Suatu malam, Byan melihat kedua saudara kembarnya membawa piala kejuaraan lagi. Mereka begitu disanjung, dipuji serta disayang. Tidak pernah ada yang berani menyalahkan si kembar, karena mereka adalah kebanggaan Brayen.
Umur Byan baru sebelas tahun waktu itu, ada motivasi yang tubuh di dadanya. Ia mulai ingin menjadi seperti kakaknya. Setelah mencoba di cabang olahraga Byan gagal. Selain karena imunnya yang lemah, Byan juga memiliki postur tubuh yang mungil di antara teman-temannya.
Tidak kehabisan akal, Byan berusaha belajar mati-matian, mengingat nilainya memang sudah bagus dari SD, hanya saja kemampuannya tidak terlalu menonjol karena Byan adalah orang yang canggung, pemalu, dan sulit mengutarakan apapun, merasa suaranya tidak pernah didengar.
Banyak hal yang Byan ubah dari dirinya, walaupun nilainya bagus, ia perlu sedikit lebih menonjol. Byan mulai aktif mengikuti kegiatan sekolah untuk memperlihatkan kalau Byan juga bisa.
Sampai pada masa masuk SMP. Salah satu guru terkagum akan kepintaran Byan di pelajaran Matematika. Byan mulai coba dilatih sendiri, dipersiapkan untuk olimpiade matematika. Gurunya ini juga mengaku kenal Alfan, jadi beliau berpikir, kemampuan Byan sebagai adiknya juga tidak perlu diragukan lagi.
Hinga kompetisi berlangsung, Byan yang memang pintar, dan otaknya kini diasah oleh guru yang tepat, Byan mendapatkan juara satu dalam kompetisi pertamanya. Hasil yang memuaskan, sesuai harapan sekolah.
Byan sudah lama tidak terlihat ceria hari ini pulang dengan senyuman lebar. Ia berjalan menuju ruang keluarga untuk mencari ibunya yang biasanya sedang bersantai sambil menemani Nara.
Tapi sayang ruang tengah kosong, hanya ada Nara yang masih menggenakan baju sekolah sedang menonton kartun. Byan yang sering sekali menghindari Nara dalam kegiatan seharinya mulai beranjak pergi.
Didekat Nara hanya akan membuat Byan terkena masalah. Entah omelan ibunya atau pukulan sang ayah. Byan merasa Nara gadis picik yang suka memainkan peran dan pura-pura tersakiti.
Byan muak, berjalan menuju lantai dua, tempat kamarnya berada. Mungkin orang tuanya memang sedang pergi.
"Byan!" panggil Nara dengan nada cerianya.
Tapi Byan tidak menoleh sama sekali, ia tetap berjalan menuju tangga, membawa piala yang ia dapatkan dengan susah. Sayangnya fisik Byan yang lebih pendek dan kecil dari Nara, membuat Nara dengan mudah mengejarnya.
Saat di ujung tangga, Nara berhasil mendahului Byan, menghadang Byan yang memang sudah kesal.
"Kamu kok ikutan kaya kak Alfa sama kak Alfan, si," kesal Nara sambil bersidekap dada. Wajahnya dibuat imut dan megemaskan, tapi Byan tidak aka lupa kalau wajah polos itu sangatlah mematikan.
Byan menghela napas panjang, berusaha untuk tidak cari masalah dan berlalu pergi dari kamar. Namun, Nara malah berbuat lebih, dia mengambil piala yang Byan ambil, lalu melemparkannya ke bawah.
Byan syok, itu adalah piala pertamanya, dan Nara dengan enteng menghancurkan tanpa pikir panjang.
"Nara!" bentak Byan dengan kesal
Karena kaget dibentak, Nara langsung melangkah mundur. "Benda seperti itu ada banyak di ruang tengah. Kak Alfa dan kak Alfan setiap hari bawah pulang," ketus Nara yang tidak merasa bersalah.
"Itu beda!" marah Byan, mendorong Nara tanpa sadar.
Tidak terima dorongan Byan, Nara balik mendorong Byan hingga terjadi aksi dorong-dorongan. Dua anak kecil yang bertengkar di puncak tangga, menyebabkan kecelakaan tidak bisa terelakkan. Tubuh Nara yang bertukar tempat dengan Byan menjadi di sisi tangga, menyebabkan Nara jatuh saat kakinya memasang ancang-ancang untuk mendorong Byan agar terjatuh.
Tepat pada saat itu Brayen baru pulang dari pengadilan. Ia gagal lagi menjebloskan ayah Nara ke dalam penjara. Menyebabkan dirinya merasa amat bersalah.
Namun, kepulangannya yang penuh rasa bersalah, malah disambut dengan tubuh Nara yang berguling dari lantai dua. Seketika Brayen mendongak, melihat Byan tampak memandang datar sosok Nara yang berhenti berguling di dasar tangga.
***
"Bagaimana ini?" tanya Bu Sari, asisten rumah tangga yang selama ini sangat meyayangi Byan.Suaminya yang menjabat sebagai sopir pribadi keluarga itu juga ikut merasa khawatir.
Mereka dulu seharusnya punya anak seumuran Byan, tapi karena sebuah kecelakaan, Bu Sari keguguran hingga divonis tidak bisa hamil lagi.
Untuk mengurangi rasa kekecewaan mereka. Bu sari dan Pak Rarjo mencurahkan segala kasih sayangnya kepada Byan. Mereka selalu memperhatikan prilaku Byan yang berubah sejak kedatangan Nara dan ibunya.
Hari ini bu Sari melihat Byan disiksa ayahnya sendiri, dan mereka tidak punya hak lebih jauh untuk melindungi Byan. Hanya menunggu harap-harap cemas di luar kamar Byan.
"Kita masuk saja ke dalam, Pak Brayen sudah pergi lagi ke rumah sakit," usul Pak Rarjo yang merasa tidak tenang lagi.
Mereka berdua sama-sama mengangguk, memutuskan masuk ke dalam dan mencari ke dalam kamar mandi. Tapi betapa syoknya bu Sari dan pak Tarjo saat melihat tubuh Byan telah tenggelam di dalam bathtup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lilin Kecil (END)
Teen FictionByan memutuskan kabur dari rumah dengan sebutan anak pembunuh tidak bertanggung jawab dari keluarganya. Namun, setelah Byan lari sejauh mungkin, mereka malah mencarinya ke ujung bumi manapun Byan bersembunyi. Sialnya lagi, hati Byan kembali tergores...