01. Byantara Praja

1K 55 0
                                    

Di sebuah kamar kecil, kediaman keluarga besar Praja, terdengar tangisan pilu seorang anak laki-laki yang tidak ada hentinya meminta ampun kepada sang ayah.

Anak itu sudah bapak belur, wajahnya penuh luka lebam, serta tubuhnya mengeluarkan darah di beberapa bagian. Tapi sepatu sang ayah masih enggan menjauh dari tubuh rapuhnya.

Umurnya masih tiga belas tahun, terlalu dini untuk dididik kasar. Atau bisa dikatakan sebagai orang tua tidak sepantasnya berlaku keci kepada darah dagingnya sendiri.

Entah sudah berapa banyak darah yang menggenang di lantai, anak itu lemas butuh pertolongan siapa saja, atau bisa nyawanya akan benar-benar terenggut detik itu.

Anak yang tadinya terduduk sambil melindungi kepalanya dari hantaman sepatu mahal ayahnya jatuh terbaring lemas ke samping. Lantai dingin menjadi saksi bisu betapa kesakitannya anak itu.

Brayen Praja, sang pelaku kebrutalan terhadap anaknya berhenti menendang dengan napas memburu. Ia melihat mata anaknya yang berubah sayu, hampir menutup dengan gerakan lemah. Napasnya juga terlihat sudah sesak, tapi hati Brayen masih belum merasa puas.

"Bukan salah, Byan, Yah. Nara yang mulai duluan," ucap Byan lemah.

Tapi seakan tersulut kembali, Brayen mencengkram kedua pundak anaknya untuk dipaksa terduduk kembali. Brayen seakan tidak punya hati nurani, menampar keras pipi Byan beberapa kali.

"Ayah tidak pernah mengajarkan kamu menjadi seorang pembunuh Byantara Praja!" emosi Brayen tidak terkontrol, ia mendorong anaknya itu hingga kepala Byan membentur pinggiran bathtub.

Telinga Byan berdenging, tapi dia masih bisa menatap ayahnya yang berdiri tanpa rasa kasihan. Malah amarahnya terlihat masih menggebu-gebu, kalau bisa ayahnya pasti sudah meninju Byan ribuan kali lagi.

"Saya tidak mau punya anak pembunuh seperti kamu lagi," ucap Byan yang meninggalkan kamar mandi tanpa menolong anaknya yang tengah sekarat itu dulu. Hatinya tertutup kabut, sementara mantanya tidak pernah berfungsi lagi.

Byan mendengar perkataan ayahnya. Sangat jelas hingga rasa sakit di badannya tidak terasa apa-apa lagi. Dengan sisa kekuatannya, Byan berdiri memegang pinggiran bathtup. air di dalamnya berisi penuh, jadi Byan hanya perlu memasukkan badannya saja.

Dalam sekejab air yang tadinya jersnih itu berubah menjadi warna darah. Semuanya merah, dan Byan mulai menenggelamkan seluruh tubuhnya tanpa sisa.


***
Kehidupan keluarga Praja sangatlah sempurna di mata orang-orang. Setelah melahirkan anak kembar yang diberi nama Alfa Praja, sebagai anak pertama karena lebih dulu lahir limas belas menit dari adiknya Alfan Praja. mereka lahir pada tanggal 12 Desember 2003.

Tiga tahun kemdudian pasangan suami istri Brayen dan Ara itu melahirkan anak ketiga mereka. Awalnya mereka sangat berharap kalau anaknya kali ini adalah perempuan, agar Ara tidak menjadi satu-satunya perempuan di rumah.

Sayangnya belum genap sembilan bulan, Ara mengalami pendarahan, dan anak mereka yang masih terlalu muda harus dikeluarkan dari perut istrinya. Waktu itu mereka belum tahu jenis kelamin anaknya karena sengaja minta dirahasiakan kepada dokter.

Tidak ada lagi pikiran anak mereka harus perempuan, yang terpenting anak dan ibuny sama-sama sehat dan selamat.

Jadilah pada tanggal yang sama dengan kakak kembarnya, yaitu 12 Desember 2003, lahir Byantara Praja. Anak laki-laki yang lahir cukup lemah, dan memilik imun tidak terlalu kuat seperti anak-anak pada umumnya.

Keluarga Praja tetap senang, apalagi melihat Ana pulih dengan cepat setelah operasi caesar yang dijalaniya.

Byan menjadi kesayangan keluarga, lahir menjadi anak bungsu di keluarga besar dan juga keluarga kecilnya. Byan sangat disayang oleh kakak kembarnya juga, Byan dimanjakan sedemikian rupa.

Hingga di umur Byan yang keenam tahun, setelah acara tiup lilinnya dengan kedua kakak, sepupunya Kilnara atau biasa dipanggil Nara datang bersama ibunya meminta tolong. Umur Nara lebih tua beberapa bulan dari Byan, tapi dia adalah cucu perempuan satu-satunya keluarga praja.

Ibu Nara adalah saudara perempuan dari ayahnya. Mereka mengaku kabur dari rumah setelah mendapatkan KDRT dari sang suami. Salahnya juga waktu itu menerima lamaran Kurnia sebagai istri kedua.

Jelas dengan tangan terbuka lebar Brayen menerima Mentari kembali bersama anaknya. Apalagi kakek nenek Byan berada di Singapura, jadi hanya ada mereka di Indonesia.

Anggota keluarga mereka bertambah lagi, tapi bukannya menjadi menyenangkan, Byan malah kehilangan kasih sayang. Nara yang mengalami trauma harus dirawat dengan hati-hati oleh seluruh keluarga.

Byan mulai merasa diacuhkan, kasih sayangnya terenggut. Belum lagi sang kakak kembar menjadi sangat sibuk. Alfa yang pintar segala olahraga, terutama banyak jenis bela diri yang diikuti. Membuatnya sering pergi menjadi perwakilan sekolah.

Alfan seolah tidak mau kalah sebagai seorang adik, dia sangat pintar di bidang akademic. Nilainya selalu menyetuh sempurna, olimpiade apapun selalu ia lakukan. Hingga ruang tengah penuh dengan piala mereka berdua.

Byan lah yang menjadi satu-satunya orang yang selalu bersama Nara. Sialnya lagi, Nara ternyata sangat cengeng, sering kali dia menangis tanpa sebab, sampai-sampai Byan yang tidak tahu apa-apa kena marah juga.

Tante Byan yang kadang salah paham malah menuduh Byan banyak hal. Nara yang kena bully di sekolah saja harus Byan yang menanggung omelan tantenya. Sang ibu juga malah ikut membela tantenya.

Sejak saat itu suara Byan tidak pernah didengar. Dari anak yang ceria dan cerewet Byan menjadi seorang pendiam. Jarang bicara ataupun interaksi dengan keluarganya sendiri. Karena Byan selalu merasa, suaranya tidak ada artinya.

Nara juga malah tumbuh menjadi anak yang picik, sering kali memanfaatkan Byan untuk difitnah. Nara yang mendapat perundungan di sekolah malah berlaku seperti itu di rumah.

Karena sering mendapat laporan dari Nara, ayah Byan juga jadi tegas. Tidak jarang main tangan hingga pipi Byan hampir setiap kali kena tamparan, ataupun pukulan. Semua terjadi hanya karena pusat perhatian utamanya hanya kepada Nara yang katanya mendapat trauma masa kecil, dan harus sangat dijaga seperti kaca tipis yang mudah retak.

Lilin Kecil (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang