Byan menemui Mentari setelah sarapannya selesai. Ia mengetuk kamar tantenya lebih dulu beberapa kali, baru berani memutar knop untuk membuka pintu.
Terlihat kamar Mentari yang memang sudah disiapkan sangat rapi. Berbeda dengan Byan yang harus tidur bergantian dengan Alfa dan Alfan. Tidak bebas sedikitpun.
Lebih dari masalah kamar, Byan sekarang sangat mencemaskan apa yang akan terjadi. Tantenya itu berbahaya, musuh utama Byan selama ini. Walaupun terlihat Nara juga licik, itu adalah bimbingan Mentari.
Saat Byan melangkah masuk, Mentari tampak duduk di pingir kasur dengan pandangan kosong. Byan meremas kedua tangannya sendiri dengan perasaan bercampur aduk.
Rasa trauma itu perlahan terlihat kembali di depannya. Orang-oramg yang menyakitinya waktu kecil mencekik napasnya saat ini.
Byan berusaha menghebuskan napas kasar beberapa kali. Mencegah dadanya terasa sesak seperti oksigen pun tidak sudi mendekat.
"Ada apa Tante memanggil, Byan?" Byan mengeluarkan suara dengan cukup susah.
Tapi tantenya itu langsung tersadar dari lamunannya. Mentari berdiri dari duduknya dan langsung bersimpuh di hadapan Byan.
Siapa yang tidak kaget, Byan belum sempat mencerna apapun sampai tangis Mentari terdengar pilu.
"Maafin Tante Byan, maafin Tante karena sudah membuat kamu menderita. Tante bena-benar minta maaf atas perlakuan Tante selama ini. Tante juga mengkaui kalau semua yang kamu alami itu karena Tante."
Byan yang tidak tega berjongkok di hadapan Mentari, ia memegang kedua bahu Mentari yang bergetar karena tangisan.
"Kamu tahu Tante melakukan ini demi Nara. Anak Tante dalam bahaya kalau tidak melalukan ini. Om Kurnia Nara mengancam akan membunuh Nara jika tidak berhasil membuat kamu sengsara di rumah sendiri." Mentari terdengar jujur saat bercerita, tapi Byan seakan tidak percaya.
Byan berdiri dari posisi jongkoknya, memandang Mentari yang tampak masih menangis.
"Cerita karangan apa lagi ini?" itu adalah pemikiran Byan.
Namun, Mentari tampaknya berusaha meyakinkan Byan. "Kamu boleh tidak percaya, tapi masalah Kurnia dengan ayah kamu bukan hanya persoalan bisnis. Tante menikah dengan Kurnia juga untuk dimanfaatkan sebagai senjata oleh Kurnia."
Byan mengernyitkan alisnya merasa binggung. "Tante tidak bercanda, kan?"
Mentari mengangguk, ia menghapus sedikit air matanya lalu bercerita lagi.
"Dulu ayah kamu pernah menyakiti adik bungsu Kurnia. Ayah kamu memanfaatkan kepintarannya dengan menjadikn adik Kurnia pacar, padahal waktu itu ayah kamu telah dijodohkan dengan ibu kamu sekarang. Adik Kurnia tidak kuat menerima kenyataan dan gantung diri. Sampai sekarang Kurnia tidak pernah terima, di pura-pura menjadi musuh bisnis dengan tujuan balas dendam."
Mentari semakin keras tangisannya, karena selama ini hanya dia yang tahu masalah ini.
Beda halnya dengan Byan yang kepercayaannya sedang dikikis. ia bimbang antara harus percaya atau hati-hati.
Byan cukup sedih melihat Mentari yang tampak begitu sedih, jadi dengan keputusan berat Byan bertanya lagi. "Tapi Nara tidak mungkin terluka, karena ayahnya masih punya rasa empati."
Mentari menggeleng keras. "Pada saat malam pertama Tante dengan Kurnia, dua orang perampok menerobos masuk. Dia melakukan pelecehan dan tumbuhlah Nara di rahim Tante. Awalnya Tante mengira itu memang musibah, tapi ternyata semua adalah rencana matang Kurnia. Bahkan Tante dilarang menceritakan apapun tentang kejadian malam itu, dan mempertahankan Nara untuk lahir. Sampai umur Nara tiga tahun, Tante tahu semuanya."
Rasa tidak percaya ditambah fakta yang cukup mengerikan. Byan terdiam seribu bahasa.
"Lalu sekarang Tante ingin apa?" Byan memiliki perasaan tidak enak tentang ini, tapi Mentari langsung menyerahkan ponselnya kepada Byan setelah membuka aplikasi chat.
Byan ditunjukkan vidio Nara ditahan oleh ayahnya, bahkan tapi blur Kurnia menunjukkan aksi pelecahan. Nara dipukuli dan terkadang dipakai. Wajah Nara sudah terlihat penuh lebam dan tidak baik-baik saja.
Byan syok, ternyata sebajingan itu Kurnia. Dia menyiksa Nara habis-habisan tanpa ampun.
"Setelah Nara tidak bisa lagi ada di jalurnya Kurnia menangkap Nara seminggu lalu. Kalau ingin Nara bebas, Tante harus membawa kamu kepadanya." Kurnia mendongak, berharap banyak kepada Byan.
Namun, kebodohan Byan tidak sebesar itu, dia jelas menolak. Kalau dicerna lagi, di sini target balas dendam utama Kurnia adalah dirinya.
Belum sempat Byan menolak, Mentari kembali memohon. "Hanya kamu harapan satu-satunya Tante. Kamu tolong bantu Tante bebaskan Nara, ya. Tante janji setelah ini tidak akan menganggu kamu."
Byan menggeleng tidak setuju. "Lebih baik ceritakan masalah ini kepada keluarga saja. Kalau Tante terus terang dari awal, masalahnya tidak akan berlarut-larut sampai sekarang." Byan menentang keras.
Akan tetapi Memtari langsung menahan tangan Byan, dia memohon lebih keras lagi.
"Dari awla tante selalu dipasangi alat penyadap Byan. Kalau Tante cerita sedikit saja, maka Nara langsung kehilangan nyawanya. Jadi Tante mohon bantu Tante untuk terakhir kalinya." Mentari ingin bersujut di kaki Byan, tapi remaja itu dengan cepat menghalangi.
Jujur Byan sangat tidak siap, tapi dirinya tidak punya pilihan. Byan membantu Mentari untuk berdiri agar tantenya itu tidak berusaha bersujud lagi.
"Oke bawa Byan nemuian om Kurnia, tapi harus sekarang, mumpung semua orang sudah pergi!"
Mentari mengangguk cepat, dia mengambil jaket dan tasnya lalu buru-buru pergi bersama Byan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lilin Kecil (END)
Teen FictionByan memutuskan kabur dari rumah dengan sebutan anak pembunuh tidak bertanggung jawab dari keluarganya. Namun, setelah Byan lari sejauh mungkin, mereka malah mencarinya ke ujung bumi manapun Byan bersembunyi. Sialnya lagi, hati Byan kembali tergores...