Epilog

4.3K 174 11
                                    


happy reading!

"Argh, Mama, Samudra, Azgarial!" Ariel menahan sakit yang hebat di perutnya. Memegangi perutnya yang buncit karena sedang berbadan dua.

"Astaga, mau lahiran!" Qiyra berucap dengan panik.

"Samudra, siapin mobil, Nak!" teriak Qiyra.

Samudra yang baru saja selesai mandi langsung berlari menghampiri Ariel dan Qiyra.

"Mobil buat a-loh, El? Kamu kenapa?" Samudra mendekat kearah Ariel, mengendong tubuh itu lalu keluar menuju rumah.

Ia membawa tubuh Ariel kedalam mobil, di ikuti Qiyra yang tengah mengandeng Azgarial.

Ariel tertidur di paha Qiyra di kursi tengah berdua, sedangkan Azgarial duduk di samping Samudra yang mengemudi.

Mobil melaju dengan cepat, hingga tak terasa mereka sudah berada di kawasan rumah sakit.

Samudra dengan cepat membawa Ariel memasuki rumah sakit.

Suster langsung menuntun samudra untuk membawa masuk Ariel ke ruangan yang telah di sediakan.

"Anda tunggu disini, biarkan kami menjalankan tugas," ucap suster perempuan.

"Iya, sus."

Mereka bertiga menunggu di ruang tunggu, menunggu kabar tentang bagaimana kondisi Ariel.

"Nyonya Qiyra, saya perlu bicara." Dokter memanggil Qiyra ke keruangan nya.

Qiyra duduk tepat di depan dokter itu. "Saya sudah bilang apa waktu itu? Jangan biarkan anak Anda hamil lagi. Ini sangat berisiko bagi tubuh seorang laki-laki untuk mengandung. Tubuh pasien melemah, kandungannya juga sudah memasuki sembilan bulan. Ini waktu yang tepat untuk melahirkan anaknya, tapi kondisi tubuhnya tidak mendukung. Bagaimana menurut Anda, nyonya Qiyra?"

"Lakukan yang terbaik, Dokter. Pastikan keduanya selamat."

Dokter itu menggeleng. "Anda waktu itu bercerita kepada saya, kalo pasien saat akan melahirkan anak pertama juga mengalami ini. Bahkan anak Anda harus bertaruh nyawa demi melihat sang anak lahir ke dunia. Kedua nyawa terancam kala itu, Anda bilang, anak Anda melahirkan anak pertamanya di Inggris, kan? Dan anak Anda selamat karena kecanggihan dan kelengkapan peralatan disana. Di rumah sakit ini tidak menyediakan alat atau memiliki hal semacam itu. Apa Anda yakin?"

"Seratus persen saya yakin, Dok. Anak saya kuat, jika anak pertamanya saja ia rela mempertaruhkan nyawanya, maka saya yakin, begitupun sebaliknya untuk cucu saya yang kedua."

"Baik, itu keputusan Anda."

*****

Lima tahun kemudian ....

"Amora, ayo makan sayang. Nanti buburnya dingin."

"Nggak mau! Mau main sama Abang!"

"Abang lagi sekolah, sebentar lagi pulang."

"Aaaa, nggak mau!"

Akhirnya tubuh balita perempuan itu tertangkap, hampir lima belas menit Ariel berlari mengejar langkah kaki mungilnya.

"Makan." Ariel menyodorkan sesendok bubur kearah mulut Amora.

ELSAMDRA [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang