15. Mencoba Sembunyi

633 52 0
                                    

Byan turun dari mobil Alfan, dan menyuruhnya untuk tidak perlu ikut masuk ke dalam. Cukup menunggu di dalam mobil saja.

Byan segera membuka pintu kosannya, lalu menutup pintu kembali. Tidak lupa menguncinya dari dalam.

Senyum manis langsung terbentuk di bibir manisnya. Ia memandang sang kakak yang patuh menunggu di dalam mobil lewat jendela. "Sama-sama mudah dibohongi," gumam Byan mengambil gitar yang ada di atas kasur.

Beruntung kemarin Byan tidak mengambil gitar, karena sudah disediakan. Kalau sampai dibawa, bagaimana nasib gitarnya nanti.

Setelah berhasil memasukan gitarnya kedalam wadah, Byan langsung mengedongnya, berjalan menuju pintu belakang yang terdapat tembok sebatas dada. belakang kosan Byan adalah kebun kosong, tapi tidak jauh dari itu terdapat gang kecil, disanakah Byan akan mencari ojek untuk ke jalan besar.

Tidak terlalu susah untuk memanjat tembok, karena dirinya harus terlatih untuk kabur-kaburan mulai sekarang.

***
Sekitar jam delapan malam Byan selesai bekerja, dia datang ke apartemen Dhafin dengan senyum lebar. Tentu sang tuan rumah langsung menyambutnya dengan wajah kesal.

"Ada apa? Wajah Kak Dhafin seperti orang stres?" tanya Byan tanpa rasa bersalah.

Sementara Dhafin hanya menyikingkir dari pintu, memperlihatkan seorang remaja sedang duduk santai di ruang tengah apartemen Dhafin. Tempat tinggal Dhafin memang cukup luas, dengan dua kamar, satu kamar mandi, serta dapur minimalis.

"Bimo Kanawa?" Byan masih sedikit ingat dengan adiknya Dhafin yang SMA itu, karena dia sempat mengantar Byan ke bandara saat mau kabur ke Bandung.

Bimo hanya mengangguk senang, dia berdiri dari duduknya dan memeluk singkat Byan. "Ketemu lagi, Kak," ucapnya antusias.

Dhafin yang melihat itu hanya memutar matanya malas. Ia pergi ke dapur untuk membuatkan Byan teh hangat.

Sementara Bimo dan Byan kembali mengobrol.

"Kamu ngapain ke Bandung?" tanya Byan menaruh gitarnya di atas sofa.

Bimo yang ditanya begitu hanya cengengesan sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Kabur, Kak. Habisnya kena omel Mama, gara-gara nilai ulangan Bimo turun."

"Dia itu nekat banget, lagian mana mungkin Mama nggak bakal khwatir sama kamu. Kalo mama pingsan karena nyariin kamu gimana?" Omel Dhafin memberikan Byan tehnya.

Byan memandang Bimo yang tampak meringis. Mereka bertiga akhirnya duduk di sofa, dengan Byan yang meminum tehnya.

"Kamu juga, kemarin kemana aja?" cerocos Dhafin soal hilangnya Byan kemarin malam.

Karena tidak enak Byan akhirnya menceritakan semuanya. Termasuk bagaimana ia bisa kabur, bahkan bekerja tanpa hambatan.

Dhafin tidak menyela, membiarkan Byan menyelesaikan ceritanya. Bimo yang takut kena sembrot lagi hanya manggut-manggut tidak jelas, mendengarkan dengan seksama cerita Byan juga.

"Terus orang tua kamu pasti nyariin sekarang," simpulkan Dhafin yang dibalas anggukan oleh Byan.

"Lagian gara-gara mereka, obat aku masih di sana," ucap Byan yang sudah memasang wajah cemberut.

Dhafin berkedip beberapa kali, sebelum akhirnya memeking dengan keras. "Kamu belum minum obat? Dari pagi?"

Byan mengangguk lagi. "Iya kan kalo nggak resep dokter, nggak bisa nebus obatnya lagi," jawab Byan santai.

Dhatin ingin marah, tapi Byan tidak salah juga. Dirinya langsung pergi mengambil jaket, lalu berpamitan akan ke apotek sebentar untuk membeli obat.

Sepertinya Dhafin juga sudah meminta resep obat kepada dokter Byan.

***
"Dia kabur lagi, dan sekarang berani sembunyi," ucap Alfa mengepalkan tangannya kesal.

Padahal baru tadi pagi Byan anteng di meja makan, tapi saat Alfan pulang sore, mengatakan Byan kabur, hatinya benar-benar kesal.

Tapi untungnya Alfan bisa melacak tempat Byan saat ini, dia dengan kesal menatap adiknya yang lalai itu.

"Kapan kamu akan menjemputnya?" Tanya Brayen, sang ayah.

Alfa hanya menghela napas panjang. "Hari ini kalau tidak pulang pada jam 1 pagi. Alfa akan pergi sendiri untuk mejemputnya." Alfa menjawab sambil memperhatikan gerak-geril Byan yang keluar dari kafe tempatnya bekerja.

Adiknya sedang sakit, tapi entah kenapa sangat nekat sekali. Mereka hanya ingin memperbaiki hubungan, mengajak Byan tinggal lalu melakukan pengobatan.

Lilin Kecil (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang