27. TAMAT

2.9K 121 28
                                    

Siapa sangka waktu berjalan begitu cepat, takdir seseorang seperti lelehan lilin yang menetes perlahan hingga habis. Dengan itu orang-orang juga ingin menjadi lilin yang menerangi hidup orang lain. Tidak peduli nyalanya hanya sementara, yang dia ingat hanya orang sekitar.

Air mungkin bisa menghentikan nyala lili. Namun, apakah itu akan membuatnya selalu redup? Saat dinyalakan dia akan kembali membakar dirinya sendiri hingga habis.

Lilin kecil yang pernah mengajarkan Byan hidup, Lilin kecil pula yang membuatnya punya patokan semangat. Saat Byan berpikir dunia seperti arus air terjun, jika saatnya jatuh maka kita tidak bisa melakukan apa-apa, ada kegelapan yang menariknya turun hingga Byan sadar, semunya tidak sesederhana yang dijabarkan.

Hidup adalah sesuatu yang mencakup dunia luas. Tidak ada yang bisa menceritakannya, karens itu terlalu rumit.

Kalaupun orang mulai merangkum, masih banyak kepelikan yang tertinggal.

Sejak saat di mana dia tertarik ke dalam dunia gelap, membuatnya berpikir nyawa hanyalah seongok daging yang kadang tidak berguna, Byan hanyalah manusia yang sangat tidak peduli hidup ataupun mati.

Kadang dia terbangun di ruang dokter dengan badan sakit, luka sayatan, ataupun rasa pusing karena overdosis, tapi tidak ada yang peduli. Byan saat sadar selalu bertanya kepada dirinya sendiri, 'apakah dirinya baru saja dirampok? Kasih ssyang keluarganya lenyap'.

Seorang dokter Laka, dokter kejiwaan yang membangunkan Byan dari keterpurukan itu hanya menitipkan satu batang lilin kecil tak kasat mata. Byan kira itu hanya mainan batin, tidak perlu peduli karena Byan telah jatun terpuruk.

Namun, siapa sangka sampai saat ini Byan tetap menjaganya. Lilin kecil itu telah menjadi bagian hidup Byan yang tidak akan pernah dilupakan. Sebab kalau tidak, Byan sudah menyerah pada hidupnya.

Hingga detik terus berjalan, dua puluh tahun perjuangan hidupnya, dan Byan selalu was-was dalam pikirannya. Setelah bertaruh nyawa selama beberapa jam di meja operasi, Byan akhirnya membuka mata.

Apa kalian tahu apa harapannya? Sederhana, melihat semua mimpinya menjadi nyata. Semua perjuangannya yang berusaha Byan lupakan nyatanya selalu yang paling diinginkan diam-diam.

Semua keluarga menunggunya harap-harap cemas, mata tajam ayahnya kini selembut sutra, rasa tidak peduli ibunya berubah menjadi cemas yang paling ketara. Kesepiannya ditinggal sang kedua kakak terbanyar dengan mereka yang menggegam erat tangan Byan sekarang. Hampir semua harapannya ada di depan mata.

Byan memangis, air matanya tumpah mengundang panik semua orang. Byan tidak kesakitan, hanya hatinya merasa amat bahagia.

"Kamu kenapa? Apa operasinya sangat sakit?" Dhafin tiba-tiba maju, mendekati Byan yang masih belum mampu bergerak.

Tapi Byan malah semakin menangis, kepanikan terjadi hingga para dokter masuk ke ruangan itu tergopoh-gopoh. Semuanya melakukan yang terbaik, tidak sadar kalau sang empu hanya bahagia.



***
"Tidak ada yang serius, kan?" tanya Brayen kepada dokter di depannya. Ada juga dokter Laka yang mendampingi.

Brayem yang sudah harap-harap cemas hanya bisa meremat kedua tangannya erat.

"Byan sudah lama berada dalam lubang gelap itu. Walaupun sempat dinyatanya sembuh, dia hanya terbiasa, tidak pernah bisa keluar dari lubangnya. Hari ini Byan mendapat uluran banyak tangan, dan Byan berhasil keluar. Respon Byan saat bangun tadi hanyalah karena kondisi psikiologisnya yang sedikit tersentuh saat bisa melihat cahaya yang begitu terang," jelaskan dokter Laka sebagai dokter psikiaternya Byan.

"Dokter Laka benar, operasi transpalasti ginjalnya berjalan lancar, Byan akan mulai pulih sebulan lagi."

Brayen hanya bisa mengucapkan syukur, tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada kedua dokter yang menangangi Byan selama ini. Byan hidup berkat mereka, dan dirinya dapat kesempatan menebus dosa-dosa.

"Mengenai pendonor, apa Byan sudah tahu?" Dokter Laka khawati kalau sampai Byan syok berlebih.

Akan tetapi Brayen langsung menggeleng pelan. "Biarkan menjadi rahasia, kita hanya perlu mengatakan tantenya meninggal karena sakit, ditambah kondisinya buruk setelah masuk penjara."

Tidak ada yang menentang, semua setuju dengan keputusan Brayen. Apalagi mengingat psikis Byan yang pernah terluka parah, mereka tidak mungkin bertindak gegabah.



***
"Ayah mana?" tanya Byan kepada Bimo, hari ini anak itu menjadi tumbal untuk menjaga Byan.

Sejak seminggu Byan operasi, anak itu berubah total. Byan menjadi rewel dan ambekan, suka sekali marah-marah tidak jelas.

Bimo setelah mendengar pertanyaan Byan jelas tahu, apa yang akan dihadapi selanjutnya.

"Lagi sibuk, Kak Byan tunggu sebentar, ya," Bimo meminta negosiasi.

Namun, Byan langsung memasang wajah cemberut. "Semua orang sibuk, tidak ada waktu, dan banyak alasan. Tidak ada lagi yang sayang dengan Kak Byan. Padahal mereka sidah janji tidak akan berubah setelah Kak Byan sembuh."

Bimo hanya mengernyit dalam sambil garuk-garuk kepala tidak gatal. Jelaskan kepada siapapun kalau Bimo tidak pernah mengurus anak kecil, dirinya juga bungsu.

Dengan rasa pasrah yang dalam, Bimo membujuk Byan. "Nanti mereka akan datang, Kak Byan tunggu saja."

Byan tidak mendengarkan, dia malah tidur memunggungi Bimo.

Sudahlah Bimo hanya pasrah, Byan sekarang kalau permintaannya tidak dituruti dalam kurung waktu dibawah lima menit, memang begitu.

"Siapa sih yang sudah dua puluh tahun suka ngambek?" Brayen tiba-tiba muncul dari luar ruangan dengan membawa kue.

Bukan hanya Brayen, satu keluarganya, termasuk dokter Laka, istri dan anaknya. Ada juga bu Sari dan Pak Rarjo.

Bukannya senang Brayen malah tidak peduli, sampai Bimo menepuk bahu Byan.

"Semua orang sibuk buat beli hadiah, jadi jangan ngambek lagi."

Byan berbalik, mengubah posisi badannya untuk duduk senderan. Si kembar yang punya tanggal ulang tahun yang sama dengan Byan, langsung memeluk adiknya. Tiga putra Brayen sama-sama lahir pada tanggal 12 Desember. Sengaja Brayen lakukan agar merayakan ulang tahunnya bisa sama-sama.

"Selamat ulang tahun, maaf kita tidak pernah merayakannya sama-sama beberapa tahun belakangan." Alfan meminta maaf dengan tulus.

"Ayo buka lembaran baru, aku ingin melupakan masa lalu."

Alfa dan Alfan mengangguk kompak, mereka meniup lilin bersama dan diakhiri dengan pesta kecil.

Siapa sangka awal yang menyedihkan membuat mereka erat belakangan. Keluarga baru terbentuk begitu hangatnya. Semua orang hanya bisa bersyukur dan mengambil pelajaran baik yang didapatkan.

END

.
.
.
.
Untuk pesan kesan tolong tinggalkan di kolom komentar. Ini salah satu permintaan author kepada kalian yang sudah setia membaca cerita ini hingga akhir.

Pesan author : kalian harus menjadi seperti lilin kecil, berusaha tidak padam hingga akhir kehidupan menjemput kalian.

Tetap jaga kewarasan, utamakan kesehatan mental. Terima kasih yang sudah baca, sampai jumpa lagi di cerita selanjutnya 👌🙃


Lilin Kecil (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang