"Apa yang kamu lakukan, Byan?!" tanya Alfan dengan tatapan mata tajam. Ia dengan segera membawa Nara ke dalam pelukannya.
Sementara sang pelaku pemukulan, yaitu Alfa menatap benci Byan. Seperti belum puas, tangan Alfa mengepal kuat, tidak peduli dengan Byan yang sudah tumbang dengan satu pukulan.
Byan tertuduk di anak tangga. Napasnya sedikit sesak karena pukulan dan juga syoknya yang kambuh. Byan ingin sekali bernapas normal, tapi sesekali selalu tersendat karena panik.
Alfa tidak peduli itu, dia mengakat kerah baju Byan, hingga adiknya itu berdiri paksa. Byan hanya bisa berpegangan dengan trali tangga, menopang tubuhnya yang tidak kuat berdiri.
Tapi belum sempat tangan Alfa memukul sekali lagi Byan, anak itu malah muntah darah karena mulutnya yang sobek di baju Alfa.
Reflek karena jijik dengan mundahan adiknya sendiri Alfa melepaskan kerah baju Byan begitu saja. Menyebabkan Byan jatuh tertunduk sambil memuntahkan isi perutnya.
Semua keluarga berkumpul mendengar keributan itu. Namun, Brayen dan Daniara hanya terdiam, menatap Alfa dan Alfan seolah meminta penjelasan.
Untungnya ada bu Sari yang cepat mendekat, membantu Byan untuk memuntahkan isi perutnya. Bu Sari juga tanpa rasa jijik mengelap bekas muntahan Byan.
Bu Sari menangis, memeluk Byan dengan erat. Lalu pak Rarjo dengan takut-takut ikut membantu bu Sari, membawanya ke meja makan.
***
Setelah hampir dua jam kejadian itu berlalu, Nara sudah tenang di pelukan Daniara. Sementara Byan duduk di ujung meja dengan wajah tenang. Byan memang agak pucat, tapi dia meminta bu Sari agar tidak menemani di sini, takut akan terseret masalah.
Byan menghela napas panjang, menatap seluruh keluarganya seperti sedang akan menghakimi seorang penjahat.
Tapi Byan memang penjahat di mata mereka bukan?
Sepanjang Nara memberikan tuduhan, baik Alfa dan Alfin memberikan kesaksikan, Byan diam. Tidak membela diri lagi ataupun mengelak dari tuduhan. Sebisa mungkin Byan tetap bernapas tenang, melihat bagaimana berbagai fitnah meluncur dari keluarganya sendiri.
Hingga sang kepala keluarga selesai mendengarkan, menatap Byan yang duduk diujung meja tanpa pergerakan.
"Kamu tidak bisa mengelak lagi, Byan," marah Brayen, yang seperti dugaan Byan, tidak memberikan kesempatan membela diri.
Beberapa tahun lalu dan sekarang masih sama. Byan tidak pernah didengarkan.
"Kamu akan Ayah pindahkan ke apartemen mulai besok. Tinggal sendirian di sana untuk merenungkan kesalahan kamu!"
"Kenapa kalian kembali kalah hanya ingin menyingkirkan Byan dari rumah ini?" Nada Byan tenang, tapi siapapun yang melihat sorot tajam matanya akan tahu, sedalam apa Byan terluka seorang diri.
Tiba-tiba meja digebrak, oleh seseorang yang paling tidak disangka. "Karena kamu selalu ingin membunuh Nara!" Marah Alfan, ia telah hilang kesabaran.
Kepala Byan Tertoleh, menatap Alfan yang dianggap akan selalu tenang selama menghadapi masalah. Tapi semarah itu sekarang dirinya hanya karena fitnah.
"Kamu tahu Kakak menyesal sempat kasihan sama kamu. Kakak yang mengusulkan kembali karena kamu, terus Nara juga ikut-ikutan memohon untuk membantu Kakak melepaskan rindu sama kamu. Tapi setelah sampai sini, kamu hanya membuat Kakak kecewa, Byan."
Perkataan panjang kakanya dicerna baik oleh Byan. Kalau saja Alfan sekecewa itu dengan Byan, bagaimana dengan dirinya terhadap sifat Alfan?
"Maka jangan anggap Byan adik Kakak lagi. Kita memang bukan keluarga, jauh lebih asing dari pada orang tidak dikenal di jalan. Semua hubungan sudah putus sejak kalian meninggalkan rumah." Byan berdiri dari duduknya, memandang satu-persatu dari mereka yang menatap Byan beragam.
Byan sempat memandang Daniara cukup lama. Melihat bagaimana reaksi wanita yang telah melahirkannya tampak terkejut dan juga linglung.
Dengan senyum getir Byan meninggalkan meja makan. Byan pergi ke kamarnya untuk mengambil gitar lalu kembali lagi untuk mencari pak Rarjo.
Sopir keluarga Praja itu terlihat terkejut, tapi Byan langsung meyakinkan. "Hari ini atau besok sama saja. Jaga bu sari ya, bilang kalau Byan sayang Bu Sari, dan pak Rarjo jaga diri baik-baik. Byan juga sudah mengagap pak Praja sebagai ayah Byan."
Sesuai memeluk singkat pak Rarjo, Byan ingin pergi, tapi pak Rarjo menghentikan. "Bapak antar, ya. Ini sudah hampir malam," ucapnya dengan khawatir.
Namun, suara lain tiba-tiba menyahuti. "Anak yang tidak tahu salahnya di mana dan masih saja bersikeras tidak salah biarkan belajar sendiri. Lihat setelah melihat orang-orang mulai meninggalkannya, apa dia masih akan merasa tidak pernah salah." Alfa langsung berlalu dari ruang tengah dan meninggalkan Byan dan pak Rarjo lagi.
Byan tersenyum kecil. "Byan sudah dewasa, tidak apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lilin Kecil (END)
Teen FictionByan memutuskan kabur dari rumah dengan sebutan anak pembunuh tidak bertanggung jawab dari keluarganya. Namun, setelah Byan lari sejauh mungkin, mereka malah mencarinya ke ujung bumi manapun Byan bersembunyi. Sialnya lagi, hati Byan kembali tergores...