aku sangat pengecut karena tidak berani mengungkapkan semuanya dari dulu. Seandainya...."
"BERANINYA KAMU MENYENTUH ISTRI SAYA BRENGS*K". Davema menarik kerah baju Angga dan memukulnya tanpa ampun.
Suasana kantin menjadi riuh, satpam pun berusaha memisahkan Davema yang memukuli Davema tanpa belas kasihan.
"Mas berhenti mas Dema." Ujar Dinda meraih lengan Davema yang sudah dilerai oleh satpam.
Dinda menatap Angga penuh kasihan, lalu menatap Davema yang menatapnya penuh luka dan nafas memburu. Ia bisa melihat tatapan Davema yang berkaca-kaca.
Davema menghirup udara yang terasa sesak di dadanya, ia tidak menyangka jika Dinda akan diam-diam menemui Angga di kantornya tanpa berpamitan dengannya yang belum sepenuhnya tidur nyenyak. Padahal, ia meminta Dinda untuk menemaninya, karena sungguh, ia membutuhkan Dinda di tengah kegelisahan dan perasaan berkecamuk dalam dirinya.
"Kita pulang Dinda." Davema menarik pergelangan tangan istrinya, meninggalkan Angga yang menatap kepergian Dinda penuh kekhawatiran.
"Ikuti mobil mereka" ujar Angga kepada Dito.
Dito menggeleng "berhenti Ga, gue nggak akan ikutin perintah lo kali ini." Ujarnya sembari membantu Angga berdiri dan mengusir semua karyawan untuk kembali ke tempatnya masing-masing.
"Gue takut terjadi sesuatu sama Dinda, gue nggak mau Dinda kenapa-napa" ujar Angga lirih ditengah sakitnya di semua tubuhnya, sepertinya, Davema benar-benar ingin membunuhnya.
"Dinda akan baik-baik aja, lo yang nggak baik-baik aja, sebelum lo sayang sama orang lain, lo harus lebih sayang sama diri lo sendiri. Pliss Ga, kali ini lo harus ke dokter."
Dito benar-benar gedeg dengan Angga yang bucin mampus, di tengah dirinya yang sudah babak belur pun, yang ia pikirkan hanya Dinda-Dinda dan Dinda. Oh shit! Dinda, kamu benar-benar beruntung dicintai sebegitu gilanya oleh Angga dan Davema.
"Gue cinta sama Dinda Dit" ujar Angga lirih saat Dito membantu Davema duduk di mobil. Dito hanya terdiam menatap Angga yang memejamkan mata sesekali meringis saat Angga memperbaiki posisi duduknya.
Dito menutup pinto mobil dan mengitari mobil, lalu membuka mobil bagian pengemudi, dan mengemudikan mobilnya dengan pelan. Sesekali melihat Angga, "lo jangan mati dulu Ga."
"Gue baik-baik aja."
Dito menghela nafas, "baik-baik aja gimana, muka lo tadi pagi udah bonyok, sekarang lo dipukul lagi. Lagian, lo kenapa nggak ngelawan sih. Harusnya lo kayak tadi pagi, pukul balik noh si Davema."
"Karena gue emang salah, gue lancang menyentuh miliknya dan mencintai miliknya. Kalau gue ada di posisi Davema, gue akan melakukan hal yang sama, apalagi jika wanita itu Dinda."
Dito menggaruk tengkuknya, "iya juga sih."
"Gue takut, bagaimana jika setelah ini, Dinda akan menjauh dan membenci gue?" Angga membuka matanya, melihat gambar anime yang Dinda tempel di mobilnya satu tahun yang lalu dan sampai saat ini tidak ingin ia buang.
"Udah sampe, jangan mikirin apapun dulu, termasuk Dinda, lupain Ga, Dinda ga akan bisa dimiliki. Karena sampai kapanpun, Davem nggak akan pernah melepas Dinda."
Angga tersenyum miris, ia tahu itu, dan ia pun tahu jika ia tidak akan bisa memiliki Dinda, dan baginya, cinta memang nggak harus memiliki. Tapi, ia hanya ingin melindungi Dinda dari jauh, ia tidak ingin wanita itu kembali terluka, karena itu sangat menyakitkan untuk dirinya.
___________________
Jangan lupa vote dan komennya, makasi sudah baca ceritaku⚘️🤍
![](https://img.wattpad.com/cover/360283039-288-k12683.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Possesif Dema (Davema)
RomanceDavema memandangi wanita cantik yang selama dua tahun ini pergi darinya, tidak ada yang berubah, wanita itu tetap cantik ah malah semakin cantik, anggun dan semakin luar biasa dalam karirnya. Sungguh! ia tidak akan pernah melepaskan, Adinda-wanita...