Part 23: Green light?

158 23 11
                                    

"Jaemin-ah~"

Jeno memasuki apartemen Jaemin setelah membuka pintu utama itu. Ia sudah hafal persis password apartemen ini membuat ia jadi mudah mengakses tempat tinggal sahabatnya.

Langkah Jeno terhenti sebentar saat matanya menangkap dua gelas yang terletak di atas meja ruang tamu Jaemin.

"Huh? Semalam ada tamu kah?"

Jeno mengangkat bahunya tak peduli, lalu kembali menelusuri rumah itu. "Jaemin-ah~"

Sampai pada kamar Jaemin, Jeno membuka pintu kamar itu dengan kasar. Mendapati Jaemin yang masih tertidur dengan selimut yang menggulungi badannya.

"Ya! Jaemin-ah, ireonaa!"

*ireona : bangun

Jeno lantas naik ke kasur, mengguncang badan Jaemin sambil menarik selimut tersebut.

"Iroena palli ireonaa!"

"Aish! Ya!" Jaemin akhirnya terbangun. Mata yang masih setengah terbuka itu menatap Jeno sebal. "Sikkeureo!" Tangan Jaemin menarik selimut untuk menutupi wajahnya kembali.

"Ya! Palli ireona, Jaemin-ah~ Ini minggu pagi, ayo kita ngegym!"

Ahh, ternyata Jeno datang sepagi ini hanya ingin menikmati fasilitas gym yang berada di apartemen Jaemin.

"Sendiri saja sana, aku sedang malas, masih mengantuk," ucap Jaemin dibalik selimutnya.

Jeno memanyunkan bibirnya. Merasa kecewa dengan ucapan Jaemin. "Yasudah kalau kau tidak bangun, aku ikut tidur bersamamu saja." Jeno memutuskan untuk tidur di samping Jaemin sambil memeluk sahabatnya dari luar selimut.

"YA!" Jaemin yang merasa risih itu mendorong Jeno menjauh dan terduduk bangun. "Ara ara, aku bangun! Aish kau ini." ucapnya sambil melempar Jeno menggunakan bantal.

Jeno tersenyum puas hingga membuat matanya hilang. "Lagian susah sih. Kalau kau tidak mau gym, nanti sore kita bersepedah saja yuk," bujuk Jeno dengan cara lain. Tentu saja, sahabatnya itu tidak akan menolaknya. Jaemin senang sekali jika Jeno mengajaknya bersepedah.

Jaemin menguap sebentar sambil mengacak-acak rambutnya yang tak gatal. "Aku tidak bisa."

"Waeee~" Jeno merajuk. "Kau sudah tidak mau bersepedah denganku kah?"

"Aku sudah ada janji dengan Winter."

Jeno terdiam, mencermati kalimat yang dikatakan oleh Jaemin. Detik berikutnya, mata yang sipit itu membulat sempurna.

"MWO?! JINJA?! YA! NEO JINJAYA??!!"

Jaemin yang nampak tidak peduli dengan reaksi Jeno itu kembali menguap dan melengos keluar dari kamar.

Jeno bergegas menyusul Jaemin yang sedang berada di dapur. Wajahnya masih penuh tanda tanya. Sedaritadi mulutnya juga masih tidak bisa diam bertanya, seakan tidak bisa menerima apa yang dikatakan Jaemin.

Jaemin pun tetap diam, ia hanya mengambil gelas dan air untuk minum karena tenggorokannya kering sehabis bangun tidur.

"Ya, Jaemin-ah. Ottokhae?"

"Apanya yang bagaimana?" tanya balik Jaemin setelah ia meneguk minumannya.

"Bagaimana bisa?"

"Apa yang seharusnya tidak bisa?"

Jeno merasa otaknya sangat penuh sekarang. Terlalu banyak asumsi yang berada di pikirannya tapi Jaemin tidak menjawab hal itu.

Jaemin sekarang berjalan ke kamar mandi, menyuci wajahnya di wastafel, dan tentu saja Jeno masih mengintili Jaemin di belakangnya.

DIVE INTO YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang