10. Kenapa Mereka Di Sini?

1.8K 104 5
                                    

Byan menatap heran sekitaran tempatnya berada. Begitu gelap, matanya tidak bisa melihat apapun yang terlalu jauh. Saat Byan berusaha meraba, hanya udara kosong yang di dapatkan.

Keheranan Byan semakin menjadi saat melihat tangan kanannya memegang lilin kecil. Sinarnya tidak terlalu terang, tapi mampu membuat matanya tidak seperti mengalami kebutaan.

Dengan perasana takut-takut Byan menyinari sekitar, ingin mengetahui apakah ada hal berbahaya di sekitar sana. Tapi saat baru melangkah beberapa kali, Byan merasakan panas saat lilin menetes mengenai tangannya.

Reflek Byan ingin melempar lilin itu, kalau tidak ingat ia tidak punya penerangan apa-apa lagi selain lilin. Yang Byan bisa lakukan hanya dengan meningkatkan kehati-hatian.

Takut lilinnya mati tertiup angin, Byan sedikit menahan napasnya. Berjalan lebih pelan dan hati-hati. Matanya terus meliar, mencari jalan keluar yang mungkin saja ada di sekitar sana.

Namun, kali ini kakinya malah tersandung, menyebabkan Lilinnya tidak bisa bertahan dalam pegangan tangan Byan. Lilin kecil itu padam, menyebabkan ruangan gelap total.

Byan tidak punya penerangan, rasa takut dan was-was mulai menghampirinya. Apalagi tadi Byan sempat menendang suatu hal.

"Ini kenapa gelap banget," gumam Byan berjalan tidak tentu arah, sampai dalam kegelapan itu Byan merasakan lehernya ada yang meraba.

Byan dengan cekatan meraba ke depan, yang ternyata tangan seseorang. Byan merasakan jari-jari itu mulai melingkari lehernya, menyebabkam Byan panik dan ingin lepas.

Perjuangan Byan cukup keras, sampai pada akhirnya sia-sia karena cekikannya semakin kuat.

"Le-lepas," lirih Byan merasa napasnya mulai tersumbat.

Tapi hanya suara tawa yang menyahuti. Bukan hanya satu orang, ada dua, tiga, empat, lima ... Byan benar-benar tidak tahu pastinya.

Karena ketakutan dan kesakitan tubuh Byan mulai mengeluarkan keringat dingin, tangannya beberapa kali tergelincir saat memegang tangan yang mencekiknya.

Byan ingin menyerah, tapi dia punya kemauan hidup. Byan berusaha membrontak lebih keras, menggunakan kedua kakinya menendang bergantian secara membambi buta.

Itu tidak berhasil. Namun, Byan melihat sebuah cahaya terang masuk ke dalam rentina matanya. Byan terbangun dari mimpinya, ternyata hari sudah siang.

Napas Byan ngos-ngosan, bajunya basah oleh keringat seperti orang sehabis lari maraton. Tapi saat Byan melirik botol air minumnya, ia langsung urung untuk minum air sekarang.

Sebagai pengindap gagal ginjak, Byan sangat terbatas dalam mendaptkan air. Jadi daripada nanti ia kehausan saat manggung, lebih baik Byan menahan rasa hausnya sekarang.

Byan terduduk di bibir kasur, dengan badan yang masih malas sehabis bangun, Byan langsung melahan roti bungkus yang ada di meja. Ini sudah jam telapan, takut jika menunda sarapan, Byan akan terlambat untuk minum obat. Byan terlalu takut kena omelan Dhafin.



***
Byan langsung parkir di tempat khusus pegawai, ia juga sudah membawa gitar di punggungnya. Hari ini Byan bekerja selama dua jam, entah berapa lagu yang bisa dibawakannya nanti.

Akan tetapi, belum sempat Byan membuka helm, ia mematung melihat keluarganya dulu keluar dari mobil mewah. Kebetulan di depan tempat parkir kariawan adalah parkir mobil.

Beruntung Byan belum sempat membuka helm-nya. Jadi dia hanya mematung di tempat buru-buru bersikap normal. Agar tidak ada yang curiga.

"Apa mereka liburan ke sini?" batin Byan mendegus sebal.

Byan mengambil ponselnya yang ada di saku jaket. Minta izin libur kerja dengan alasan badannya tiba-tiba tidak enak.

Setelah selesai mengirim pesan, ia kembali memasukkan ponselnya, dan melihat ke rombongan keluarganya keculai ibu Nara.

Tapi saat itu Byan malah mendapati Alfa juga menatapnya. Sepertinya pria itu sadar kalau Byan memperhatikannya. Beruntung Byan memakai helm dan juga masker hingga menutupi seluruh wajahnya. Kalau tidak mereka akan tahu kalau Byan tinggal di kota ini.

Tanpa mau repot-repot berpikir panjang, Byan memutus kontak mata begitu saja dengan Alfa. Dia segera naik ke atas motor untuk berlalu pergi.

"Ternyata rasanya masih sama, denyut sakitya nembus sampai ulu hati," ucap Byan dengan senyum getir.




Lilin Kecil (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang