05. Gagal Ginjal

753 49 2
                                    

Satu tahun dua bulan Byan membuktikan kepada dokter Laka. Bahkan bukan hanya batinnya yang mulai sembuh, Byan berhasil lepas dari obat anti depresannya. Byan dinyatakan sembuh dan boleh berhenti kontrol, asal mau pergi menemui dokter Laka lagi jika ada masalah.

Dokter Laka tahu betul remaja seperti Byan tidak boleh terikat obat-obatan seperti itu terlalu lama. Bahkan, sekarang Byan sedang berusaha hidup sehat untuk mengembalikan bentuk badannya yang menggemuk karena efek samping obat.

Terakhir kali Byan lapor kalau berat badannya sudah ideal. Berkat kepintarannya Byan mendapat tawaran beasiswa penuh. Byan cerita tidak menyangka di kelulusannya yang tinggal tiga bulan lagi ada kampus melirik kepintaran Byan. Padahal sekolah saja tidak pernah menawarkan lomba apapun untuk memanfaatkan IQ Byan yang bisa dikatakan cukup tinggi.

Soal Bully yang menyebabkan Byan terkucilkan. Menjadikan Byan semakim larut dalam depresinya. Guru-guru juga tutup mata saat tahu alasan anak didiknya membully Byan. Tapi setelah mencoba mencari solusi dengan dokter Laka, Byan memutuskan ikut les bela diri di luar sekolah.

Byan mulai menggubakan otak pintarnya untuk membalik keadaan lawan. Di dunia yang keras ini Byan harus bertahan seorang diri. Tidak ada tempat baginya berlindung, selain dengan menggunakan diri sendiri sebagai tempuruh yang kuat, seperti kura-kura yang membentuk rumahnya sendiri.

Saat siswa kembali bermain fisik, Byan akan membalas. Jika mereka berani melapor maka Byan akan menunjukkan remakaman serta percakapan para pembully itu. Byan selalu punya cara mengalahkan mereka, hingga satu-persatu mundur untuk melakukan tindakan tercela tersebut.

Hidup Byan cukup menyenangkan. Ia mulai lembaran baru dengan senyum lebar.

Namun, pepatah roda akan selalu berputar membawa Byan pada titik terendah dalam hidupnya, untuk kesekian kali. Byan merasa getir melihat hasil cek lab yang baru saja keluar.

Awalnya Byan mengira kalau sakit pinggangnya karena terlalu lelah latihan silat. Intinya Byan terkadang merasa demam juga sebab sistem imunnya yang memang lemah sejak lahir.

Tapi malam setelah ujian sekolah selesai, Byan tiba-tiba pingsan di dapur. Menyebabkan pak Rarjo dengan segera membawa Byan ke rumah sakit.

Pada awalnya Byan tidak tahu apa yang terjadi kepadanya. Pikiran Byan masih positif, dia hanya kelelahan belajar demi meraih nilai sempurna lagi. Walaupun tidak membuat orang-orang melirik kepadanya, Byan tetap bangga kepada diri sendiri. Ada bu Sari yang akan membuatkannya kue enak, dan pak Rarjo akan membawanya liburan ke tempat sederhana, yang paling berarti dalam hidup Byan.

Tapi respon Bu Sari saat mata Byan terbuka adalah tangisan yang begitu pilu, bu Sari benar-benar sedih dan terpukul. Sementara pak Rarjo menunduk dalam di pojok pintu.

Saat Byan bertanya mereka hanya berkata, tunggu hasilnya besok keluar ya. Jantung Byan benar-benar terasa berdetak tak karuan waktu itu. Perasaan tidan enak mulai menganggunya.

Dan benar, tetesan lili itu kembali hampir membuat tangan Byan goyah. Seperti tidak ada harapan jika ia mempertahankan lilin itu, lalu membiarkan kegelapan merebut sepenuhnya ingatan Byan.


***
Beruntung setelah curhat dengan dokter Laka Byan punya pencerahan lagi. Setelah hampir enam kali cuci darah, hingga menyebabkan Byan tidak bisa datang ke hari kelulusannya. Tapi walaupun Byan sehat, dirinya juga enggan datang. Sebab tidak ada kenangan apapun yang ingin Byan ingat dari sekolah itu.

Setelah pukul tiga sore Byan kembali bersama bu Sari dan pak Rarjo. Mereka berdua sangat kompak dalam menjaga Byan, tidak pernah lelah menunggu Byan selesai cuci darah.

"Byan masih lemas?" tanya bu Sari anggak khawatir.

Tapi Byan hanya mengangguk kecil, dengan senyum manis yang menggemaskan. "Tapi tidak selemas pada saat pertama kali," jawab Byan jujur.

Bu Sari hanya tersenyum, mengajak Byan ke ruang makan untuk makan buah lebih dulu. Ini salah satu kebiasannya yang bu Sari terapkan kepada Byan.

"Nanti kalau sudah habis, langsung istirahat saja, ya," suruh bu Sari yang meletakkan buah anggur di depan Byan.

"Mereka menginap berapa hari?"

Byan mampu menghentikan aktivitas bu Sari beberapa saat. Memandang Byan yang tampak tidak senang mendengar kabar keluarganya akan kembali.

Sebisa mungkin bu Sari menenangkan. "Tidak lama. Tapi kalau Byan tidak nyaman, pak Rarjo akan memesankan hotel."

Byan menolak dengan cepat. "Byan tidak bisa terus sembunyi. Jadi tidak apa-apa. Nanti kalau Byan tidak tahan, pasti akan pergi sejauh mungkin dari mereka. Tapi Bu Sari dan pak Rarjo tidak boleh khawatir, ya."

Bu Sari tidak menanggapi, tapi langsung memeluk Byan begitu erat. Entah kenapa bu Sari merasa kalau Byan sedang berpamitan. Namun, jauh di dalam lubuk hatinya, bu Sari yakin kalau Byan tidak selemah dulu. Byan itu kuat, karena sadar masih ada orang yang ingin melihatnya tersenyum


Lilin Kecil (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang