Bu Sari kira setelah itu Byan akan sembuh. Pak Rarjo sampai berpikir kalau Byan akan memulai hidup baru. Dengan berbekal harapan besar, Bu Sari dan Pak Rarjo mendatangi kamar Byan di pagi hari.
Mereka yang menyuruh Byan tidak pernah mengunci kamarnya apapum terjadi, pagi itu cukup kerasa ganjil dengan kamar Byan yang terkunci rapat.
Mengira Byan sudah sembuh, Bu Sari tidak terlalu khawatir, ia berusaha mengetuk kamar Byan, memanggil namanya, sampai pak Rarjo juga ikut memanggil nama Byan. Takutnya Byan masih ketiduran karena kemarin malam bercerita sampai larut.
Sayangnya setengah jam berlalu, di dalam kamar masih saja sepi, tidak ada pergerakan sama sekali. Pak Rarjo sampai buru-buru turun ke bawah mencari kunci cadangan.
"Byan, ini Bu Sari," ucap bu Sari yang suaranya sampai serak membujuk Byan cukup lama.
Tapi nyatanya sang pemilik kamar tidak melakukan pergerakan apa-apa. Terlalu hening untuk seorang Byan yang biasanya sudah siap berangkat sekolah pagi-pagi. Atau untuk sekedar membantu bu Sari mengerjarkan pekerjaan rumah. Sebab semenjak keluarganya pergi, hanya ada bu Sari dan pak Rarjo yang bekerja di rumah.
Pak Rarjo dengan napas ngos-ngosan membuka kamar. Seolah tidak perlu lagi mengatur napas hanya demi melihat Byan baik-baik saja.
Namun, napas mereka berdua langsung tercekat melihat Byan telah berbaring di lantai dengan denyut nadi yang begitu lemah. Mulut Byan berbusa, meninggalkan jejak beberapa butir pil anti depresinya yang berserakan di lantai.
Pak Rarjo tidak mau terlambat, ia mengotong tubuh Byan yang terasa sangat ringam untuk dibawa ke rumah sakit terdekat. Sungguh hatinya begitu sakit melihat Byan, yang lagi-lagi overdosis obat-obatan.
***
Hari itu, butuh waktu tiga hari untuk Byan sadar dari komanya. Itu adalah aksi bunuh diri yang paling parah, terkecuali waktu Byan menenggelamkan dirinya di bathtup. Karena tidak ada yang tahu kejadian sebenarnya.Satu minggu Byan dirawat, dokter Laka datang berkunjung ke rumah sakit. Itu adalah dokter yang menangani penyakit mental Byan, dia begitu akrab dengan Byan karena setelah bertahun-tahun Byan tidak pernah menunjukkan perubahan yang berarti.
Dokter Laka meminta izin kepada bu Sari untuk berbicara dengan Byan berdua saja. Dokter Laka juga menjelaskan tujuannya ingin kedua wali Byan itu menyiapkan diri untuk perawatan Byan di rumah sakit jiwa.
Dokter Laka telah menyerah jika harus melepaskan Byan. Karena kejadian seperti ini sudah bosan dokter Laka dengar.
***
Byan yang sedang memandang jendela terkejut melihat dokter Laka masuk ke dalam kamarnya. Seperti biasa, dokter yang hampir sebaya dengan ayahnya itu selalu tersenyum hangat kepada Byan.Hanya saja Byan belum tahu mengepresikan dirinya terlalu lebih. Byan seolah kehilamgan segala ekspresi dalam wajahnya.
"Apa kabar, Byan?" Dokter Laka mengelus kepala Byan dengan penuh kasih sayang. Ia menarik salah satu kursi untuk duduk di samping brangkar Byan. "Apa senang bisa bolos dari Dokter cukup lama?"
Dengan gerakan lambat Byan memandang dokter Laka. Matanya masih sama dari awal Byan menjadi pasiennya, genangan luka itu terlihat jelas.
Byan menghela napas panjang, kepalanya langsung menunduk memandang tangannya yang sedang memainkan selimut. "Maaf," sesal Byan.
"Kenapa minta maaf?" tanya dokter Byan dengan nada lembut.
"Byan gagal menjaga lilin kecil," balas Byan yang menyadari kesalahannya.
Dokter Laka hanya bisa tersenyum, ia memandang Byan yang menyadari kesalahannya, pikiran menjadi rumit.
Sebagai dokter, baru kali ini ia tertarik dengan satu pasien. Sekaligus kesal karena pengobatannya tidak pernah berhasil kalau kepada Byan.
Dengan hati-hati dokter Laka akhirnya mencoba menjelaskan tujuannya kemari. "Byan mau kan, dirawat di rumah sakit tempat Dokter bekerja?"
Ada keterkejutan besar di mata Byan yang langsung membulatkan matanya. Byan menggeleng keras, memegang tangan dokter Laka yang tadinya ada di atas ranjang. "Jangan, Dok. Jangan masukin Byan ke rumah sakit jiwa," pinta Byan.
Wajah Byan hampir menangis, dia menggegam tangan dokter Laka dengan erat. "Byan sudah dicap pembunuh, tidak mau dicap orang gila juga," jelaskan Byan sambil menitikan air mata.
Byan tidak tahan, jadi dia menangis di hadapan dokter Laka. Orang yang sudah beberapa tahun Byan kenal.
"Apa kamu di Bully juga?" tanya dokter Laka menyadari sesuatu.
Byan tidak langsung menjawab, dia melihat ke pintu kamarnya, yang memastikan sudah tertutup rapat atau belum.
Setelah yakin bu Sari dan pak Rarjo tidak akan dengar, Byan memandang dokter Laka lagi. "I-iya, Dok."
"Kenapa kamu tidak pernah cerita?" tanya Dokter Laka yang terlihat sangat frustasi.
Kenapa Byan masih menyimpan banyak rahasia tentang dirinya sendiri. Tapi saat mengetahui dokter Laka marah, Byan malah kembali menunduk.
"Kamu takut bu Sari dan pak Rarjo tahu?"
Byan mengangguk.
"Sekarang Dokter tanya, apa kamu tahu apa itu lilin kecil, makna yang terus Dokter tekankan kepada kamu?"
Byan mengangguk lagi, tapi kali ini dibarengi dengan sebuah jawaba. "Lilin kecil adalah harapan untuk hidup, keinginan melanjutkan hari besok. Byan harus memegang lilin itu ditengah gelapnya ruangan, tidak peduli tetesan lilin melukai tangan, itu adalah ujian hidup Byan. Kalau lilin itu mati, maka Byan juga mati."
Byan menjelaskan sesuai dengan ajaran dokter Laka selama ini. Itu membuat dokter Laka sedikit terenyuh. Dokter melepaskan genggaman tangan Byan, beralih dengan menepuk pundak Byan beberapa kali.
"Untuk itu kamu harus punya tujuan. Lilin itu mati atau hidup tergantung kamu. Byan, dengarkan dokter sekali saja. Buat perubahan untuk diri kamu sendiri, selain keluarga yang meninggalkan kamu, masih ada orang lain yang ingin kamu tetap bahagia." Dokter Laka memandang ke pintu, membuat Byan sadar siapa yang dimaksud.
Byan seketika menangis lagi, kali ini lebih menyayat hati, membuat dokter Laka membawanya ke dalam pelukam hangat seorang ayah. Sebab dokter Laka juga punya seorang anak remaja saat ini.
"Dokter Laka salah satunya juga. Jadi Dokter akan memberikan satu kesempatan asal kamu mau berubah."
Dengan usapan lembutnya, dokter Laka berharap Byan mengeluarkan semua kepedihannya lewat isak tangis yang dikeluarkan cuku keras hari ini.
"Jangan mau terseret kegelepan lagi. Kamu masih punya bu Sari, pak Rarjo, dan Dokter Laka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lilin Kecil (END)
Teen FictionByan memutuskan kabur dari rumah dengan sebutan anak pembunuh tidak bertanggung jawab dari keluarganya. Namun, setelah Byan lari sejauh mungkin, mereka malah mencarinya ke ujung bumi manapun Byan bersembunyi. Sialnya lagi, hati Byan kembali tergores...