16. Kejutan

2.6K 146 0
                                        

"Yes akhirnya pergi," Bimo berseru senang, dia langsung mengirim pesan kepada seseorang, lalu menatap Byan yang kebingungan.

Bimo hanya tersenyum, dia duduk di sebelah Byan sembelum mulai berucap. "Makasih, ya, Kak Byan. Aku udah mikirin banyak cara supaya Kak Dhafin mau keluar, tapi gagal terus. Tapi Kak Byan bisa langsung bikin Kak Dhafin pergi," ucapnya senang.

Byan jelas semakin kebingungan, dia memandamg Bimo tidak mengerti, kenapa anak ini tiba-tiba aneh. Padahal mereka baru bertemu, tapi entah kenapa Byan merasa curiga.

Dengan kebingungan Byan, Bimo akhirnya menjelaskan maksudnya.

"Sebenarnya aku nggak kabur dari rumah. Tapi mau buat kejutan," ucap Bimo yang semakin membingungkan Byan.

"Kejutan apa?" tanya Byan sungguh tidak paham.

Byan tersenyum, menunjukkan pesan yang dia kirim, ternyata itu untuk dokter Laka. Orang tua Bimo dan Dhafin.

"Orang tua kamu juga ke sini?" Byan yang membaca pesan itu sekilas langsung bertanya sambil menatap Bimo tidak paham.

Anak remaja itu terlihat begitu senang saat Dhafin ke luar rumah, entah apa yang direncanakan.

"Mama dulu untuk dapat aku sama kak Dhafin harus perjuangan banget. Mama sampai rela disuntik puluhan kali demi program bayi tabung. Jadi karena masalah nilai sekolah yang jelek nggak akan buat mama sama papa marah. Kasih sayang mereka benar-benar besar," cerita Bimo yang disimak dengan teliti oleh Byan.

"Kakak itu kesayangan juga di keluarga, papa sebenarnya nggak mau terpisah dari anaknya. Tapi karena rumah sakit bermasalah papa terpaksa kirim kak Dhafin. Setelah kontrak papa selesai jadi dokter di Jakarta, kami sekeluarga memutuskan tinggal di Bandung. Dan mau kasih sedikit kejutan."

Byan mamgut-mangut paham, dan benar saja tidak lama pintu diketuk. Bimo berkata dengan senang, kalau itu pasti orang tua mereka.

***
Dhafin hanya bisa menggerutu, bagaimana mungkin Byan tidak langsung lapor kalau obatnya ketinggalan, dan tidak kosumsi obat seharian.

Saat memasuki lobi apartemen, Byan agak kaget melihat beberapa orang mencurigakan menatapnya. Apalagi pakaian mereka sudah seperti bawahan mafia, dengan badan yang kekar-kekar.

Jantung Dhafin sudah membrontak ketakutan, dia ingin lari karena takut jika orang itu mengincar dirinya.

Tapi kalau dipikir memang Byan punya salah apa dengan seseorang? Dia saja selalu sibuk dengan urusan rumah sakit dan Byan.

Dengan langkah yang buru-buru, Dhafin memasuki lift dan memencet angka untuk bisa langsung sampai ke kamar apartemen.

Untungnya kecurigaan Dhafin tidak benar, mereka sama sekali tidak mengikuti. Jadi dengan santai Dhafin membuka pintu apartemennya yang tidak terkunci.

Dhafin pergi sekitar tiga puluh menitan, jadi Bimo dan Byan tidak mungkin sudah pergi tidur lebih dulu.

Baru saja pintu apartemen terbuka lebar, Dhafin dikejutkan dengan empat orang yang ada di dalam. Bahkan, Dhafin tidak pernah menyangka akan melihat orang tuanya setelah Bimo kabur dari rumah.

Sang mama mendekati Dhafin, mengecup kening anaknya penuh kasih sayang.

"Kejutan," ucap dokter Laka, ayah dari Dhafin yang bergantian memeluk Dhafin dengan sang istri.

"Bimo bohongin Kak Dhafin?"

Yang ditanya hanya cengengesan sambil garuk-garuk kepala. "Siapa suruh percaya," jawabnya sambil berlidung di belakang Byan.

Dhafin tidak bisa berkata-kata, marah juga untuk apa? Justru ia senang bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.

Mama Dhafin yang sudah menyiapkan makanan langsung mengajak anaknya duduk makan. Ini adalah masakan dari restoran terkenal Bandung, Tika yakin, makannya akan enak.

Byan juga akhirnya diseret untuk duduk, ia harus segera makan untuk bisa minum obat.

Entah kenapa hati Byan benar-benar hangat, ini adalah gambaran keluarga yang selama ini selalu ada di dalam benaknya. Dia sangat ingin memiliki keluarga seperti mereka.

"Ayo dimakan, kamu nggak selera sama makannya? Biar Mama pesan lagi," ujar Tika yang tidak bisa lupa dengan Byan. Byan sudah seperti anaknya, semenjak sang suami menceritakan tentang Byan menjadi pasien termudanya dengan percobaan bunuh diri paling banyak.

Byan tidak enak, jadi mengambil makannya tanpa malu-malu. Ia begitu sangat senang diperhatikan, walaupun itu dari keluarga orang lain.

***
Sekitar jam dua pagi Byan sayup-sayup mendengar suara ketukan. Kebetulan mereka sedang menonton televisi di ruang tamu.

Melihat yang lainnya sudah tidur, Byan memutuskan beranjak untuk membuka pintunya. Mungkin tamu Dhafin, karena kebetulan apartemen dekat dengan rumah sakit.

Setelah Byan memutar kunci dan membuka pintu, dia terkejut melihat dua kakak kembarnya yang muncul.

Byan ingin kabur, menutup pintu kembali tapi tangannya malah ditarik ke luar oleh Alfa. Sudah dipastikan tenaga Byan yang tidak ada apa-apa memudahkan Alfa.

"Lepas," berontak Byan, tapi Alfa langsung membekap mulutnya.

"Jangan berisik!" peringatkan Alfa setengah berbisik. "Bu Sari pengen banget ketemu kamu, apa kamu tidak kasihan melihatnya tadi pagi begitu bersedih?"

Byan terdiam, kalau sudah menyangkut bu Sari, Byan benar-benar merasa lemah.

"Pak Rarjo juga habis kecelekaan."

"Apa?" Byan terpekik tertahan, karena Alfa masih mebekap mulutnya.

"Sekarang ikut kita!" suruh Alfa yang menarik tangan Byan. Ia melepaskan bekapannya, karena tahu Alfa sekarang pasti menurut.

Lilin Kecil (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang