24

802 104 10
                                    

Roselyn makin merana. Waktu terus berjalan, namun kondisinya belum jua membaik. Benar adanya, pikiran dapat mempengaruhi kondisi fisik. Bukannya makin bertambah, justru berat badan Roselyn berkurang. Tubuhnya yang ramping, kini makin terlihat kurus. Orang tak akan mengira bahwa ia hamil.

Bagaimana tidak, Roselyn sama sekali tidak bernafsu makan. Hanya memuntahkan makanan yang masuk ke tubuhnya. Hari-hari hanya dihabiskan dengan menangisi Jacob. Malam pun gadis ini masih menangis, tak dapat memejamkan mata. Penampilannya terlihat menyedihkan.

Orang lain mengira Roselyn berlebihan karena dipengaruhi oleh hormon muda ditambah kehamilan. Mereka tidak tahu bahwa Roselyn ketakutan. Dahulu, disaat kehamilan pertamanya, Jacob berjanji akan menjaga Roselyn. Pria itu menepati janji, selalu menjaga wanitanya dengen segenap hati. Menenangkan Roselyn disaat dirinya dilanda ketakutan apabila kehamilannya bermasalah dan ketakutan akan masa melahirkan. Jacob akan membisikkan kalimat penenang sampai Roselyn merasa nyaman. Pria itu juga rajin mengelus perutnya, membuat bayi di dalam perut itu merasa disayangi.

Roselyn kesal, bahkan Jackson tak mengizinkannya untuk menemui Jacob. Padahal kekasihnya itu berhak tahu. Bagaimana pun, bayi yang dikandungnya adalah darah daging Jacob.

"Papi, aku mohon. Biarin aku ketemu Jacob." Pintanya kepada Jackson yang masih berwajah datar saja.

Jackson masih berkeras hati. Tidak menerima permintaan sang putri sulunh untuk menemui bajingan tersebut. Tak rela apabila Roselyn hidup bersama Jacob.

"Nggak bisa, Rose. Kamu tetap di rumah aja. Mami sama Papi bakal rawat kamu sampai bayi kamu lahir."

Roselyn merasa jengkel. Bagaimana mungkin ayahnya ini sangat keras kepala? Jacob bukanlah pria yang pengecut! Suaminya itu jelas akan bertanggung jawab. Gadis itu tak dapat membayangkan menjalani kehamilan tanpa hadirnya Jacob. Siapa yang akan menenangkannya kala bersedih?

"Pih! Jacob berhak tau kalau ini bayinya. Masa Papih misahin dia sama ayahnya sendiri? Aku mohon, biarin aku ketemu sama Jacob."

"Sekali tidak, tetap tidak. Tolong patuhi Papih, Rose. Ini semua demi kebaikan kamu. Mau ada atau pun tidak adanya Jacob, bayi itu akan tetap tumbuh besar."

Jackson sama sekali tidak terpengaruh dengan raut sedih Roselyn. Tekatnya sudah bulat untuk memisahkan sepasang sejoli tersebut. Biarlah Roselyn menemukan pria lain yang lebih baik di masa depan.

"Memangnya kenapa sih, Pih? Memangnya Jacob salah apa? Kalau soal aku hamil duluan. Itu kami berdua yang salah, karena nggak bisa menjaga pergaulan. Bukan cuma Jacob, aku juga ikut andil!"

"Banyak salah dia, Rose. Kalau memang sayang, kenapa Jacob dulu mempermalukan kamu di depan umum? Terus kemana dia waktu kamu di-bully. Kamu jangan kemakan cinta, tolong pikirkan denga akal sehat."

Roselyn makin mengerang. Bagaimana dia akan menjelaskan bahwa Jacob yang sekarang, berbeda dengan dulu? Keluarganya pasti akan menganggap Roselyn terganggu jiwanya. Kalau Jacob suaminya datang lebih awal, Roselyn jamin bahwa tubuh Joey akan terpotong-potong di pinggir jalan.

Dan disinilah, Roselyn masih mengurung diri di kamar. Marah kepada kedua orang tuanya yang menurutnya berpikiran kolot. Roselyn bukan gadis naif yang hanya memikirkan asmara. Menurutnya, saat ini memang sudah benar baginya untuk bersama Jacob. Kecuali jika kedua orang tuanya ingin mendengar omelan Roselyn serta perubahan sikapnya dengan sukarela. Gadis itu tak yakin bahwa mereka akan sesabar Jacob.

"PERGI! PERGI DARI SINI!"

Lamat-lamat Roselyn mendengar teriakan dari Jackson. Perasaannya menjadi tak karuan. Mengapa ayahnya berteriak hingga membuat Roselyn terbangun dari tidur? Siapa yang membuat Jackson murka? Karena penasaran, Roselyn keluar dengan pelan. Hati-hati membuka pintu agar tak terdengar oleh orang lain. Lalu berjalan turun hingga ruang tamu. Betapa terkejutnya dirinya saat mendapati orang yang disayanginya terbaring lemah dengan luka di sekujur tubuh.

Open Arms [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang